LEGAL REASONING DAN KEMANFAATAN HUKUM
Ajaran
Cita Hukum (Idee des Recht) menyebutkan adanya tiga unsur cita hukum yang harus
ada secara proporsional, yaitu kepastian hukum (rechtssicherkeit) , keadilan
hukum (gerechtigkeit) dan kemanfaatan hukum (zweckmasigkeit). Sekiranya
dikaitkan dengan teori penegakan hukum sebagaimana disampaikan oleh Gustav
Radbruch dalam idee des recht yaitu penegakan hukum harus memenuhi ketiga asas
tersebut.
Peranan
pengadilan (hakim) dalam mewujudkan kepastian hukum, keadilan dan kernanfaatan
antara lain dapat dilihat dari putusan-putusan yang telah dijatuhkan. Proses
peradilan sangat tergantung pada hakim di pengadilan berkaitan dengan bagaimana
hakim melaksanakan tugas dan fungsinya. Peranan hakim sangat mulia dan
terhormat dalam masyarakat dan negara.
Hakim
sebagai salah satu pejabat kekuasaan kehakiman yang melaksanakan proses
peradilan tentunya mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap lahirnya
putusan. Putusan yang dihasilkan oleh hakim di pengadilan idealnya tidak
menimbulkan masalah-masalah baru di kemudian hari dalam masyarakat. Hal ini
berarti bahwa kualitas putusan hakim berpengaruh penting pada lingkungan
masyarakat dan berpengaruh pada kewibawaan dan kredibilitas lembaga pengadilan
itu sendiri.
Hakim
dalam membuat putusan tidak hanya melihat kepada hukum (system denken) tetapi
juga harus bertanya pada hati nurani dengan cara memerhatikan keadilan dan
kemanfaatan ketika putusan itu telah dijatuhkan (problem denken). Akibat
putusan hakim yang hanya menerapkan pada hukum tanpa menggunakan hati nuraninya
akan berakibat pada kegagalan menghadirkan keadilan dan kemanfaatan.
Hasil
survei yang dilakukan oleh International Transpararency berkaitan dengan
realitas praktik hukum di lapangan ternyata dicirikan dengan ketidakpuasan
masyarakat terhadap putusan-putusan pengadilan yang dinilai tidak adil, tidak
jujur, memihak, tidak sesuai dengan hukum yang ada. Ketidakpuasan masyarakat
ini mengakibatkan merosotnya wibawa hukum dan lembaga peradilan di Indonesia
dan adanya semacam sikap kurang percaya masyarakat terhadap aparat penegak
hukum yang berdampak pada keengganan untuk menyerahkan persoalan dan
perlindungan kepentingan mereka kepada proses dan institusi hukum (pengadilan).
Berbagai
kritik yang muncul menunjukkan ketidakpercayaan terhadap penegakan hukum yang
dilakukan oleh hakim dalam melahirkan putusan di pengadilan. Putusan hakim
seringkali memunculkan tudingan sinis dari masyarakat. Hal ini dapat dibuktikan
dengan adanya keluhan tentang putusan yang dianggap belum mencerminkan
kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan. Putusan hakim harus dapat diterima
oleh masyarakat. Pengertian dapat tidaknya diterima suatu putusan yaitu bahwa
hendaknya jangan diartikan secara murni dan faktual karena hakim bukan corong
undang-undang (bouche de la loi) dan juga bukan corong masyarakat (bouche de la
société).
Putusan
hakim adalah merupakan cerminan kemampuan seorang hakim dalam memeriksa,
mengadili, dan memutus perkara. Putusan yang baik harus disusun dari fakta
peristiwa dan fakta hukum yang lengkap, rinci, jelas, dan akurat yang diperoleh
dalam persidangan yang termuat dalam Berita Acara Sidang (BAS). Putusan yang
disusun secara runtut dan sistematis dengan bahasa yang baik dan benar berisi
argumentasi hukum yang jelas, tepat, dan benar mencerminkan keprofesionalan
seorang hakim, putusan demikian setidaknya dapat memberikan informasi yang
jelas dan akurat dan mudah-mudahan pula memberikan kepuasan kepada para pihak,
sehingga para pihak merasa puas dan menerima putusan tanpa melakukan upaya
hukum lainnya yang menimbulkan penyelesaian perkara menjadi berlarut-larut.
