Tuesday, July 9, 2019

SYARAT-SYARAT AKAD EKONOMI SYARIAH


Terdapat beberapa syarat yang harus ada dalam akad, di antaranya yaitu: 1). Syarat umum, yaitu syarat-syarat yang wajib sempuma wujudnya dalam segala macam akad, 2). Syarat khusus, yaitu syarat-syarat yang diisyaratkan wujudnya dalam sebagian akad, tidak dalam sebagian yang lain. Syarat-syarat ini biasa juga disebut syarat tambahan (syarat idhafiyah) yang harus ada di samping syarat-syarat umum, seperti adanya mahar (maskawin) untuk terjadinya nikah, tidak boleh adanya ta’liq dalam akad muawadhah dan akad tamlik, seperti jual beli dan hibah. Ini merupakan syarat-syarat idhafiyah. 
Sedangkan syarat-syarat yang harus terdapat dalam segala macam akad adalah: 1). Ahliyatul ‘aqidain (kedua pihak yang melakukan akad cakap bertindak atau ahli), 2). Qobiliyatul mahallil aqdi li hukmihi (yang dijadikan objek akad dapat menerima hukuman), 3). Al-Wilyatus syar’iyah fi maudhu’il aqdi (akad itu diizinkan oleh syara’ dilakukan oleh orang yang mempunyai hak melakukannya dan melaksanakannya, walau dia bukan si ‘aqid sendiri), 4). Alla yakunal ‘aqdu au madhu’uhu mamnu’an binashshin syar’iyiin (janganlah akad itu yang dilarang syari’) seperti bai’ munabadzah; 5). Kaunul ‘aqdi mufidan (akad itu memberikan faedah); 6). Baqaul ijabi shalihan ila mauqu’il qabul (ijab berjalan terus, tidak dicabut, sebelum terjadi kabul); dan 7). Ittihadu Majalisil ‘aqdi (bertemu di majelis akad). Maka ijab menjadi batal apabila berpisah salah seorang dari yang lain dan belum terjadi kabul. 
Akad tidak sah apabila bertentangan dengan:[1] 1). Syariat Islam, 2). Peraturan perundang-undangan; 3). Ketertiban umum, dan/atau 4). Kesusilaan. Adapun hukum akad meliputi:[2] 1). Akad yang sah, adalah akad yang terpenuhi rukun dan syarat-syaratnya, 2). Akad yang fasad (dapat dibatalkan), adalah akad yang terpenuhi rukun dan syaratsyaratnya tetapi terdapat segi atau hal lain yang merusak akad tersebut karena pertimbangan mashlahat, dan 3). Akad yang batal (batal demi hukum) yaitu akad yang kurang rukun dan/atau syarat-syaratnya. 
Pada prinsipnya tindakan hukum seseorang akan dianggap sah, kecuali ada halangan-halangan yang dapat dibuktikan. Tindakan hukum seseorang yang telah baligh dapat dinyatakan tidak sah atau dapat dibatalkan apabila dapat dibuktikan adanya halangan-halangan (impediments) sebagai berikut:[3] 1). Minors (masih di bawah umur) atau safih; 2). Insanity/junun (kehilangan kesadaran atau gila); 3). Idiocy/ ’Atah (Idiot); 4). Prodigality/Safah (royal/boros); 5). Unconsciusness/ Ighma (kehilangan kesadaran); 6). Sleep/Naum (tertidur dalam keadaan tidak gelap); 7). Error/Khata dan Forgetfulnes/Nisyan (kesalahan dan terlupa; dan 8). Acquired Defects/’Awarid Muktasabah (memiliki kekurangan, kerusakan (akal) atau kehilangan). Kerusakan atau terganggunya akal seseorang dapat dikarenakan oleh intoxication/sukr (mabuk, keracunan obat, dan sebagainya) atau karena Ignorance/jahl (ketidaktahuan atau kelalaian). 

BACA JUGA Kedudukan Akad dalam Sistem Ekonomi Syariah
Oleh karena itu, selain dilihat dari tahapan kedewasaan seseorang, dalam suatu akad, kondisi psikologis seseorang perlu juga diperhatikan untuk mencapai sahnya suatu akad. Hamzah Ya’kub mengemukakan syarat subjek akad adalah:[4] a). Aqil (berakal), yaitu orang yang bertransaksi haruslah berakal sehat, bukan orang gila, terganggu akalnya, ataupun kurang akalnya karena masih di bawah umur, sehingga dapat mempertanggungjawabkan transaksi yang dibuatnya; b). tamyiz (dapat membedakan), yaitu orang yang bertransaksi haruslah dalam keadaan dapat membedakan yang baik dan yang buruk, sebagai pertanda kesadarannya sewaktu bertransaksi; c). Mukhtar (bebas dari paksaan), yaitu syarat ini didasarkan oleh ketentuan QS. An Nisaa’ ayat (4) dan Hadis Nabi saw., yang mengemukakan prinsip An-taradhin (rela sama rela). Hal ini berarti para pihak harus bebas dalam bertransaksi, lepas dari paksaan, dan tekanan

Catatan kaki
1 KHES, Pasal 26 (a, b, c, dan d)
2 KHES, Pasal 27 dan 28. 
3 Gemala Dewi dkk., Op. Cit, hlm. 54-55. 
4 Hamzah Ya'qub, Kode Erik Dagang Menurut Islam Pola Pembinaan Hidup dalam Berekonomi (Bandung: CV Diponegoro, 1984), him. 79.

0 komentar:

Post a Comment