ULASAN LENGKAP TENTANG MACAM-MACAM KAIDAH
Didalam kehidupan masyarakat terdapat beberapa macam kaidah yang digunakan sebagai pedoman untuk bersikap dan berprilaku. Pada umumnya kaidah-kaidah itu adalah sebagai berikut:
- Kaidah Agama;
- Kaidah Kesusilaan;
- Kaidah Kesopanan;
- Kaidah Hukum.
1. Kaidah agama
Kaidah agama terbagi dua, yaitu agama wahyu (samawi) dan agama budaya.[1] Agama wahyu adalah suatu ajaran Allah yang berisi perintah, larangan, dan kebolehan yang disampaikan kepada umat manusia berupa wahyu melalui Malaikat dan Rasul-Nya. Sedangkan agama budaya adalah ajaran yang dihasilkan oleh pikiran dan perasaan manusia secara kumulatif. Kaidah agama merupakan tuntunan hidup manusia untuk menuju ke arah yang lebih baik dan benar. Di samping itu pula, kaidah agama mengatur tentang kewajiban manusia terhadap Tuhan dan dirinya sendiri. Pelanggaran terhadap kaidah agama akan mendatangkan sanksi dari Tuhan. Dalam hal sanksi ini, ada pendapat yang mengatakan bahwa sanksi Tuhan itu datangnya nanti di akhirat. Terlepas dari pendapat tersebut, menurut penyusun, sanksi Tuhan yang diperoleh melalui kaidah agama juga tetap berlaku dalam kehidupan di dunia. Hal ini nampak jelas tertuang dalam kitab-kitab suci agama samawi tersebut. Misalnya sanksi terhadap tindakan pencurian, perzinaan, dan pembunuhan.
Kaidah agama terbagi dua, yaitu agama wahyu (samawi) dan agama budaya.[1] Agama wahyu adalah suatu ajaran Allah yang berisi perintah, larangan, dan kebolehan yang disampaikan kepada umat manusia berupa wahyu melalui Malaikat dan Rasul-Nya. Sedangkan agama budaya adalah ajaran yang dihasilkan oleh pikiran dan perasaan manusia secara kumulatif. Kaidah agama merupakan tuntunan hidup manusia untuk menuju ke arah yang lebih baik dan benar. Di samping itu pula, kaidah agama mengatur tentang kewajiban manusia terhadap Tuhan dan dirinya sendiri. Pelanggaran terhadap kaidah agama akan mendatangkan sanksi dari Tuhan. Dalam hal sanksi ini, ada pendapat yang mengatakan bahwa sanksi Tuhan itu datangnya nanti di akhirat. Terlepas dari pendapat tersebut, menurut penyusun, sanksi Tuhan yang diperoleh melalui kaidah agama juga tetap berlaku dalam kehidupan di dunia. Hal ini nampak jelas tertuang dalam kitab-kitab suci agama samawi tersebut. Misalnya sanksi terhadap tindakan pencurian, perzinaan, dan pembunuhan.
2. Kaidah kesusilaan
Kaidah kesusilaan, adalah aturan hidup yang berasal dari suara hati manusia yang menentukan mana perbuatan yang baik dan mana perbuatan yang tidak baik. Oleh sebab itu, kaidah kesusilaan ini bergantung pada pribadi manusia itu sendiri. Ia dapat berbuat baik atau buruk, karena bisikan hati nuraninya (geweten). Kaidah kesusilaan mendorong manusia untuk kebaikan akhlak pribadinya guna kesempurnaan manusia agar ia menjadi insan kamiL Kaidah kesusilaan ditujukan kepada sikap batin manusia, asalnya dari manusia itu sendiri, dan ancaman atas pelanggaran kaidah kesusilaan adalah dari batin manusia itu sendiri berupa rasa penyesalan. Oleh sebab .itu kaidah kesusilaan bersifat onotom, bukan merupakan paksaan dari luar dirinya. Adapun contoh yang termasuk ke dalam kaidah kesusilaan, misalnya berprilaku jujur, hormat terhadap sesama, dan sebagainya.
