Showing posts with label ILMU HUKUM. Show all posts
Showing posts with label ILMU HUKUM. Show all posts

Wednesday, September 23, 2020

PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP PENGANTAR ILMU HUKUM


A. SEJARAH ISTILAH DAN ARTI PENGANTAR ILMU HUKUM

Sepanjang pengetahuan para pakar hukum yang terdahulu[1]  istilah Pengantar Ilmu Hukum pertamakali dipergunakan di Indonesia, yaitu ketika Perguruan Tinggi Gajah Mada didirikan di Yogyakarta pada 13 Maret 1946. Istilah ini merupakan terjemahan langsung dari mata kuliah Inleiding tot de Rechtswetenschap, yang diberikan di Rechtshoge School (RHS) atau Sekolah Tinggi Hukum di Batavia pada zaman Hindia Belanda, yang didirikan pada .tahun 1924. Istilah ini pun sebetulnya terdapat juga dalam Hoger Onderwijswet 1920 atau Undang-undang Perguruan Tinggi Negeri Belanda yang menggantikan istilah Encyclopaedie der RechtsWetenschap, yang ternyata berasal dari istilah Jerman Einfuchrung in die Rechtswissenschaft.[2] Dengan demikian, apabila .digambarkan secara skematis dan kronologis maka akan terlihat seperti berikut ini:

Sejarah Munculnya Istilah Pengantar Ilmu Hukum

Enzyklopaedia der Rethtswissenschaft

 

Einfuhrung in die Rechtswissenschaft (Akhir Abad XIX-Awal Abad XX)

 

Encylopaedie der Rechtswetenschap

 

Inleiding tot de rechtswetenschap pada Hoger Onderwijswet 1920

 

Inleiding tot de rechtswetenschap pada Rechtshoge School di Batavia 1924

 

Pengatar Ilmu Hukum pada Perguruan Tinggi Gajah Mada pada 13 Maret 1946

 

Di setiap Fakultas Hukum atau Sekolah Tinggi Hukum, Pengantar Ilmu Hukum adalah mata kuliah prasyarat bagi semua mata kuliah keahlian hukum dan termasuk ke dalam kelompok mata kuliah dasar keahlian (MKDK) yang mempunyai bobot empat Satuan Kredit Semester.[3]Sedangkan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, hanya di beri bobot dua SKS.

Sebagai mata kuliah dasar keahlian, Pengantar Ilmu Hukum memberiakan landasan guna mendukung mata kuliah lain sehingga dapat membantu memudahkan dan melancarkan studi mata kuliah hukum yang bukan bersifat pengantar lagi.

Pengantar Ilmu Hukum dalam arti luas bermaksud mempelajari dasar-dasar atau sendi-sendi hukum di dalam mengantarkan orang yang mau belajar hukum ke arah hukum yang sebenarnya. Dengan demikian Pengantar Ilmu Hukum dalam arti luas adalah Pengantar Ilmu Hukum dalam arti sempit ditambah Pengantar Hukum Indonesia, dan apabila digambarkan maka akan terlihat seperti di bawah ini:

Pengantar Ilmu Hukum dalam Arti Luas

 

Pengantar Ilmu Hukum dalam Arti Sempit (General Theory of Law)

 Pengantar Hukum Indonesia Ius Positivus  Ius Constitutum Stelligrecht

 

Begitu juga halnya dalam Pengantar Ilmu Hukum diperkenalkan konsep konsep, generalisasi-generalisasi dan teori hukum umum, pengertian-pengertian dan asas-asas hukum (grondbegrippen & grondbeginselen). Jadi Pengantar Ilmu Hukum adalah mata kuliah dasar yang bertujuan untuk memperkenalkan ilmu hukum secara keseluruhan dalam garis besar. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa hakikat Pengantar Ilmu Hukum adalah sebagai dasar dari pengetahuan hukum yang mengandung pengertian-pengertian dasar yang menjadi akar dari ilmu hukum.[4]

