Tuesday, July 16, 2019

HUKUM YANG BERSIFAT MEMAKSA DAN HUKUM YANG BERSIFAT MENGATUR


Hukum yang Berisi Ketentuan-Ketentuan yang Memaksa dan Hukum yang Berisi Ketentuan yang Mengatur (Dwingendrecht en Aanvullendrecht)
a. Hukum yang Berisi Ketentuan yang Memaksa (Dwingendrecht)
Biasanya, “dwingendrecht” diterjemahkan “hukum yang memaksa”, dan lebih lanjut diberi makna (pengertian) sebagai “hukum yang berisi perintah dan larangan” (geboden en verboden).
Dalam tulisan ini, hukum yang memaksa (dwingendrecht) ditekankan pada “isi aturan yang memaksa”. Hal ini untuk membedakan dengan hukum dalam arti “dwangordening” (supra). Dengan maksud yang sama, Cliteur-Ellian merumuskan “dwingend-recht” sebagai: regels waarvan de belang hebbenden niet mogen afwijken”. (ketentuan-ketentuan yang tidak dapat disimpangi (diabaikan) oleh yang berkepentingan atau yang terkena).
Hukum yang berisi ketentuan yang memaksa (harus ditaati), tidak hanya di lapangan hukum publik, tetapi juga di lapangan hukum perdata.
Di lapangan hukum publik biasanya “hukum yang berisi ketentuan yang memaksa” dipertalikan dengan hukum pidana atau yang berisi sanksi pidana. Hukum yang berisi ketentuan yang memaksa dalam arti tidak dapat disimpangi “dapat juga didapati dalam hukum tata negara, hukum administrasi, dan hukum publik lainnya, seperti ketentuan. ketentuan yang mengatur syarat-syarat menduduki jabatan, syarat perizinan, setiap undang-undang harus dimuat dalam lembaran negara, Peraturan Daerah harus dimuat dalam Lembaran Daerah, dan lain-lain.
Di lapangan hukum keperdataan, dapat juga dijumpai hukum yang berisi ketentuan yang memaksa (harus dipatuhi) seperti: syarat-syarat sah suatu perjanjian, syarat mendirikan perseroan, dan lain-lain. Kalau tidak memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam undang-undang, suatu perjanjian akan batal demi hukum (van rechtswegenietig, null and void), atau dapat dibatalkan (vernietigbaar, voidable).
b. Hukum yang Mengatur (Aanvullendrecht) 
Dalam tata hukum Belanda, “aanvullendrecht” disebut juga “regelendrecht” (lazim kita terjemahkan “hukum yang mengatur”).
Secara gramatikal “aanvullendrecht” artinya “tambahan”. Sebagai suatu pengertian hukum (rechtsbegrip), “aanvullendrecht” adalah: “rechtsregel waarvan door bijzondere overeenkomst afgeweken mag worden” (suatu ketentuan hukum dapat dikesampingkan oleh (melalui) suatu perjanjian khusus). Anvullendrecht hanya berlaku sepanjang tidak ditentukan lain) (Fockema-Andrea). Cliteur-Ellian melukiskan “aanvullenrecht” sebagai: “gaat om recht dat geldt wanneer partijen zelf niets anders zijn overeengekomen” (suatu ketentuan (hanya) akan berlaku apabila pihak-pihak tidak menentukan lain). Tetapi kebebasan pihak-pihak tidak berlaku mutlak (ada pembatasan) yaitu sepanjang undang-undang tidak menentukan lain. Dalam KUHPerdata (BW) didapati ketentuani “semua perjanjian yang dibuat sesuai dengan ketentuan undang-undang adalah undang-undang bagi pihak-pihak" (BW. Pasal 1338).
Telah dicatat terdahulu, hukum keperdataan (c.q. BW), dipandang sebagai model, hukum yang hanya mengatur (anvullend recht, regelend recht). Cliteur-Ellian memberi contoh, BW mengatur tentag “jual beli", tetapi tidak mengatur mengenai tempat barang yang menjadi objek jual beli itu akan diserahkan. Para pihak-penjual dan pembeli-yang mengatur (memperjanjikan) tempat barang akan diserahkan. Sebetulnya termasuk juga kemungkinan pihak mengatur tata cara pembayaran, tata cara penyerahan yang tidak diatur (tidak cukup diatur) dalam BW. Pihak-pihak bebas mengatur, sepanjang tidak ditentukan lain dalam undang-undang c.q. ketentuan-ketentuan tentang perjanjian. Bagaimana kalau pihak-pihak tidak juga mengatur tempat atau cara pembayaran? Di sini berlaku prinsip: “tempat atau cara pembayaran dilakukan menurut kelaziman atau kebiasaan setempat”. Dalam BW-Belanda, didapati ketentuan: “Apabila suatu perjanjian-seperti sewa-menyewa tidak mengatur jangka waktu (misalnya, satu tahun), maka berlaku batas waktu menurut kelaziman atau ketentuan setempat”. Suatu kelaziman atau kebiasaan yang ditunjuk undang-undang adalah suatu kelaziman atau kebiasaan yang mengikat berdasarkan undang-undang (lihat, D.L. Fokkema, et al., Introduction To Dutch Law For Foreign Lawyers, hlm. 14).

1 comment: