Wednesday, June 17, 2020

PENJELASAN LENGKAP : TENTANG JENIS-JENIS PUTUSAN HAKIM




Putusan pengadilan diatur dalam Pasal 185 HIR/Pasal 196 RBg Pasal 46-68 RV. Menurut HIR/RBg putusan pengadilan dapat dibedakan atas dua macam, yaitu putusan akhir dan putusan bukan akhir. Putusan sela dikenal juga sebagai putusan provisional. Putusan sela banyak digunakan dalam acara singkat dan dijatuhkan karena harus segera diambil tindakan. Dalam ilmu hukum acara perdata dikenal beberapa macam putusan, seperti putusan kontrakdiktoir, putusan insidentil, putusan preparatoir, putusan bersifat deklaratoir, putusan bersifat konstitutif, dan putusan bersifat condemnatoir. Jenis putusan ini tidak dikenal dalam HIR/RBg, tetapi kemudian ada yang sudah terserap.
Mengenai jens-jenis putusan hakim/pengadilan dapat dibedakan melalui pembagian yang ditinjau dari berbagai segi, sebagai berikut: [1]
  • Di lihat dari fungsinya, yaitu mengakhiri sengketa atau perkara, dibedakan atas dua macam putusan akhir dan putusan sela.
  • Di lihat dari segi ketidakhadiran para pihak di persidangan, dibedakan atas putusan gugur, putusan verstek, dan putusan kontrakdiktoir.
  • Di lihat dari segi isinya terhadap gugatan (positif dan negatif) dibedakan atas Tidak menerima gugatan, menolak gugatan, Mengabulkan gugatan untuk sebagaian, mengabulkan gugatan untuk seluruhnya.
  • Di lihat dri segi sifatnya terhadap hukum yang ditimbulkan dapat dibedakan atas putusan diklataoir, putusan konstitutif. dan putusan kondemnatoir.

1. Putusan Akhir

Putusan akhir yang disebut dengan istilah ein vonnis atau final judment, adalah putusan yang mengakhiri perkara di persidangan. Putusan-putusan hakim diatur dalam Pasal 185 HIR/Pasal 196 RBg dan Pasal 46-Pasal 68 RV.

a. Ditinjau dari segi isi, putusan dapat berupa berikut ini. 

1) Putusan tidak menerima, yaitu putusan hakim yang mengakhiri perkara yang menyatakan bahwa hakim tidak menerima gugatan Penggugat karena gugatan tidak memenuhi syarat hukum, baik secara formil atau materil.
2) Putusan menolak gugatan Penggugat, yaitu putusan hakim setelah semua tahap pemeriksaan yang ternyata dalil-dalinya tidak terbukti. 
3) Putusan mengabulkan gugatan dapat dibedakan atas: 
a) Mengabulkan gugatan untuk sebagian dan menolat/tidak menerima selebihnya, putusan hakim yang mengakhiri perkara karena dalil gugat ada yang terbukti dan ada yang tidak terbukti atau tidak memenuhi syarat, terhadap dalil gugat yang terbukti tuntutannya dikabulkan, dalil gugat yang tidak terbukti tuntutannya ditolak, dan dalil gugat yang tidak memenuhi syarat diputus tidak diterima.
b) Mengabulkan gugatan seluruhnya, putusan hakim yang dijatuhkan apabila syarat-syarat gugat telah terpenuhi dan semua dalil-dalil yang mendukung petium terbukti.

b. Ditinjau dari segi sifatnya, putusan dapat berupa berikut ini:

1) Putusan condemnatoir atau condemnatory judgement, yaitu putusan yang bersifat menghukum salah satu pihak untuk melakukan atau menyerahkan sesuatu kepada pihak lawan. Jadi, putusan ini hanya menerangkan dan menegaskan suatu keadaan hukum. Contohnya adalah menghukum A untuk menyerahkan sesuatu (rumah atau sebidang tanah) atau membayar sejumlah uang untuk membayar utang. 
2) Putusan deklaratoir (declaratoir vonnis), yaitu putusan yang hanya menyatakan suatu keadaan atau menguatkan suatu fakta hukum tertentu. Misalnya A adalah ahli waris dari B atau C adalah anak angkat D.
3) Putusan konstitutif (constitutive vonnis atau constitutive judgement), yaitu putusan yang meniadakan atau menciptakan atau menimbulkan suatu keadaan hukum baru yang berbeda dengan keadaan sebelumnya. Contohnya adalah dalam putusan perceraian atau putusan peradialan niaga yang menyatakan suatu perusahaan pailit.

c. Berdasarkan faktor ketidakhadiran tanpa alasan yang sah, sebelum tahap akhir dari tahap-tahap pemeriksaan, dijatuhkan putusan yang mengakhiri pemeriksaan, yaitu: 

1) Putusan gugur, yaitu putusan yang dijatuhkan hakim di mana pada sidang yang ditentukan Penggugat tidak datang atau tidak menyuruh wakilnya, pada hal telah dipanggil dengan patut.
2) Putusan verstek, yaitu putusan yang dijatuhkan hakim Tergugat tidak hadir tanpa alasan yang sah dipersidangan, pada hal telah dipanggil dengan patut.
3) Putusan contradiktoir (contradictoir vonnis), putusan yang dijatuhkan salah satu atau kedua pihak tidak hadir dipersidangan.