Selanjutnya apabila kita perhatikan salah satu bunyi keterangan dalam Universiteits Reglement Hindia Belanda yang juga diberlakukan pada Rechts Hoge School di Batavia menetapkan bahwa, "Inleiding tot de Rechtswetenschap omvat zowel de historische vorming van de instellingen van het hedendaagsche recht, als een wijsgerige inleiding in haar geeste lijke en maatschappelijke betekenis.[5] Secara bebas kalimat itu dapat diterjemahkan sebagai berikut, “Pengantar Ilmu Hukum mencakup uraian mengenai sejarah terbentuknya lembaga. lembaga hukum dewasa ini maupun pengantar falsafahnya dalam arti kerohanian maupun kemasyarakatan”.[6]

Dengan demikian menurut Undang-undang Perguruan Tinggi Hindia Belanda, Pengantar Ilmu Hukum itu memberikan tinjauan tentang lembaga. lembaga hukum dilihat dari sudut sejarah dan sudut filsafat. Dari sudut sejarah mempertanyakan tentang dari mana asalnya, bagaimana bentuknya, dan bagaimana tahap perkembangannya. Dari sudut filsafat mempertanyakan apakah tujuannya, siapakah yang berhak menentukan nilai-nilai kebenaran dan keadilan hukum serta apa kriterianya, kepentingan siapa yang dilindungi hukum, bagaimana dan siapa yang harus melaksanakan kaidah-kaidah hukum. Sedangkan yang dimaksud dengan lembaga hukum ialah seluruh praktek hukum sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku secara mantap, berlakunya sudah melembaga, bukan hanya sebagai suatu pelaksanaan yang insidentil atau dipaksakan dengan kekerasan dari luar.[7]

B. ILMU-ILMU LAIN YANG MEMBANTU ILMU HUKUM

Dalam mempelajari Pengantar Ilmu Hukum akan ditemui hal-hal yang berkenaan dengan sejarah hukum, politik hukum, ilmu hukum positif, sosiologi hukum, dan filsafat hukum. Hal ini disebabkan semua yang disebut di atas mempunyai obyek yang sama yaitu hukum, dan semuanya dapat dikatakan sebagai ilmu pembantu bagi ilmu hukum (hulp-wetenschap).

  1. Sejarah Hukum (rechtsgeschiedenis) adalah salah satu bidang studi hukum yang mempelajari perkembangan dan asal usul hukum dalam masyarakat tertentu.[8]
  2. Politik Hukum (rechtspolitiek) adalah suatu bidang ilmu yang mempunyai ciri tertentu, yaitu kegiatan untuk menentukan atau memilih hukum mana yang sesuai untuk mencapai tujuan yang dlkehendaki oleh masyarakat. Politik hukum mencakup kegiatan-kegiatan memilih nlai-nllai dan menterapkan nilai-nilai.[9]Sedangkan menurut Teuku Mohammad Radhie politik hukum diartikan sebagai pernyataan kehendak penguasa negara mengenai hukum yang berlaku di wilayahnya, dan mengenai arah ke mana hukum hendak dikembangkan.[10] Utrecht sendiri menyebutkan bahwa politik hukum berusaha membuat kaidah-kaidah yang akan menentukan bagaimana seharusnya manusia bertindak Dengan kata lain politik hukum berusaha melenyapkan ketegangan antara positiviteit dengan sociale werkelijkheid.[11]
  3. Ilmu Hukum Positif (positieve rechtswetenschap) adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari hukum yang berlaku pada suatu waktu dan tempat tertentu (living law) atau suatu tata hukum negara tertentu.
  4. Sosiologi Hukum (rechtssociologie) adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang secara empiris dan analitis mempelajari hubungan timbal balik antara hukum sebagai gejala sosial dengan gejala-gejala sosial lainnya.[12]
  5. Filsafat Hukum (rechtsfilosofie) adalah refleksi tentang hukum yang mempermasalahkan hukum dari pelbagai pertanyaan yang mendasar, misalnya:

  • Apakah hakikat hukum (quit ius)?
  • Apa dasar-dasar mengikatnya hukum?
  • Mengapa hukum berlaku umum?
  • Bagaimana hubungan antara hukum dengan kekuasaan, moral, dan keadilan?