Kaidah kesusilaan, adalah aturan hidup yang berasal dari suara hati manusia yang menentukan mana perbuatan yang baik dan mana perbuatan yang tidak baik. Oleh sebab itu, kaidah kesusilaan ini bergantung pada pribadi manusia itu sendiri. Ia dapat berbuat baik atau buruk, karena bisikan hati nuraninya (geweten). Kaidah kesusilaan mendorong manusia untuk kebaikan akhlak pribadinya guna kesempurnaan manusia agar ia menjadi insan kamiL Kaidah kesusilaan ditujukan kepada sikap batin manusia, asalnya dari manusia itu sendiri, dan ancaman atas pelanggaran kaidah kesusilaan adalah dari batin manusia itu sendiri berupa rasa penyesalan. Oleh sebab .itu kaidah kesusilaan bersifat onotom, bukan merupakan paksaan dari luar dirinya. Adapun contoh yang termasuk ke dalam kaidah kesusilaan, misalnya berprilaku jujur, hormat terhadap sesama, dan sebagainya.
3. Kaidah kesopanan
Kaidah kesopanan, adalah aturan hidup yang timbul dari pergaulan hidup masyarakat tertentu. Landasan kaidah kesopanan adalah kepatutan, kepantasan, dan kebiasaan yang berlaku pada masyarakat yang bersangkutan. Oleh sebab itu kaidah kesopanan seringkali disamakan dengan kaidah sopan santun, tata krama, atau adat, walaupun ada pakar hukum yang tidak mau menyamakan pengertian kebiasaan dengan adat dan sopan santun.[2] Misalnya mengenai kebliasaan tidur siang. Di Indonesia tidak pemah ada yang mengatakan, bahwa orang yang tidak tidur siang adalah orang yang tidak sopan.[3]
Kaidah sopan santun atau kaidah kesopanan ditujukan kepada sikap lahir setiap pelakunya demi ketertiban masyarakat dan untuk mencapai suasana keakraban dalam pergaulan. Oleh sebab itu tujuan dari kaidah kesopanan bukan manusia sebagai pribadi, melainkan manusia sebagai mahluk sosial yang hidup bersama di tengah masyarakat Sanksi atas setiap pelanggar kesopanan adalah mendapat celaan dari masyarakat di mana ia berada. Dengan demikian sanksinya pun datang dari luar manusia itu sendiri, yaitu dari masyarakat. Maka dari itu kaidah kesopanan mempunyai sifat heteronom.
4. Kaidah hukum
Kaidah hukum adalah aturan yang dibuat secara resmi oleh penguasa negara, mengikat setiap orang dan berlakunya dapat dipaksakan oleh aparat negara yang berwenang, sehingga berlakunya dapat dipertahankan. Menurut van Kan sifat yang khas dari peraturan hukum ialah sifat memaksa menghendaki tinjauan yang lebih mendalam. Sebab memaksa bukanlah berarti senantiasa dapat dipaksam.[4]Contohnya, apabila hukum selalu dapat dipaksakan tidak mungkin ada orang dipenjara karena mencuri, membunuh, dan sebagainya. Hal ini menandakan bahwa sanksi hukum tidak selalu dapat dipaksakan. Kaidah hukum tidak mempersoalkan apakah sikap batin seseorang itu baik atau buruk. Yang diperhatikan hukum, adalah bagaimana perbuatan lahiriah seseorang secara nyata. Namun demikian, kaidah hukum tidak hanya membebani seseorang dengan kewajiban semata, melainkan memberinya juga seseorang hak. Oleh sebab sanksi hukum datangnya dari luar, maka hukum bersifat heteronom. Adapun contoh kaidah hukum, di antaranya adalah sebagai berikut:
Hukum Perkawinan:
"Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu".[5]
Hukum Pidana:
Kaidah kesopanan, adalah aturan hidup yang timbul dari pergaulan hidup masyarakat tertentu. Landasan kaidah kesopanan adalah kepatutan, kepantasan, dan kebiasaan yang berlaku pada masyarakat yang bersangkutan. Oleh sebab itu kaidah kesopanan seringkali disamakan dengan kaidah sopan santun, tata krama, atau adat, walaupun ada pakar hukum yang tidak mau menyamakan pengertian kebiasaan dengan adat dan sopan santun.[2] Misalnya mengenai kebliasaan tidur siang. Di Indonesia tidak pemah ada yang mengatakan, bahwa orang yang tidak tidur siang adalah orang yang tidak sopan.[3]
Kaidah sopan santun atau kaidah kesopanan ditujukan kepada sikap lahir setiap pelakunya demi ketertiban masyarakat dan untuk mencapai suasana keakraban dalam pergaulan. Oleh sebab itu tujuan dari kaidah kesopanan bukan manusia sebagai pribadi, melainkan manusia sebagai mahluk sosial yang hidup bersama di tengah masyarakat Sanksi atas setiap pelanggar kesopanan adalah mendapat celaan dari masyarakat di mana ia berada. Dengan demikian sanksinya pun datang dari luar manusia itu sendiri, yaitu dari masyarakat. Maka dari itu kaidah kesopanan mempunyai sifat heteronom.
