Thursday, July 18, 2019

MENGUBAH ATAU MENAMBAH ISI GUGATAN


Perubahan gugatan dapat terjadi dengan mengubah atau menambah gugatan. Mengubah atau menambah gugatan merupakan suatu usaha yang dilakukan untuk mendapatkan hasil yang sempurna. Hal ini karena kurang cermat atau kurang teliti, atau karena kelupaan sehingga perlu melakukan pengubahan dan/atau menambah gugatan.
Pada satu sisi, melakukan pengubahan dan/atau menambah gugatan adalah hak penggugat. Meskipun demikian, dalam melakukan pengubahan dan/atau menambah gugatan dilakukan dengan tidak merugikan pihak lain. Dikatakan merupakan hak penggugat mempunyai pengertian bahwa hakim dan tergugat tidak boleh menghalangi atau melarang Pengguggat untuk menggunakan haknya, asalkan dalam kerangka hukum yang diperkenankan. Yang diperbolehkan adalah hak penggugat sebagaimana dikemukakan itu terbatas hanya terhadap pembolehan melakukan pengubahan atau menambah, termasuk mengurangi gugatan. Jadi, melakukan pengubahan dan/atau menambah gugatan tidak merugikan pihak tergugat.
Mengubah gugatan adalah pengubahan terhadap isi atau substansi gugatan sehingga berbeda dari isi atau substansi gugatan sebelumnya. Apakah isi atau substansi gugatan dapat diubah? HIR/RBg tidak mengatur tentang mengubah atau menambah gugatan. Menurut Pasal 127 Rv, pengubahan gugatan sepanjang pemeriksaan dibolehkan, asal tidak mengubah atau manambah petitum gugatan/tuntutan pokok (onderwerp van den eis). Pengertian anderwerp van den eis dalam praktik juga meliputi dasar tuntutan (posita, termasuk peristiwa-peristiwa yang menjadi dasar tuntutan). Misalnya, penggugat semula menuntut tergugat agar membayar utangnya atas dasar perjanjian utang piutang, kemudian diubah atas dasar perjanjian titipan utang penggugat pada tergugat. Perubahan demikian ini tidak diperkenankan.
Jadi, menurut Pasal 127 Rv, mengubah/menambah bahkan mengurangi gugatan merupakan hak penggugat sampai perkaranya diputus dengan persyaratan bahwa mengubah atau menambah gugatan itu tidak mengubah atau menambah tuntutan pokok (petitum) gugatannya. Oleh karena itu, dalam hal demikian persetujuan dari tergugat sangat penting.
Meskipun HIR/RBg tidak mengatur tentang perubahan gugatan, hakim dapat leluasa untuk menentukan sampai di mana perubahan gugatan diperkenankan. Sebagai patokannya adalah pengubahan atau penambahan gugatan diperkenankan dengan ketentuan bahwa kepentingan-kepentingan kedua belah pihak, baik kepentingan penggugat, dan terutama tergugat sebagai orang yang diserang, jangan sampai dirugikan. Atau secara leterlijk, pengubahan gugatan dapat berarti bahwa pengubahan terhadap posita atau petitum-nya sehingga mengurangi bagian posita atau petitum, menambah posita atau pilihan retitum serta dapat pula memperbaiki hal-hal tertentu yang bersifat teknis dalam gugatan (Lilik Mulyadi, 1999: 83). 
Dalam Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan, Buku II, hlm. 123, dikatakan bahwa pengubahan dan/atau penambahan gugatan diperkenankan asal diajukan pada sidang pertama di mana para pihak hadir, tetapi hal tersebut harus ditanyakan kepada pihak lawannya guna pembelaan kepentingannya pengubahan dan/atau penambahan gugat tidak boleh sedemikian rupa sehingga dasar pokok gugatan menjadi lain dari materi yang menjadi sebab perkara antara kedua belah pihak tersebut. Dalam hal demikian maka surat-surat harus dicabut.
