Tuesday, July 9, 2019

LEGAL REASONING DAN KEMANFAATAN HUKUM


 Ajaran Cita Hukum (Idee des Recht) menyebutkan adanya tiga unsur cita hukum yang harus ada secara proporsional, yaitu kepastian hukum (rechtssicherkeit) , keadilan hukum (gerechtigkeit) dan kemanfaatan hukum (zweckmasigkeit). Sekiranya dikaitkan dengan teori penegakan hukum sebagaimana disampaikan oleh Gustav Radbruch dalam idee des recht yaitu penegakan hukum harus memenuhi ketiga asas tersebut.  
Peranan pengadilan (hakim) dalam mewujudkan kepastian hukum, keadilan dan kernanfaatan antara lain dapat dilihat dari putusan-putusan yang telah dijatuhkan. Proses peradilan sangat tergantung pada hakim di pengadilan berkaitan dengan bagaimana hakim melaksanakan tugas dan fungsinya. Peranan hakim sangat mulia dan terhormat dalam masyarakat dan negara.  
Hakim sebagai salah satu pejabat kekuasaan kehakiman yang melaksanakan proses peradilan tentunya mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap lahirnya putusan. Putusan yang dihasilkan oleh hakim di pengadilan idealnya tidak menimbulkan masalah-masalah baru di kemudian hari dalam masyarakat. Hal ini berarti bahwa kualitas putusan hakim berpengaruh penting pada lingkungan masyarakat dan berpengaruh pada kewibawaan dan kredibilitas lembaga pengadilan itu sendiri.  
Hakim dalam membuat putusan tidak hanya melihat kepada hukum (system denken) tetapi juga harus bertanya pada hati nurani dengan cara memerhatikan keadilan dan kemanfaatan ketika putusan itu telah dijatuhkan (problem denken). Akibat putusan hakim yang hanya menerapkan pada hukum tanpa menggunakan hati nuraninya akan berakibat pada kegagalan menghadirkan keadilan dan kemanfaatan.  
Hasil survei yang dilakukan oleh International Transpararency berkaitan dengan realitas praktik hukum di lapangan ternyata dicirikan dengan ketidakpuasan masyarakat terhadap putusan-putusan pengadilan yang dinilai tidak adil, tidak jujur, memihak, tidak sesuai dengan hukum yang ada. Ketidakpuasan masyarakat ini mengakibatkan merosotnya wibawa hukum dan lembaga peradilan di Indonesia dan adanya semacam sikap kurang percaya masyarakat terhadap aparat penegak hukum yang berdampak pada keengganan untuk menyerahkan persoalan dan perlindungan kepentingan mereka kepada proses dan institusi hukum (pengadilan).  
Berbagai kritik yang muncul menunjukkan ketidakpercayaan terhadap penegakan hukum yang dilakukan oleh hakim dalam melahirkan putusan di pengadilan. Putusan hakim seringkali memunculkan tudingan sinis dari masyarakat. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya keluhan tentang putusan yang dianggap belum mencerminkan kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan. Putusan hakim harus dapat diterima oleh masyarakat. Pengertian dapat tidaknya diterima suatu putusan yaitu bahwa hendaknya jangan diartikan secara murni dan faktual karena hakim bukan corong undang-undang (bouche de la loi) dan juga bukan corong masyarakat (bouche de la société).  
Putusan hakim adalah merupakan cerminan kemampuan seorang hakim dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara. Putusan yang baik harus disusun dari fakta peristiwa dan fakta hukum yang lengkap, rinci, jelas, dan akurat yang diperoleh dalam persidangan yang termuat dalam Berita Acara Sidang (BAS). Putusan yang disusun secara runtut dan sistematis dengan bahasa yang baik dan benar berisi argumentasi hukum yang jelas, tepat, dan benar mencerminkan keprofesionalan seorang hakim, putusan demikian setidaknya dapat memberikan informasi yang jelas dan akurat dan mudah-mudahan pula memberikan kepuasan kepada para pihak, sehingga para pihak merasa puas dan menerima putusan tanpa melakukan upaya hukum lainnya yang menimbulkan penyelesaian perkara menjadi berlarut-larut.  