Kaidah hukum adalah aturan yang dibuat secara resmi oleh penguasa negara, mengikat setiap orang dan berlakunya dapat dipaksakan oleh aparat negara yang berwenang, sehingga berlakunya dapat dipertahankan. Menurut van Kan sifat yang khas dari peraturan hukum ialah sifat memaksa menghendaki tinjauan yang lebih mendalam. Sebab memaksa bukanlah berarti senantiasa dapat dipaksam.[4]Contohnya, apabila hukum selalu dapat dipaksakan tidak mungkin ada orang dipenjara karena mencuri, membunuh, dan sebagainya. Hal ini menandakan bahwa sanksi hukum tidak selalu dapat dipaksakan. Kaidah hukum tidak mempersoalkan apakah sikap batin seseorang itu baik atau buruk. Yang diperhatikan hukum, adalah bagaimana perbuatan lahiriah seseorang secara nyata. Namun demikian, kaidah hukum tidak hanya membebani seseorang dengan kewajiban semata, melainkan memberinya juga seseorang hak. Oleh sebab sanksi hukum datangnya dari luar, maka hukum bersifat heteronom. Adapun contoh kaidah hukum, di antaranya adalah sebagai berikut:
Hukum Perkawinan:
"Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu".[5]
Hukum Pidana:
"Barangsiapa sengaja merampas nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan, dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun".[6]
Hukum Perdata:
"Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kérugian teirsebut".[7]
Referensi
------------
[1] Zakiah Daradjat, dkk.. Dasar-dasar Agama Islam, {Jakarta: Penerbit Proyek Kerjasama Depdikbud dan Depag, 1986), h. 63.
[2] Purnadi Purbacarakan dan Soerjono Soekanto, Perihal Kaedah Hukum, (Bandung: Alumni, 1982), h. 26-27.
------------
[1] Zakiah Daradjat, dkk.. Dasar-dasar Agama Islam, {Jakarta: Penerbit Proyek Kerjasama Depdikbud dan Depag, 1986), h. 63.
[2] Purnadi Purbacarakan dan Soerjono Soekanto, Perihal Kaedah Hukum, (Bandung: Alumni, 1982), h. 26-27.
[3] Dudu Duswara Machmudin, Pengantar Ilmu Hukum, (Bandung: Refika Aditama, 2010), h. 16.
[4] J. van Kan, dan J.H. Beekhuis. Inleiding tot de Rechtwetenschap (terjemahan M. Oesama Masduki) (Jakarta: Penerbxt Pembangunan, 1977), h. 9-10.
[4] J. van Kan, dan J.H. Beekhuis. Inleiding tot de Rechtwetenschap (terjemahan M. Oesama Masduki) (Jakarta: Penerbxt Pembangunan, 1977), h. 9-10.
[5] Pasal 2 Ayat (1) UU No. 1/74 tentang Perkawinan yang telah diubah menjadi UU No. 16 Tahun 2019
[6] Moeljatno. Kitab Undung-undang Hukum Pidana, Pasal 338.
[7] R. Subekti. KUH Perdata, Pasal 1365.
[7] R. Subekti. KUH Perdata, Pasal 1365.
0 komentar:
Post a Comment