HUKUM YANG BERSIFAT MEMAKSA DAN HUKUM YANG BERSIFAT MENGATUR
Hukum yang Berisi Ketentuan-Ketentuan yang Memaksa dan Hukum yang
Berisi Ketentuan yang Mengatur (Dwingendrecht en Aanvullendrecht)
a. Hukum yang Berisi Ketentuan yang Memaksa (Dwingendrecht)
Biasanya,
“dwingendrecht” diterjemahkan “hukum yang memaksa”, dan lebih lanjut
diberi makna (pengertian) sebagai “hukum yang berisi perintah dan
larangan” (geboden en verboden).
Dalam tulisan ini, hukum yang
memaksa (dwingendrecht) ditekankan pada “isi aturan yang memaksa”. Hal
ini untuk membedakan dengan hukum dalam arti “dwangordening” (supra).
Dengan maksud yang sama, Cliteur-Ellian merumuskan “dwingend-recht”
sebagai: regels waarvan de belang hebbenden niet mogen afwijken”.
(ketentuan-ketentuan yang tidak dapat disimpangi (diabaikan) oleh yang
berkepentingan atau yang terkena).
Hukum yang berisi ketentuan
yang memaksa (harus ditaati), tidak hanya di lapangan hukum publik,
tetapi juga di lapangan hukum perdata.
Di lapangan hukum publik
biasanya “hukum yang berisi ketentuan yang memaksa” dipertalikan dengan
hukum pidana atau yang berisi sanksi pidana. Hukum yang berisi ketentuan
yang memaksa dalam arti tidak dapat disimpangi “dapat juga didapati
dalam hukum tata negara, hukum administrasi, dan hukum publik lainnya,
seperti ketentuan. ketentuan yang mengatur syarat-syarat menduduki
jabatan, syarat perizinan, setiap undang-undang harus dimuat dalam
lembaran negara, Peraturan Daerah harus dimuat dalam Lembaran Daerah,
dan lain-lain.
Di lapangan hukum keperdataan, dapat juga
dijumpai hukum yang berisi ketentuan yang memaksa (harus dipatuhi)
seperti: syarat-syarat sah suatu perjanjian, syarat mendirikan
perseroan, dan lain-lain. Kalau tidak memenuhi syarat-syarat yang
ditentukan dalam undang-undang, suatu perjanjian akan batal demi hukum
(van rechtswegenietig, null and void), atau dapat dibatalkan
(vernietigbaar, voidable).
b. Hukum yang Mengatur (Aanvullendrecht)
Dalam tata hukum Belanda, “aanvullendrecht” disebut juga “regelendrecht” (lazim kita terjemahkan “hukum yang mengatur”).
Secara
gramatikal “aanvullendrecht” artinya “tambahan”. Sebagai suatu
pengertian hukum (rechtsbegrip), “aanvullendrecht” adalah: “rechtsregel
waarvan door bijzondere overeenkomst afgeweken mag worden” (suatu
ketentuan hukum dapat dikesampingkan oleh (melalui) suatu perjanjian
khusus). Anvullendrecht hanya berlaku sepanjang tidak ditentukan lain)
(Fockema-Andrea). Cliteur-Ellian melukiskan “aanvullenrecht” sebagai:
“gaat om recht dat geldt wanneer partijen zelf niets anders zijn
overeengekomen” (suatu ketentuan (hanya) akan berlaku apabila pihak-pihak
tidak menentukan lain). Tetapi kebebasan pihak-pihak tidak berlaku
mutlak (ada pembatasan) yaitu sepanjang undang-undang tidak menentukan
lain. Dalam KUHPerdata (BW) didapati ketentuani “semua perjanjian yang
dibuat sesuai dengan ketentuan undang-undang adalah undang-undang bagi
pihak-pihak" (BW. Pasal 1338).
Telah
dicatat terdahulu, hukum keperdataan (c.q. BW), dipandang sebagai model,
hukum yang hanya mengatur (anvullend recht, regelend recht).
Cliteur-Ellian memberi contoh, BW mengatur tentag “jual beli", tetapi
tidak mengatur mengenai tempat barang yang menjadi objek jual beli itu
akan diserahkan. Para pihak-penjual dan pembeli-yang mengatur
(memperjanjikan) tempat barang akan diserahkan. Sebetulnya termasuk juga
kemungkinan pihak mengatur tata cara pembayaran, tata cara penyerahan
yang tidak diatur (tidak cukup diatur) dalam BW. Pihak-pihak bebas
mengatur, sepanjang tidak ditentukan lain dalam undang-undang c.q.
ketentuan-ketentuan tentang perjanjian. Bagaimana kalau pihak-pihak
tidak juga mengatur tempat atau cara pembayaran? Di sini berlaku
prinsip: “tempat atau cara pembayaran dilakukan menurut kelaziman atau
kebiasaan setempat”. Dalam BW-Belanda, didapati ketentuan: “Apabila
suatu perjanjian-seperti sewa-menyewa tidak mengatur jangka waktu
(misalnya, satu tahun), maka berlaku batas waktu menurut kelaziman atau
ketentuan setempat”. Suatu kelaziman atau kebiasaan yang ditunjuk
undang-undang adalah suatu kelaziman atau kebiasaan yang mengikat
berdasarkan undang-undang (lihat, D.L. Fokkema, et al., Introduction To Dutch Law For Foreign Lawyers, hlm. 14).
sudmu
ReplyDelete