2. Putusan Bukan Akhir (Putusan Sela)

Putusan yang bukan putusan akhir, lazim disebut dengan istilah putusan sela, putusan antara, tussen vonnis, putusan sementara, atau interlocutoir vonnis. Putusan sela banyak digunakan dalam acara singkat dan dijatuhkan karena harus diambil tindakan. Putusan sela adalah putusan yang dijatuhkan itu masih dalam proses pemeriksaan perkara yang belum mengakhiri perkara, melainkan hanya dimaksudkan untuk memperlancar perkara menuju kepada pengambilan keputusan akhir. Putusan sela disebut juga putusan sementara atau putusan insidentil (incidentil vonnis) atau putusan provisional (Pasal 180 HIR).
Menurut Pasal 48 RV disebutkan bahwa sebelum hakim mengambil putusan akhir, hakim dapat mengambil putusan persiapan atau putusan sela. Selanjutnya dijelaskan bahwa putusan persiapan mencakup putusan-putusan dan surat-surat perintah yang dikeluarkan untuk memberi petunjuk mengenai perkara dan bermaksud mempersiapkan keputusan akhir tanpa mempengaruhi pokok perkaranya. Putusan sela mencakup putusan-putusan dan surat-surat yang memberi jalan kepada hakim sebelum memutus perkara yang bersangkutan memperoleh bukti, memerintahkan suatu penyelidikan ataupun pengarahan yang dapat menentukan dalam pengambilan keputusan. Selain itu putusan insidentil karena gugatan antara (insidentil).
Pada dasarnya putusan sela dapat berupa berikut ini.

a. Putusan preparatoir

Putusan preparatoir, yaitu putusan sela sebagai persiapan putusan akhir yang tidak berpengaruh terhadap pokok perkara atau putusan akhir, misalnya tentang penggabungan perkara, pemeriksaan saksi.

b. Putusan Interlocutoir

Putusan Interlocutoir, yaitu bentuk khusus putusan sela yang isinya memerintahkan pembuktian, misalnya: memerintahkan pendengaran saksi, pemeriksaan setempat, memerintahkan pengucapan sumpah baik sumpah penentu atau tambahan, pemeriksaan pembukuan perusahaan.

c. Putusan Insidentil (incidentele vonnis)

Putusan Insidentil, yaitu putusan sela yang berkaitan dengan insiden, yaitu peristiwa yang untuk sementara waktu menghentikan pemeriksaan yang tidak berkaitan dengan pokok perkara. Misalnya: putusan tentang sita jaminan dari pemohon, putusan tentang gugat prodeo, putusan eksepsi tidak berwenang.

d. Putusan Provisi (provisionele beschikking, provionele vonnis = tuntutan sementara)

Putusan Provisi, yaitu putusan sela yang berisi tindakan sementara menunggu sampai putusan akhir mengenai pokok perkara. Dengan demikian, putusan provisi tidak boleh mengenai pokok perkara hanya terbatas mengenai tindakan sementara yang melarang melanjutkan suatu kegiatan, misalnya melarang meneruskan pembangunan di atas tanah terperkara. Putusn provisi dijatuhkan hakim berdasarkan gugatan provisi (provisionele eis, provisionele verdering). Jadi, putusan provisi diartikan putusan sela yang menjawab gugatan provisionil. Gugatan/tuntutan provosisi adalah tuntutan dari salah satu pihak yang berperkara agar hakim mengambil tindakan sementara sebelum putusan akhir dijatuhkan. Menurut Sudikno Mertokusumo menyatakan putusan provisi adalah putusan yang menjawab putusan provisi, yaitu permintaan pihak yang bersangkutan agar sementara diadakan tindakan pendahuluan guna kepentingan salah satu pihak sebelum putusan akhir dijatuhkan. MA dalam Surat Edarannya No. 4 Tahun 1965 tertanggal 30 Desember 1965 menyebutkan bahwa tuntutan provisionil dimaksudkan putusan sela. Di dalam putusan MA 1967 K/Pdt/1995, tanggal 4 Juni 1998 disebutkan bahwa tuntutan provionil adalah suatu tuntutan agar diadakan tindakan pendahuluan yang bersifat sementara, tuntutan mana yang harus dipenuhi sebelum memeriksa pokok perkara. Tuntutan provisi muncul karena suatu peristiwa pada saat perkara berlangsung, yang memerlukan penanganan segera diputus oleh hakjm selama proses berlangsung. Tututan provisionil tidak termasuk dalam ruang lingkup perkara, meskipun selalu terkait dengan pokok perkara.

Download File Doc. di Sini

Referensi
------------
[1] Djamanat Samosir, Hukum Acara Perdata: Tahap-Tahap Penyelesaian Perkara Perdata, (Bandung: Nuansa Aulia, 2011), h. 294-298

0 komentar:

Post a Comment