Dengan demikian semakin jelas apa yang menjadi sasaran perhatian filsafat hukum yaitu hukum sebagai gejala umum, kemudian dianalisis dengan menggunakan pertanyaan mendasar seperti di atas.

Filsafat hukum memahami hukum sebagai gejala umum atau fenomena universal yang tidak dapat dijawab oleh ilmu hukum.[13] Sedangkan menurut Soetjono Soekanto dan Purnadi Purbacaraka, filsafat hukum adalah perenungan dan perumusan nilai-nilai. Kecuali itu filsafat hukum juga mencakup penyerasian nilai-nilai, misalnya penyerasian antara ketertiban dengan ketenteraman, antara kebendaan dengan keahlakan, antara kelanggengan (konservatisme) dengan pembaharuan.[14]

C. BATASAN DAN PENGERTIAN HUKUM

Pada permulaan mempelajari Pengantar Ilmu Hukum, pertanyaan yang dianggap paling sukar adalah, "Apakah yang dinamakan hukum". Dahulu biasanya orang menjawab pertanyaan itu dengan memberikan definisi yang agak indah. Namun kelihatannya ada dua kubu yang berbeda pendapat. Pendapat pertama diantaranya menyatakan bahwa tidak mungkin memberikan definisi tentang hukum, yang sungguh-sungguh dapat memadai kenyataan.

Pendapat pertama ini didasari atas kenyataan bahwa sejak lama orang sibuk mencari suatu definisi tentang hukum, namun belum pernah mendapat sesuatu yang memuaskan. Hampir semua ahli hukum yang memberikan definisi tentang hukum berlainan isinya. Ini menandakan bahwa hukum itu bersifat abstrak, banyak seginya, dan luas cakrawalanya, sehingga tidak mungkin orang menyatukannya dalam satu rumus secara memuaskan. Maka tepatlah apa yang dikatakan Immanuel Kant, "Noch suchen die Juristen eine Definition zu ihrem Begriffe von Recht.[15] Sedangkan Lemaire dalam bukunya yang berjudul Het rech in Indonesia mengatakan, "...De veelzijdigheid en veelomvattendheid van het recht brengen niet alleen met zich, dat her onmogelijk is in een enkele definitie aan te geven wat recht is". Artinya, "Hukum itu banyak seginya dan meliputi segala lapangan. Oleh sebab itu orang tidak mungkin membuat suatu definisi apa sebenarnya hukum itu".[16] Pakar hukum lain yang bernama I. Kisch dalam bukunya Rechtswetenschap mengatakan, ”Doordat het recht onwaamembaar is ontstaat een moeilijkheid bij hat vinden van een algemen bevredigende definitie".[17] Artinya, "Oleh karena hukum itu tidak dapat ditangkap pancaindera, maka sukar membuat suatu definisi hukum yang memuaskan umum. Pendukung lainnya adalah Gustav Radbruch dan Walther Burckhardt.

Pendapat kedua mengatakan bahwa definisi itu ada manfaatnya, sebab pada saat itu juga dapat memberikan sekedar pengertian pada orang yang baru mulai tentang apa yang dipelajarinya, setidak-tidaknya digunakan sebagai pegangan.

