KUMULASI GUGATAN PERDATA
Pada dasarnya HIR/RBg
tidak mengatur tentang penggabungan (kumulasi, samenvoging van
verordering, objective cumulatie, atau samenloop rechts-verordering:
consursus). Namun demikian, di dalam praktik, kumulasi (penggabungan)
diperbolehkan karena kebutuhan sebagaimana dapat dipahami menurut
ketentuan Pasal 393 HIR, yang menegaskan bahwa
apabila dirasakan perlu dalam perkara perdata untuk mengisi kekosongan
hukum, dapat digunakan lembaga yang terdapat dalam Reglement op de
Rechtsverodering (Rv).
Di
dalam Rv, mengenai tersebut tidak secara tegas diatur dan juga tidak
dilarang. Kumulasi diatur dalam Pasal 102-105 Rv. Namun, secaraa
contrario, dapat disimpulkan bahwa membolehkan penggabungan gugatan.
Yang dilarang kumulasi menurut Pasal 103 Rv hanya terbatas pada
penggabungan atau tuntutan hak menguasai (bezit) dengan tuntutan hak
milik.
Dalam
praktik acara perdata, kumulasi gugatan tidak dilarang; kumulasi
gugatan dibolehkan apabila menguntungkan proses, yaitu apabila antara
gugatan yang digabung itu ada hubungan koneksitas dan penggabungan
gugatan akan memudahkan pemeriksaan serta dengan penggabungan gugatan
akan dapat mencegah kemungkinan adanya putusan yang saling bertentangan
(Soeparmono, 2005: 2106)
Secara teknis, menurut Yahaya Harahap (2007: 102),
penggabungan gugatan mengandung arti penggabungan beberapa gugatan
dalam satu gugatan. Menurut Soepomo, penggabungan disebut juga kumulasi
atau samenvoegeing van vordering, yakni penggabungan lebih dari satu
tuntutan hukum ke dalam satu gugatan. Dengan demikian, kumulasi
(penggabungan) merupakan penggabugan dari beberapa gugatan yang digabung
menjadi satu gugatan. Jadi, yang sebelumnya gugatan itu terdiri
dan/atau dapat dibuat dalam beberapa gugatan, maka setelah dilakukan
penggabungan menjadi satu gugatan.
Kumulasi gugatan itu
diperbolehkan apabila ada hubungan yang erat dan mendasar di antara
gugatan-gugatan yang digabung. Pembenaran penerapan kumulasi itu
disayaratkan sebagai berikut.
- Gugatan yang digabung adalah sejenis.
- Yang dituntut oleh para Penggugat sama.
- Terdapat hubungan yang sama antara Penggugat dan Tergugat.
- Penggabungan gugatan akan mempermudah pembuktian.
- Penggabungan tidak bertentangan dengan prinsip peradilan yang sederhana, cepat, dan murah.
Pada
prinsipnya, setiap gugatan berdiri sendiri, tetapi dalam hal-hal dan
dalam batas-batas tertentu diperbolehkan melakukan kumulasi dalam satu
gugatan dengan ketentuan asalkan terdapat hubungan yang erat dan
mendasar sifatnya atau ada koneksitas (innerlijke samenhangen). Hubungan
yang erat tersebut harus dapat dibuktikan dengan fakta-fakta, misalnya
beberapa orang debitur berutang, kemudian digugat oleh satu orang
kreditur, di mana peristiwa itu mencerminkan adanya hubungan yang erat
dan mendasar antara dua gugatan yang bersifat kenyataan (Lilik Mulyadi, 1999: 86)
Kumulasi
gugatan adalah penggabungan beberapa tuntutan hak/gugatan ke dalam satu
gugatan atau penggabungan beberapa gugatan yang digabung menjadi satu
yang mempunyai hubungan yang erat (koneksitas) yang berdasarkan fakta.
Unsur-unsur penggabungan gugatan adalah berikut ini
- Beberapa gugatan digabung menjadi satu.
- Gugatan-gugatan yang digabung itu terdapat hubungan yang erat atau ada koneksitas.
- Hubungan yang erat itu harus dibuktikan berdasarkan fakta.
