Thursday, March 14, 2019

TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DI INDONESIA


Masih banyak anggota masyarakat, termasuk di antaranya adalah para aparat penegak hukum yang belum memahami apa yang dimaksud dengan PENCUCIAN UANG. Suatu pengertian baru di bidang hukum akan tetapi sudah lama menjadi praktik kotor dari para pelaku kejahatan, terutama di luar Indonesia.  
Dalam Pasal 1 angka 1 disebutkan bahwa Pencucian uang adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini. Dari ketentuan ini tentu akan membuat bingung bagi yang membacanya, sehingga perlu kiranya kita membaca secara keseluruhan dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 yang merupakan perubahan dari Undang-Undnag Nomor 15 Tahun 2002 tentang Pencucian Uang.
Sebelum membahas mengenai tindak pidananya, maka perlu dicermati pula ketentuan Pasal 2 yang menyebutkan sebagai berikut:  
(1) Hasil tindak pidana adalah harta kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana: 
a. Korupsi; 
b. Penyuapan; 
c. Narkotika; 
d. Psikotropika; 
e. Penyelundupan tenaga kerja; 
f.  Penyelundupan imigran; 
g. Di bidang perbankan; 
h. Di bidang pasar modal; 
i.  Di bidang perasuransian; 
j.  Kepabeanan; 
k. Cukai; 
l.  Perdagangan orang; 
m.Perdagangan senjata gelap; 
n. Terorisme; 
o. Penculikan; 
q. Pencurian; 
r.  Penggelapan; 
s. Penipuan; 
t.  Pemalsuan uang; 
u. Perjudian; 
v. Prostitusi; 
w.Di bidang perpajakan;  
x. Di bidang kehutanan;  
y. Di bidang lingkungan hidup; 
z. Di bidang kelautan dan perikanan, atau;
Tindak pidana lain yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat tahun atau lebih; 
yang dilakukan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tindak pidana tersebut juga merupakan tindak pidana menurut hukum Indonesia; 
(2) Harta kekayaan yang diketahui atau patut diduga akan digunakan dan/ atau digunakan secara langsung atau tidak langsung untuk kegiatan terorisme, organisasi teroris atau teroris perseorangan disamakan sebagai hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf n;
Dari ketentuan Pasal 2 tersebut, di dalam penjelasannya ada beberapa hal yang perlu mendapat penjelasan lebih lanjut, yaitu,  
  1. Yang dimaksud dengan PENYUAPAN adalah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Tindak Pidana Suap; Sampai dengan saat ini belum ada undang-undang khusus yang mengatur mengenai tindak pidana suap, yang ada adalah tindak pidana suap dipersamakan dengan gratifikasi, sebagaimana diatur dalam Pasal 5 sampai dengan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; 
  2. Yang dimaksud dengan penyelundupan tenaga kerja adalah penyelundupan tenaga kerja adalah penyelundupan tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai penempatan dan perlindungan tenaga Indonesia di luar negeri. Untuk ketenagakerjaan, Indonesia telah memiliki Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan, akan tetapi di dalam undang-undang tersebut sama sekali tidak ditemukan adanya pengertian dan penjelasan dari kata penyelundupan tenaga kerja dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang TPPU juga tidak memberi penjelasan seacara lengkap dari pengertian kata penyelundupan tenaga kerja;  
  3. Yang dimaksud dengan penyelundupan migran adalah penyelundupan migran sebagiamana dimaksud dalam undang-undang mengeni kemigrasian;  Dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011, tidak dikenal istilah penyelundupan migran, tetapi menggunakan istilah Penyelundupan Manusia, yaitu perbuatan yang bertujuan mencari keuntungan. baik secara langsung maupun tidak langsung, untuk diri sendiri atau untuk orang lain yang membawa seseorang atau helompok orang, baik secara terorganisasi maupun tidak terorganisasi, atau memerintahkan orang lain untuk membawa seseorang atau kelompok orang, baik secara terorganisasi maupun tidak terorganisasi, yang tidak memiliki hak secara sah untuk memasuki wilayah Indonesia atau keluar wilayah Indonesia dan/atau masuk wilayah negara lain yang orang tersebut tidak memiliki hak untuk memasuki wilayah tersebut secara sah, baik dengan menggunakan dokumen sah maupun dokumen palsu, atau tanpa menggunakan Dokumen Perjalanan, baik melalui pemeriksaan imigrasi maupun tidak, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 32 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011;  
  4. Yang dimaksud dengan perdagangan orang adalah perdagangan orang sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan Undang-Undang mengenai Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang; Di dalam KUHP, mengenai perdagangan orang sebagaimana diatur dalam Pasal 324 sampai dengan Pasal 327 tetapi masih menggunakan istilah perbudakan, sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, dan di dalam Pasal 1 angka 1 disebutkan, Perdagangan Orang adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antarnegara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi”; 
  5. Yang dimaksud dengan perdagangan senjata gelap adalah perdagangan senjata gelap sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang mengubah Ordonantietijdelijke Bizondere Strafbepalingen (Staatsblad 1948: 17) dan Undang-Undang Republik Indonesia Dahulu Nomor 8 Tahun 1948 tentang Pendaftaran dan Pemberian Izin Senjata Api;  Dalam Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 mengenai perdagangan senjata gelap diatur di dalam Pasal 1 ayat (1) yang hingga saat ini belum ada penggantinya terhadap Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951;  
  6. Yang dimaksud dengan penculikan dalah penculikan sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana; Dalam KUHP diatur di dalam Pasal 328 KUHP yang dikualifikasikan sebagai Tindak Pidana Penculikan sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Penghapusan Tindak Pidana Perdagangan Orang disebutkan dalam Pasal 1 angka 1;  
  7. Yang dimaksud dengan prostitusi adalah prostitusi sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan Undang-Undang mengenai Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang; Di dalam KUHP, prostitusi diatur sebagaimana tercantum dalam Pasal 296 sampai dengan Pasal 298 dengan kualifikasi adalah Tindak Pidana Pelacuran, sedangkan di dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang tidak disebutkan secara khusus mengenai prostitusi hanya mengatur mengenai ancaman pidana terhadap orang yang melakukan Tindak Pidana Perdagangan Orang yang menyebabkan korban menjadi tereksploitasi, sebagaimana diatur dalam Pasal 8 sampai dengan Pasal 2 sampai dengan Pasal 7;  
  8. Sedangkan mengenai tindak pidana lainnya sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 seperti tindak pidana yang berkaitan dengan perbankan, pasar modal, kepabeanan, cukai, terorisme, pemalsuan uang, perpajakan, kehutanan, lingkungan hidup, kelautan dan perikanan serta tindak pidana lain yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih, tidak diberikan penjelasan sama sekali di dalam Penjelasan Pasal demi Pasal dalam undang-undang ini. (H. Santhos Wachjoe P, (Wakil Ketua Pengadilan Negeri Kutacane, Aceh Tahun 2015, Tindak Pidana Pencucian Uang (money laundering) dalam Varia Peradilan No. 354 Mei 2015, h. 134-138)

0 komentar:

Post a Comment