BENTUK-BENTUK GUGATAN
Gugatan
dapat diajukan secara tertulis atau secara lisan apabila penggugat
tidak dapat membaca dan menulis. Menurut undang-undang, bentuk gugatan
yang diperkenankan dapat berbentuk lisan dan tertulis. Bentuk gugatan
secara lisan berpedoman pada Pasal 120 HIR/144
RBg yang menegaskan bahwa bilamana penggugat buta huruf, surat
gugatannya dapat dimasukkan dengan bentuk lisan kepada ketua PN, yang
mencatat gugatan itu atau menyuruh mencatatnya.
Gugatan lisan
dapat diajukan dengan mengajukan secara lisan kepada ketua PN dengan
menguraikan/menjelaskan isi maksud gugatan. Ketua PN akan mencatat atau
menyuruh mencacat gugatan tersebut yang disampaikan penggugat dan
merumuskan sebaik mungkin gugatan dalam bentuk tertulis sesuai dengan
yang diterangkan oleh penggugat.
Mengenai
gugatan secara lisan
penyampaiannya ke PN, penggugat harus menyampaikan sendiri dan tidak
boleh diwakilkan. Dalam salah satu putusan MA No. 69 K/Sip/1973,
tanggal 4 Desember 1975, menegaskan bahwa orang yang diberi kuasa tidak
berhak mengajukan gugatan secara lisan.
Bentuk tertulis dari gugatan paling diutamakan. Menurut Pasal 118 ayat (1) HIR/142
RBg, gugatan perdata harus dimasukkan kepada PN dengan surat permintaan
yang ditandatangani oleh penggugat/kuasanya. Jadi, sebelum dimasukkan
ke PN, penggugat/kuasa hukumnya harus terlebih dahulu menandatangani
gugatan. Namun, mengenai syarat suatu gugatan, Pasal 118 HIR/142
RBg hanya mengatur bagaimana gugatan diajukan, tidak ada pengaturan
mengenai syarat dari suatu gugatan. Mengenai sebagaimana sudah
dikemukakan bahwa pengajuan gugatan ke pengadilan harus memenuhi syarat formil dan syarat materiil.
0 komentar:
Post a Comment