Istilah hukum identik dengan istilah law dalam bahasa Inggris, droit dalam bahasa Perancis, Recht dalam bahasa Jerman, recht dalam bahasa Belanda, atau dirito dalam bahasa Italia. Hukum dalam arti luas dapat disamakan dengan aturan, kaidah, norma, atau ugeran, baik yang tertulis maupun tidak tertulis, yang pada dasarnya berlaku dan diakui orang sebagai peraturan yang harus ditaati dalam kehidupan bermasyarakat dan apabila dilanggar akan dikenakan sanksi. Sedangkan menurut Ensiklopedi Indonesia, ."Hukum merupakan rangkaian kaidah, peraturan-peraturan, tata aturan, baik tertulis maupun yang tidak tertulis, yang menentukan atau mengatur hubungan-hubungan antara para anggota masyarakat.[18]Rumusan di atas memperlihatkan bahwa penekanannya diletakkan pada hukum sebagai rangkaian kaidah, peraturan dan tata aturan (proses dan prosedur) serta pembedaan antara sumber hukum undang undang (kaidah yang tertulis) dan kebiasaan (kaidah yang tidak tertulis).

Berbeda dengan di Amerika, penekanannya justru diletakkan pada peranan pengadilan sebagai lembaga hukum seperti terlihat dalam rumusan Oliver Wendel Holmes, Law is what the courts will do in fact".[19] Di negeri Belanda, hukum atau Recht dirumuskan sebagai berikut:

"Recht is de gedragslijn die door de overheid wordt getrokken in verband met bepaalde maatschappelijke situaties en waarvan niet kan warden afgeweken zonder dat de overheid reageert".[20]

Di sini penekanannya diletakkan pada perilaku yang diwajibkan pemerintah dan penyimpangannya diberi sanksi.[21]

Diantara para pakar hukum yang mau memberikan definisi hukum adalah sebagai berikut:

Aristoteles:

"Particular law is that which each community lays down and applies to its own members. Universal law is the law of nature".

Grotius (Hugo de Groot):

"Law is a rule of moral action obliging to that which is right".

Thomas Hobbes:

"Where as law, properly is the word of him, that by right had command over others".

Cornelis van Vollenhoven:

"Recht is een verschijnsel in nisteloze wisselwerking van stuw entegenstuw”.[22]

Bellefroid: .

"Stellig recht is een mdening van het maatschappelijk leven, die voor een bepaalde gemeenschap geld en op haar gezag is vastgesteld.[23] Artinya, "Hukum yang berlaku di suatu masyarakat mengatur tata tertib masyarakat itu didasarkan atas kekuasaan yang ada pada masyarakat tersebut".

Hans Kelsen:

"Law is not, as is sometimes said, a rule. It is ,a set of rules having the kind of unity we understand by a system".[24]

Erns Utrecht:

"Hukum adalah himpunan petuniuk hidup (perintah-perintah dan larangan-larangan) yang mengatur tata tertib dalam sesuatu masyarakat, dan seharusnya ditati oleh anggota "marakat yang bersangkutan, oleh karena pelanggaran petunjuk hidup tersebut dapat menimbulkan tindakan dari pihak pemerintah masyarakat itu".[25]

Dari beberapa Pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hukum itu meliputi berbagai unsur yaitu;

a. Peraturan mengenai tingkah laku manusia;

b. Peraturan itu dibuat oleh badan berwenang;

c. Peraturan itu bersifat memaksa, walaupun tidak dapat dipaksakan;

d. Peraturan itu disertai sanksi yang tegas dan dapat dirasakan oleh yang bersangkutan.

Sedangkan ciri-cirinya adalah sebagai berikut:

a. Adanya suatu perintah, larangan, dan Icebolehan;[26]

b. Adanya sanksi yang tegas.

D. MANUSIA, MASYARAKAT, DAN HUKUM

Sudah menjadi Sunatullah bahwa manusia itu sejak dilahirkan sampai meninggal dunia, hidup di antara manusia lain dalam suatu pergaulan masyarakat. Hal ini disebabkan manusia itu cenderung mempunyai keinginan untuk selalu hidup bersama (appetitus societatis).[27]Kenyataan ini oleh filsuf Aristoteles disebut sebagai zoon politicon, yang menurut keterangan sarjana ulung yang Paham bahasa Yunani berarti manusia itu adalah mahluk sosial dan politik (man is a social and political being).[28] Sedangkan P.J. Bouman mengatakan, "De mens wordt eerst mens door samenleving met anderen".[29] Artinya, "Manusia itu baru menjadi manusia karena ia hidup bersama dengan manusia lainnya".