Dibenarkannya
kumulasi gugatan didasarkan pada pemikiran untuk menghindarkan terjadi
kemungkinan adanya keputusan yang berlawanan atau bertentangan terhadap
perkara yang sama-sama diperiksa oleh hakim yang sama dan benar-benar
memberikan kemudahan atau menyederhanakan proses pemeriksaan.
Berdasarkan alasan tersebut, syarat pokok kumulasi adalah berikut ini.
- Terdapat hubungan yang erat, artinya antara gugatangugatan yang digabung itu harus ada hubungan batin (innerlijke samenhang).
- Terdapat hubungan hukum antara penggugat atau antara tergugat; kalau tidak ada hubungan hukum, gugatan wajib diajukan secara terpisah.
- penggabungan itu memudahkan atau menguntungkan proses.
- Dalam teori dan praktik hukum acara perdata dikenal dua bentuk penggabungan (kumulasi).
- Kumulasi Subjektif (Subjective Cumulatie)
Kumulasi subjektif adalah beberapa subjek hukum yang menjadi satu dalam gugatan atau dengan kata lain, dalam satu gugatan terdapat berapa orang tergugat.Kumulasi subjektif terdapat beberapa bentuk.- Kumulasi subjektif penggugat, yaitu beberapa orang penggugat berhadapan dengan satu orang tergugat. Misalnya, beberapa orang penggugat (A, B, C) mengajukan gugatan terhadap seorang tergugat (D) yang melakukan perbuatan melawan hukum (onrechtmatigedaad).
- Kumulasi subjektif tergugat, yaitu seorang penggugat berhadapan dengan beberapa orang. Misalnya, seorang kreditur (A) menggugat beberapa orang debitur (B, C, D, E, F) yang berutang secara tanggung-renteng.
- Kumulasi subektif penggugat dan tergugat, yaitu penggugat yang terdiri atas beberapa orang berhadapan dengan berberapa orang Tergugat. Misalnya, beberapa orang ahli waris (A, B, C) berhadapan dengan ahli waris yang, lain (D, E, F).
- Kumulasi Objektif (Objective Cumulatie) Kumulasi objektif adalah penggabungan beberapa gugatan dalam satu gugatan, atau seorang Penggugat mengajukan beberapa gugatan yang melawan seorang tergugat. Syarat materiil kumulasi objektif adalah terdapat hubungan yang erat antara gugatan yang satu dengan gugatan yang lain. Kumulasi objektif tidak diatur dalam undang-undang, tetapi diperkenankan karena dapat memudahkan proses dan menghindarkan keputusan yang saling bertentangan.
Menurut Soeparmono (2005: 107),
penggabungan merupakan suatu masalah yang berkaitan dengan ketertiban
umum, dalam hal ini ketertiban beracara. Hakim kasasi juga berwenang
menilai penggabungan gugatan-gugatan kalau nampak jelas adanya
pelanggaran terhadap ketertiban umum/ketertiban beracara tersebut. Pada
asasnya kumulasi gugatan telah dianggap sebagai penilaian mengenai
fakta, tetapi apabila terjadi pelanggaran terhadap ketertiban
umum/ketertiban beracara dengan adanya kumulasi gugatan-gugatan, hal ini
dapat dipandang sebagai kesalahan menerapkan hukum yang ditentukan secara kasus demi kasus.
Undang-undang
tidak melarang penggugat mengajukan kumulasi gugatan terhadap beberapa
orang tergugat sebagaimana dapat dilihat pada Pasal 127 HIR/151 RBg; Pasal 1283 dan 1284
KUHP dt; Pasal 18 KUHD. Yang harus diperhatikan adalah bahwa untuk
mengadakan kumulasi subjektif disyaratkan harus ada hubungan yang erat
satu sama lain (koneksitas). Putusan MA No. 415 K/Sip/1975, 20 Iuni 1975,
telah menyatakan bahwa gugatan yang ditujukan kepada lebih dari seorang
tergugat, yang antara tergugat-tergugat itu tidak ada hubungan hukumnya,
tidak dapat diadakan dalam satu gugatan, tetapi masing-masing tergugat
harus digugat sendiri atau terpisah satu dengan yang lain.
Kumulasi
objektif tidak ada pengaturannya dalam undang-undang, tetapi ada
diperkenankan dengan alasan bahwa kumulasi itu dapat memudahkan proses
dan dapat menghindarkan keputusan yang saling bertentangan.