Menurut Pasal 127 RV dikatakan bahwa tidak dibenarkan mengubah gugatan kalau pengubahan itu mengubah atau menambah pokok gugatan. Jadi, apakah gugatan itu boleh diubah atau tidak, maka hal itu merupakan batasan pokok pengubahan. Yang dimaksud dengan pokok gugatan adalah kejadian materiil gugatan (Soebekti), hal-hal yang menjadi dasar tuntutan (Soepomo), dasar tuntutan, termasuk peristiwa-peristiwa yang menjadi dasar tuntutan (Sudikno Mertokusumo), dan juga diartikan sebagai posita atau petitum gugatan (materi pokok gugatan). Secara umum pengertian pokok gugatan adalah materi pokok gugatan atau materi pokok tuntutan atau kejadian materiil pokok gugatan (Yahaya Harahap. 2007: 98).
Mengenai pengubahan gugatan, MA berpendapat bahwa pengubahan atau penambahan gugatan diperkenankan asal tidak mengubah dasar gugatan (posita) dan tidak merugikan kepentingan tergugat (Putusan MA tgl. 11 maret 1970 No. 454 K/Sip/1970). Kemudian, Putusan MA tgl. 6 Maret 1971 No. 209 K/Sip/1971 memutuskan bahwa penambahan gugatan tidak bertentangan dengan asas hukum acara perdata, asalkan tidak mengubah atau menyimpang dari kejadian materiil walaupun tidak ada tuntutan subsidair: untuk peradilan yang adil. Putusan MA No. 9343 K/Pdt/1984 tgl 19 September 1985 menyatakan bahwa sesuai jurisprudensi, perubahan tuntutan selama persidangan diperbolehkan.
Perubahan gugatan dilarang jika atas keadaan yang sama dimohon pelaksanaan suatu hak yang lain atau apabila penggugat mengemukakan keadaan yang baru sehingga terdapat petitum yang berbeda dari sebelumnya. Jadi, dapat disimpulkan bahwa melakukan pengubahan atau menambah suatu gugatan perdata diperbolehkan dengan ketentuan bahwa pengubahan itu tidak menyimpang dari kejadian materiil yang menjadi dasar gugatan/tuntutan dan tidak merugikan hak dari pihak lawan atau tergugat.
Sehubungan dengan hak tersebut, pertanyaannya adalah kapan hak tersebut dilaksanakan? Berdasarkan ketentuan Pasal 127 Rv dan dalam praktik peradilan, perubahan gugatan kemungkinan dapat dilakukan dengan batas waktu sebagai berikut.
  • Perubahan gugatan sebelum dikirimkan kepada pihak lawan. Dalam hal demikian, si penggugat dapat menghubungi petugas pengadian untuk mengganti gugatan dengan gugatan yang sudah diperbaiki.
  • Perubahan gugatan sesudah dikirimkan kepada pihak lawan. Kalau gugatan sudah terlanjur dikirim kepada pihak lawan, ada dua hal yang harus dipertimbangkan oleh Si penggugat; 
  1. Apabila perubahan bersifat fatal, dalam arti mengubah posita atau petitum yang sangat prinsip, surat gugatan harus dicabut terlebih dahulu. Meskipun kehilangan biaya pendaftaran dan nomor perkara, gugatan itu harus dicabut terlebih dahulu, karena kalau perkara sudah disidangkan, kecil kemungkinan disetujui hakim atau pihak lawan (tergugat). 
  2. Apabila perubahan tidak prinsip, perubahan dapat dilakukan pada sidang pertama atau tahap perdamaian/mediasi atau pada saat si tergugat belum meyampaikan jawaban. Dalam hal ini tidak diperlukan izin si tergugat dan bahkan pada tahap ini si penggugat mempunyai hak penuh untuk mencabut gugatannya.
  • Perubahan gugatan dalam tingkat persidangan. Sesuai dengan ketentuan Pasal 127 Rv penggugat pada prinsipnya dapat melakukan pengubahan gugatan saat perkaranya belum diputus. Hal ini berarti selama persidangan berlangsung penggugat berhak untuk mengajukan perubahan gugatan. Untuk itu perlu diperhatikan hal berikut.
  1. Jika perubahan gugatan sebelum si tergugat menyampaikan jawaban, si penggugat dapat menyampaikan kepada hakim tanpa perlu persetujuan dari si tergugat.