Di dalam sistem pergaulan hidup, secara prinsip manusia itu diciptakan bebas dan sederajat. Men are created free and equal, demikian kata John Locke dan Thomas Jefferson.[30]

Meskipun demikian, masing-masing anggota masyarakat sudah tentu mempunyai kepentingan yang kadang-kadang sama dan sering pula berbeda. Perbedaan kepentingan tersebut apabila dibiarkan lama kelamaan akan berubah menjadi pertentangan. Pertentangan kepentingan ini selanjumya dapat menimbulkan kekacauan dalam masyarakat apabila tidak ada aturan yang dapat menyeimbangkannya. Aturan itu pada mulanya disebut: Kaida (Arab), norma (Latin), norma (Francis), norm (Inggris),[31] atau ugeran (Sunda-Jawa), dan dalam Bahasa Indonesia baku disebut kaidah. Jadi dapatlah dikatakan, bahwa apa yang disebut kaidah adalah patokan atau ukuran ataupun pedoman untuk berperikelaku atau bersikap tindak dalam hidup.[32]

Seperti telah diuraikan di atas, dalam suatu pola hidup tertentu manusia mempunyai berbagai kebutuhan dasar yang menurut Maslow kebutuhan tersebut mencakup:

a. Food, shelter, and clothing;

b. Safety of self and proferty; .

c. Self-esteem;

d. Self-actualization;

e. Love.[33]

Aturan-aturan itu dibuat guna mengatasi pertentangan kebutuhan dasar tadi, dan masyarakat yang tidak mau mengindahkan aturan-aturan tadi berarti tidak memperhatikan hak dan kewajiban yang ada pada masyarakat itu.

Apabila titik tolak kita mengacu pada hak dan kewajiban, maka aturan yang paling tepat adalah apa yang dinamakan hukum. Dengan demikian sekarang kita mengetahui bahwa hukum dapat mengatur segala kepentingan manusia mulai dari jabang bayi yang masih dalam kandungan ibunya sampai seseorang itu meninggal dunia. Begitu juga halnya, bahwa menurut basil penyelidikan para sosiolog dan antropolog modern hukum itu ada di mana saja dan kapan saja asal manusia itu bermasyarakat, terlepas apakah masyarakat itu dianggap telah beradab maupun masih belum beradab. Untuk itulah maka pengertian masyarakat, hukum merupakan pengertian yang tidak dapat dipisahkan.[34] Pendapat ini sejalan dengan A.H. Post yang menyatakan, "Es gibt kein Volk der Erde, welches nicht die Anfange eines Rechtes besasse",[35] walaupun hal ini tidak sejalan dengan pendapat N.S. Timasheff yang mengatakan bahwa, "Hukum baru ada apabila suatu bangsa telah mencapai kebudayaan tertentu, sehingga pada waktu itu masih terdapat sejumlah bangsa primitif yang tidak mengenal hukum".[36] Namun Timasheff sendiri ternyata tidak dapat memberikan contoh, dan pendapatnya ini tidak sejalan dengan adagium Romawi yang disampaikan Cicero (106-43 SM) dalam bukunya De Legibus, "Ubi societas, ibi ius".[37]

Download File Doc

[1]Djoko Soetono dan Achmad Sanusi dalam Moch. Hasan Wargakusumah, dkk., Bahan-bahan Perkuliahan (Course Materials) Bagian PIH, (Bandung: Penerbit FH-Unpad, 1976), hlm. 1-2.

[2]Muchtar, H., Dudu Duswara, dan Somad Rossana. Himpunan Kuliah Pengantar llmu Hukum, (Bandung: Universitas Langlangbuana, 1990), hlm. 1. Namun menurut Soebroto Brotodiredjo. Einfuchrung in die Recthwissenschaft-pun berasal dari Enzyklopaedia der Rechtswissemchaft.

[3]Tim, Buku Pedoman Penyelenggara Program Pendidikan, (Bandung: Universitas Padjadjaran, 1991). hlm. 45.

