PENGATURAN CONTEMPT OF COURT DALAM HUKUM POSITIF INDONESIA (IUS CONSTITUTUM/IUS OPERATUM) DAN HUKUM YANG AKAN DATANG (IUS CONSTITUENDUM)
Di
Indonesia, pengaturan contempt of court dalam hukum positif (ius
constitutum/ius operatum) selintas diatur dalam ketentuan hukum materiil
(KUHP), hukum formal (KUHAP), maupun pengaturan di luar KUHP dan KUHAP,
untuk ius constituendum dalam RUU KUHAP Tahun 2012 dan RUU KUHP Tahun 2012. Pada KUHP diatur ketentuan Pasal 209, 210,
211, 212, 216, 217, 220, 221, 222, 223, 224, 233, 242, 420, 422, dan 522. Pada KUHAP diatur dalam ketentuan Pasal 217, 218. Kemudian ketentuan di luar KUHP dan KUHAP diatur dalam UU Nomor 14 Tahun 1985, UU Nomor 25 Tahun 2000 dan Keputusan Menteri. Kemudian dalam RUU KUHAP Tahun 2012 terdapat dalam ketentuan
Pasal 211, dan Pasal 212. Berikutnya, dalam RUU KUHP Tahun 2012 terdapat dalam ketentuan Pasal 326, Pasal 327, Pasal 328, Pasal 329,
Pasal 330, Pasal 331, Pasal 332, Pasal 333, Pasal 334, Pasal 335, Pasal 336, Pasal 337, Pasal 338, Pasal 413, Pasal 414, Pasal 418, Pasal 422, Pasal 434.
Ketentuan
hukum materiil dan hukum formal yang mengatur contempt of court dalam
kebijakan formulasi tersebut, relatif tidak dapat dilaksanakan untuk
“menjerat” pelaku tindak pidana contempt of court pada tahap
aplikatifnya. Tegasnya, dengan lain perkataan, dapat dikatakan bahwa
kenyataannya hingga saat ini, Indonesia masih belum memiliki perangkat
hukum tersendiri yang memadai untuk mengatur dan melindungi martabat,
keluhuran dan Wibawa peradilan dari berbagai tindakan berbagai pihak.
Indikasinya, relatif sedikit yang diadili karena melakukan contempt of
court. Konsekuensi logisnya, merupakan kebutuhan bersifat urgen, segera
dan mendesak untuk dilakukan kajian dan penelitian secara kritis,
akademis, dan bersifat komprehensif terhadap lahirnya eksistensi UU
tentang Tindak Pidana Penyelenggaraan Peradilan (Contempt of Court)
untuk menjaga keluhuran dan menegakkan martabat dan wibawa peradilan.
Apalagi hal yang berkaitan erat dengan contempt of court baru-baru terjadi di negara kita dimana seorang penasehat hukum/advokat telah melakukan tindak kekerasan terhadap salah seorang hakim dalam ruang persidangan. hal ini tentu telah mencederai dunia peradilan di Indonesia untuk sekian kalinya oleh karenanya diperlukan suatu perangkat hukum yang lengkap guna menjamin keamanan serta dapat memastikan persidangan dapat berjalan dengan lancar.
0 komentar:
Post a Comment