  2. Jika perubahan gugatan dilakukan setelah tergugat menyampaikan jawaban, terlebih dahulu harus mendapat persetujuan dari si tergugat. 
  3. Jika perubahan gugatan dilakukan pada tingkat pemeriksaan, terlebih dahulu harus mendapat persetujuan dari si tergugat (Achmad Fauzan, 2007: 7476).
Menurut Lilik Mulyadi (1999: 84), batas waktu melakukan perubahan gugatan pada prinsipnya dibagi dua tahap, yaitu berikut ini
  • Tahap sebelum tergugat mengajukan jawaban, maka perubahan itu tanpa izin tergugat.
  • Tahap sesudah tergugat mengajukan jawaban, maka perubahan itu hanya dapat dilakukan dengan seizin tergugat dengan mempertimbangkan hal sebagai berikut.
  1. Perubahan gugatan tidak menyebabkan kepentingan kedua belah pihak dirugikan, terutama terhadap kepentingan tergugat.
  2. Perubahan tidak menyinggung kejadian materiil sebagai penyebab timbulnya perkara. 
  3. Perubahan itu tidak boleh menimbulkan keadaan baru dalam positanya.
Batas waktu pengajuan perubahan gugatan, menurut Yahya Harahap (2007: 94), dapat tetjadi pada saat berikut
  • Sampai saat perkara diputus. Tenggang batas waktu ini ditegaskan dalam rumusan Pasal 127 Rv, yakni penggugat berhak mengajukan atau mengurangi tuntutan sampai saat perkara diputus.
  • Sampai pada hari sidang pertama. Mengenai hal ini ditegaskan dalam Buku Pedoman, yakni perubahan gugatan hanya boleh dilakukan pada sidang pertama dan disyaratkan para pihak harus hadir. Perubahan dalam tahap ini dianggap tidak realistis dan membatasi waktunya (reskriktif). 
  • Sampai tahap replik-duplik. Batas waktu ini dianggap lebih layak dan memadai menegakkan keseimbangan kepentingan para pihak. Dalam pratik peradilan cenderung menerapkannya, misalnya dalam putusan MA No. 546 K/Sip/1970, menggariskan perubahan gugatan tidak dapat dibenarkan apabila tahap pemeriksaan sudah selesai, konklusinya sudah dikemukakan, dan kedua belah pihak telah memohon putusan.
Dengan demikian, pengajuan perubahan gugatan harus melihat dari segi keseimbangan kepentingan dan keadilan. Perubahan gugatan tidak dibenarkan lagi apabila tahap pemeriksaan sudah selesai dan konklusi sudah diajukan pihak-pihak. Dalam hal demikian harus diperhatikan apakah pengajuan perubahan gugatan itu sebelum atau selama persidangan. Sebelum persidangan, apalagi belum sampai ke tangan tergugat, tidak perlu persetujuan tergugat. Namun apabila sudah sampai ke tangan si tergugat, bahkan persidangan sudah berjalan, perlu adanya persetujan dari tergugat.
Dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia (MARI) dinyatakan bahwa perubahan gugatan dapat dilakukan pada pengadilan tingkat pertama (PN) dan tingkat banding, asal pihak Tergugat diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya dan membela diri (Putusan MA No. 943 K/Sip/1984 tanggal 19 Setember 1985).
Pasal 127 Rv tidak mengajukan syarat formil pengajuan perubahan dan/atau penambahan gugatan, tetapi dalam praktek peradilan, syarat formil tersebut sebagai berikut:
  • Perubahan dan/atau menambah gugatan diperkenankan asalkan diajukan pada sidang pertama, di mana pihak tergugat juga hadir.
  • Ditanyakan dahulu kepada pihak lawannya guna pembelaan kepentingannya.
  • Perubahan dan/atau menambah gugatan tidak boleh mengubah dasar pokok gugatan. Kalau hal ini terjadi, gugatan harus dicabut terlebih dahulu.
  • Perubahan dan/atau menambah gugatan tidak menghambat acara pemeriksaan.
  • Perubahan dan/atau menambah gugatan diperkenankan sepenuhnya kepada wewenang hakim untuk mempertimbangkannya.

0 komentar:

Post a Comment