KEDUDUKAN AKAD DALAM SISTEM EKONOMI SYARIAH
Kedudukan akad
dalam sistem ekonomi syariah adalah penting ditinjau dari fungsi dan
pengaruhnya. Sehingga suatu akad (transaksi) dapat dikatakan sah jika
akad yang dilaksanakan itu terpenuhi syarat dan rukun sebagaimana telah
diuraikan di artikel sebelumnya. Pengaruh-pengaruh umum yang berlaku
pada semua akad (transaksi) dalam sistem ekonomi syariah menurut Hasbi
Ash-Shiddieqy adalah terbagi dua, yakni: [1] 1).
Lafadh (langsung terlaksana), yaitu akad yang dilakukan langsung
menghasilkan sejak mulai akad. Dengan terjadinya akad maka terjadilah
apa yang dimaksud dalam isi akad itu, seperti akad jual beli, dimana
akad ini memindahkan barang yang dijual kepada pembeli dan alat
pembayarannya berpindah ke tangan penjual, 2). Ilzam, hal ini
menimbulkan itizam bagi salah satu ‘aqid kepada ‘aqid yang lain atau
objek masing-masing dan syarat-syarat yang disepakati untuk berakad dan
ikatan ini tidak dapat dibatalkan oleh salah satu pihak tanpa disetujui
oleh pihak lain yang bersangkutan. Contoh iltizam adalah kewajiban
menyerahkan barang yang telah dijual, membayar harga barang sesuai
kesepakatan, tidak menjual barang titipan (wadi’ah) dan lain-lain.
BACA JUGA Syarat-syarat Akad Ekonomi Syariah
BACA JUGA Syarat-syarat Akad Ekonomi Syariah
Para
ulama berbeda pendapat kapan akad tidak memiliki sifat luzum, menurut
Mazhab Syafl’i dan Hanbali sifat Luzum dikenai setelah majelis akad
bubar. Sebelum mereka berpisah, maka masing-masing ‘aqid boleh mencabut
akadnya atau disebut dengan istilah khiyar. Pendapat ini berdasar hadis:
“penjual dan pembeli boleh berkhiyar, selama mereka belum berpisah”.
Sedangkan ulama Hanafiyah dan Malikiyah berpendapat bahwa akad dipandang
sah dan berlaku serta tidak dapat diganggu gugat lagi setelah
terjadinya kabul.[2]
Catatan kaki
1 Hasbi Ash-Shiddieqy, dalam Muhammad Firdaus, NH, dkk, Op. Cit., hlm. 20-21.
2 Ibid
0 komentar:
Post a Comment