BACA JUGA Pengertian, Pendekatan dan Karakteristik Legal Reasoning Yang Baik
BACA JUGA Pengertian, Pendekatan dan Karakteristik Legal Reasoning Yang Baik
Tugas
hakim menurut Hakim Agung Amerika Serikat, Oliver Wendell Holmes Jr., bahwa
memutus bukan semata-mata proses silogisme matematis dan mekanis, namun sebuah
makna yang sangat luas “... the life of the law has not been logic; it is has
been expperience. The felt necessities of the time, the prevalent moral and political
theories, institution of public policy avomed or unconscious, even the
prejudices which judges share with their fellow ...” Holmes juga mengatakan,
“The law embodies the story of a nation’s development through many centuries,
and it can not be dealt with as if it contained only the axioms and corollaries
of a book of mathematics”. Dengan demikian, putusan hakim merupakan cerrmin
dari sikap, moralitas, serta penalaran.
Di
sinilah peranan penting dari logika hukum (legal reasoning) yang merupakan
pencarian “reason” tentang hukum atau pencarian dasar tentang bagaimana seorang
hakim memutuskan perkara/kasus hukum, seorang pengacara mengargumentasikan
hukum dan bagaimana seorang ahli hukum menalar hukum. Logika hukum dikatakan
sebagaj suatu kegiatan untuk mencari dasar hukum yang terdapat di dalam suatu
peristiwa hukum, baik yang merupakan perbuatan hukum (perjanjian, transaksi
perdagangan, dll.) ataupun yang merupakan kasus pelanggaran hukum (pidana,
perdata, ataupun administratif) dan memasukkannya ke dalam peraturan hukum yang
ada.
Logika
hukum berfungsi sebagai suatu metode untuk meneliti kebenaran atau ketepatan
dari suatu penalaran, sedangkan penalaran adalah suatu bentuk dari pemikiran.
Penalaran tersebut bergerak dari suatu proses yang dimulai dari penciptaan
konsep (conceptus), diikuti oleh pembuatan pernyataan (propositio), kemudian
diikuti oleh penalaran (ratio cinium, reasoning).
Bagi
para hakim logika hukum ini berguna dalam mengambil pertimbangan untuk
memutuskan suatu kasus agar putusan yang dijatuhkan mengandung kemanfaatan.
Kemanfaatan hukum perlu diperhatikan karena semua orang mengharapkan adanya
mamfaat dalam pelaksanaan penegakan hukum. Jangan sampai penegakan hukum justru
menimbulkan keresahan masyarakat. Karena kalau kita berbicara tentang hukum
kita cenderung hanya melihat pada peraturan perundang-undangan, yang terkadang
aturan itu tidak sempurna, mengandung penafsiran ganda dan tidak aspiratif
dengan kehidupan masyarakat.
Prof.
Satjipto Raharjo, yang menyatakan bahwa: keadilan memang salah satu nilai
utama, tetapi tetap di samping yang lain-lain, seperti kemanfaatan (utility,
doelmatigheid). Olehnya itu di dalam penegakan hukum, perbandingan antara
manfaat dengan pengorbanan harus proporsional.
Mahkota
Hakim yang terukir dalam putusan seyogianya harus memenuhi unsur nilai dasar
kemanfaatan selain juga harus memenuhi unsur kepastian hukum dan keadilan,
artinya putusan yang dijatuhkan harus bermanfaat bagi seluruh pihak dan tidak
berpihak kepada siapa pun sehingga dapat dijadikan referensi oleh hakim lain
untuk memutuskan suatu perkara dalam materi yang sama (yurisprudensi).
Banyaknya
keluhan-keluhan terhadap putusan hakim yang sekarang ini terjadi dan sangat
ramai diperbincangkan dalam masyarakat, putusan yang tidak memenuhi rasa
keadilan, kepastian dan kemanfaatan maupun putusan-putusan yang
“kontroversial”. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya putusan hakim yang
dibanding karena ketidakpuasan terhadap putusan hakim.
Legal
Reasoning memiliki peran sangat penting dalam memandu hakim untuk menentukan
makna efektif dari hukum, karena Legal Reasoning memiliki posisi sentral yang
sangat penting bagi hakim dalam menafsirkan hukum, bahkan merupakan roh dari
setiap upaya penafsiran hukum yang dilakukan oleh hakim dalam menghasilkan suatu
putusan. Putusan yang memberikan nilai manfaat akan sangat bergantung kepada
penafsiran hakim melalui Legal Reasoning.
Catan
kaki
Satjipto
Rahardjo. 1997. llmu Hukum. Bandung: Citra Aditya Bakti.
0 komentar:
Post a Comment