Terhadap
kumulasi objektif tidak disyaratkan sebagaimana pada kumulasi subjektif
bahwa gugatan itu harus ada hubungan yang erat satu sama lain. Namun
dalam hal tertentu, kumulasi objektif tidak dapat diperkenankan untuk
hal berikut ini.
- Penggabungan antara gugatan yang diperiksa dengan acara khusus, misalnya perceraian, dan gugatan lain yang harus diperiksa dengan acara biasa misalnya mengenai pelaksanaan perjanjian.
- Penggabungan dua atau lebih tuntutan, di mana salah satu di antaranya hakim tidak berwenang secara relatif untuk memeriksanya.
- Penggabungan antara tuntutan mengenai bezit dan tuntutan mengenai eigendom (Riduan Syahrani, 2007: 37).
Kumulasi
gugatan cerai dengan pembagian harta bersama atau harta gono gini. Di
sini ada gugatan, yaitu gugatan cerai dan gugatan pembagian harta
bersama. Kedua gugatan tersebut berbeda dan masing-masing berdiri
sendiri. Gugatan perceraian berada di depan dan pembagian harta bersama
berada di belakang. Gugatan harta bersama dapat muncul setelah gugatan
perceraian memperoleh putusan yang berkekuatan tetap. Namun demikian,
penggabungan terhadap kedua gugatan menjadi satu gugatan diperbolehkan
berdasarkan Pasal 86 ayat (1) UU No. 7 Tahun 1989
tentang Peradilan Agama, yang menentukan bahwa gugatan soal penguasaan
anak, nafkah anak, nafkah istri, dan harta bersama dapat diajukan
bersama-sama dengan gugatan perceraian atau pun sesudah putusan
perceraian memperoleh kekuatan hukum yang tetap.
Untuk
dapat melakukan kumulasi, dapat mempedomani ketentuan sebagaimana yang
diatur dalam Pasal 102-105 Rv, tetapi di dalam praktik terdapat kumulasi
yang tidak dibenarkan, yaitu berikut ini.
- Pemilik objek gugatan berbeda. Gugatan kumulasi yang dilakukan terhadap beberapa objek, yang masing-masing objek gugatan dimiliki oleh pernilik yang berbeda atau berlainan, tidak dapat dilakukan kumulasi, baik secara objektif maupun subjektif.
- Gugatan yang digabung tunduk pada hukum acara yang berbeda. Kumulasi gugatan yang tunduk pada hukum acara yang berbeda tidak dibenarkan meskipun terdapat hubungan yang erat. Prinsip kumulasi gugatan adalah bahwa perkara yang dapat digabung tunduk pada hukum acara yang sama. Pasal 57 ayat (2) UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek menyebutkan bahwa gugatan pembatalan merek menjadi yuridiksi absolut pengadilan niaga, sedangkan sengketa perbuatan melawan hukum menjadi kewenangan PN.
- Gugatan tunduk pada kompetensi absolut yang berbeda. Gugatan yang diajukan harus tunduk kepada kewenangan absolut dan karena itu kumulasi tidak dapat dibenarkan. Misalnya, gugatan perdata TUN dengan gugatan perdata sengketa hak milik atau perbuatan melawan hukum. Menurut Pasal 2 Jo. Pasal 10 ayat (2) UU No. 4 tahun 2004 dan UU No. 6 Tahun 1986 tentang TUN, gugatan perdata TUN secara absolut menjadi kewenangan TUN, sedangkan sengketa hak milik dan perbuatan melawan hukum menjadi kewenangan absolut PN. Sehubungan dengan pembagian fungsi dan kewenangan absolut tersebut, tidak dibenarkan melakukan gugatan yang berbeda yuridiksi untuk mengadilinya.
- Gugatan rekonvensi tidak ada hubungan dengan gugatan konvensi. Sesuai dengan ketentuan Pasal 132 a ayat (1) HIR, tergugat berhak mengajukan gugatan rekonvensi, sehingga terjadi penggabungan antara konvensi dan rekonvensi. Namun, tetap berpatokan pada syarat bahwa terdapat hubungan yang erat antara keduanya (Yahya Harahap, 2007: 108-109).
0 komentar:
Post a Comment