[4]J.B. Daliyo, dkk., Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Gramedia, 1989), hlm. 5.

[5]Achmad Sanusi. Pengantar Ilmu Hukum dan Pengantar Tata Hukum Indonesia, (Bandung: Tarsito, 1991), hlm. 5.  

[6]Ibid

[7]Op cit. hlm. 136.

[8]Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto, Perihal Kaedah Hukum, (Bandung: Alumni, 1982), hlm. 11.

[9]Ibid

[10]A. Siti Soetaml. szanmr Tara Huhum Indonesia. (Bandung: Eresco. 1992). hlm. 3.

[11]E. Utrecht, Pengantar dalam Hukum Indonesia, (Jakarta: Penerbitan Universitas. 1966). hlm. 75.

[12]Serjono Soekanto, Mengenal Sosiologi Hukum, (Bandung: Alumni, 1981). hlm. 13

[13]J.B. Daliyo, dkk., Op cit. him. 144.

[14]'Purnadi Purbacaraka, Op cit. him. 11.

[15]L.J. Van Apelodoorn, Inleiding tot de Studie van het Nederlandse Recht (Terjemahan Oetarid Sadino), (Jakarta: Pradnya Paramita, 1976), him. 13. Lihat juga Lili Rasjidi, Filsafat Hukum, Apakah Hukum itu? (Bandung: Remadja Katra, 1985), hlm. 1.

[16]W.L.G. Lemaire. Het Recht in lndonesie. 1955. hlm. 7.

[17]I. Kisch. Rechstwetenschap - Scientia ll, t.t., hlm. 313.

[18]Ensiklopedia Indonesia, (Jakarta: Penerbit Ichtiar Batu van Hove, 1982). hlm. 1344. '

[19]Encyclopaedie International, (USA: Lexicon Publ. Inc., 1979), p. 409.

[20]Winkler Prins, Encyclopaedie, (Amsterdam: Elsevier, 1952), p. 716.

[21]C.F.G. Sunaryati Hartono, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional, (Bandung: Alumni. 1991), hlm. 39.

[22]Sudiman Kartohadiprodjo, Pangantar Tara Hukum di Indonesia, Jilid 1, (Jakarta: FH-UI, 1956), hlm. 11.

[23]J.P.H. Bellefroid, Inleiding tot de Rechtstenschap in Nederland. 1952, hlm. 1.

[24]Hans Kelsen. General of Law and State, 1949, hlm. 3.

[25]E. Utrecht, Op cit, hlm. 13.

[26]'Purnadi Purbacaraka, Op cit, hlm. 37.

[27]R.H. Soebroto Brotodiredjo; Catatan Kuliah Perdana PIH, Bandung: Fakultas Hukum Universitas Langlangbuana, 5 dan 7 Oktober 1995.

[28]Sudiman Kartohadiprojo, Op cit, hlm. 23.

[29]P.J. Bouman. Algemene Maatschappijleer, 1949, hlm. 14.

[30]Sudiman Kartohadiprodjo, Op cit, hlm. 21.

[31]St. Munadjat Danusaputro. Hukum Lingkungan (l: Umum). (Bandung: Penerbit Binacipta, 1981), hlm. 7.

[32]Purnadi Purbacaraka, Op cit, hlm. 14.

[33]A.H. Maslow. Motivation and Personality, (New York: Harpes. 1954). p. 25.

[34]Mochtar Kusumaatmadja. Fungsi dan Perkembangan Hukum dalam Pembangunan Nasional, (Bandung: Binacipta, t. t.) hlm. 3.

[35]A.H. Post, Grundris der Ethnologischen. (Leipzig: Oldenburg, 1895), hlm. 8.

[36]N.S. Timasheff, An Introduction to the Sociolog of Law. (Cambridge, 1939), hlm. 273.

[37]Dudu Duswara Machmuddin, Pengantar Ilmu Hukum Sebuah Sketsa, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2010), hlm. 11.