Tuesday, July 9, 2019

KEDUDUKAN AKAD DALAM SISTEM EKONOMI SYARIAH


 
Kedudukan akad dalam sistem ekonomi syariah adalah penting ditinjau dari fungsi dan pengaruhnya. Sehingga suatu akad (transaksi) dapat dikatakan sah jika akad yang dilaksanakan itu terpenuhi syarat dan rukun sebagaimana telah diuraikan di artikel sebelumnya. Pengaruh-pengaruh umum yang berlaku pada semua akad (transaksi) dalam sistem ekonomi syariah menurut Hasbi Ash-Shiddieqy adalah terbagi dua, yakni: [1] 1). Lafadh (langsung terlaksana), yaitu akad yang dilakukan langsung menghasilkan sejak mulai akad. Dengan terjadinya akad maka terjadilah apa yang dimaksud dalam isi akad itu, seperti akad jual beli, dimana akad ini memindahkan barang yang dijual kepada pembeli dan alat pembayarannya berpindah ke tangan penjual, 2). Ilzam, hal ini menimbulkan itizam bagi salah satu ‘aqid kepada ‘aqid yang lain atau objek masing-masing dan syarat-syarat yang disepakati untuk berakad dan ikatan ini tidak dapat dibatalkan oleh salah satu pihak tanpa disetujui oleh pihak lain yang bersangkutan. Contoh iltizam adalah kewajiban menyerahkan barang yang telah dijual, membayar harga barang sesuai kesepakatan, tidak menjual barang titipan (wadi’ah) dan lain-lain.  

BACA JUGA Syarat-syarat Akad Ekonomi Syariah 
 
Para ulama berbeda pendapat kapan akad tidak memiliki sifat luzum, menurut Mazhab Syafl’i dan Hanbali sifat Luzum dikenai setelah majelis akad bubar. Sebelum mereka berpisah, maka masing-masing ‘aqid boleh mencabut akadnya atau disebut dengan istilah khiyar. Pendapat ini berdasar hadis: “penjual dan pembeli boleh berkhiyar, selama mereka belum berpisah”. Sedangkan ulama Hanafiyah dan Malikiyah berpendapat bahwa akad dipandang sah dan berlaku serta tidak dapat diganggu gugat lagi setelah terjadinya kabul.[2]

Catatan kaki
1 Hasbi Ash-Shiddieqy, dalam Muhammad Firdaus, NH, dkk, Op. Cit., hlm. 20-21. 
2 Ibid

0 komentar:

Post a Comment