BACA JUGA Pengertian, Pendekatan dan Karakteristik Legal Reasoning Yang Baik
Tugas hakim menurut Hakim Agung Amerika Serikat, Oliver Wendell Holmes Jr., bahwa memutus bukan semata-mata proses silogisme matematis dan mekanis, namun sebuah makna yang sangat luas “... the life of the law has not been logic; it is has been expperience. The felt necessities of the time, the prevalent moral and political theories, institution of public policy avomed or unconscious, even the prejudices which judges share with their fellow ...” Holmes juga mengatakan, “The law embodies the story of a nation’s development through many centuries, and it can not be dealt with as if it contained only the axioms and corollaries of a book of mathematics”. Dengan demikian, putusan hakim merupakan cerrmin dari sikap, moralitas, serta penalaran.  
Di sinilah peranan penting dari logika hukum (legal reasoning) yang merupakan pencarian “reason” tentang hukum atau pencarian dasar tentang bagaimana seorang hakim memutuskan perkara/kasus hukum, seorang pengacara mengargumentasikan hukum dan bagaimana seorang ahli hukum menalar hukum. Logika hukum dikatakan sebagaj suatu kegiatan untuk mencari dasar hukum yang terdapat di dalam suatu peristiwa hukum, baik yang merupakan perbuatan hukum (perjanjian, transaksi perdagangan, dll.) ataupun yang merupakan kasus pelanggaran hukum (pidana, perdata, ataupun administratif) dan memasukkannya ke dalam peraturan hukum yang ada.  
Logika hukum berfungsi sebagai suatu metode untuk meneliti kebenaran atau ketepatan dari suatu penalaran, sedangkan penalaran adalah suatu bentuk dari pemikiran. Penalaran tersebut bergerak dari suatu proses yang dimulai dari penciptaan konsep (conceptus), diikuti oleh pembuatan pernyataan (propositio), kemudian diikuti oleh penalaran (ratio cinium, reasoning).  
Bagi para hakim logika hukum ini berguna dalam mengambil pertimbangan untuk memutuskan suatu kasus agar putusan yang dijatuhkan mengandung kemanfaatan. Kemanfaatan hukum perlu diperhatikan karena semua orang mengharapkan adanya mamfaat dalam pelaksanaan penegakan hukum. Jangan sampai penegakan hukum justru menimbulkan keresahan masyarakat. Karena kalau kita berbicara tentang hukum kita cenderung hanya melihat pada peraturan perundang-undangan, yang terkadang aturan itu tidak sempurna, mengandung penafsiran ganda dan tidak aspiratif dengan kehidupan masyarakat.  
Prof. Satjipto Raharjo, yang menyatakan bahwa: keadilan memang salah satu nilai utama, tetapi tetap di samping yang lain-lain, seperti kemanfaatan (utility, doelmatigheid). Olehnya itu di dalam penegakan hukum, perbandingan antara manfaat dengan pengorbanan harus proporsional.  
Mahkota Hakim yang terukir dalam putusan seyogianya harus memenuhi unsur nilai dasar kemanfaatan selain juga harus memenuhi unsur kepastian hukum dan keadilan, artinya putusan yang dijatuhkan harus bermanfaat bagi seluruh pihak dan tidak berpihak kepada siapa pun sehingga dapat dijadikan referensi oleh hakim lain untuk memutuskan suatu perkara dalam materi yang sama (yurisprudensi).  
Banyaknya keluhan-keluhan terhadap putusan hakim yang sekarang ini terjadi dan sangat ramai diperbincangkan dalam masyarakat, putusan yang tidak memenuhi rasa keadilan, kepastian dan kemanfaatan maupun putusan-putusan yang “kontroversial”. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya putusan hakim yang dibanding karena ketidakpuasan terhadap putusan hakim.  
Legal Reasoning memiliki peran sangat penting dalam memandu hakim untuk menentukan makna efektif dari hukum, karena Legal Reasoning memiliki posisi sentral yang sangat penting bagi hakim dalam menafsirkan hukum, bahkan merupakan roh dari setiap upaya penafsiran hukum yang dilakukan oleh hakim dalam menghasilkan suatu putusan. Putusan yang memberikan nilai manfaat akan sangat bergantung kepada penafsiran hakim melalui Legal Reasoning. 

Catan kaki
Satjipto Rahardjo. 1997. llmu Hukum. Bandung: Citra Aditya Bakti.  

0 komentar:

Post a Comment