Monday, March 18, 2019

GRATIFIKASI (TINDAK PIDANA KORUPSI)


Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 suap diartikan luas, termasuk pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, dan fasilitas yang lain yang bahasa Inggrisnya: “gratification”. DPR-lah dalam pembahasan mengindonesiakan kata gratification itu menjadi gratifikasi. Sebenarnya delik suap yang tercantum dalam KUHP yaitu Pasal 209 KUHP, 210 KUHP (penyuapan aktif) dan Pasal 418 KUHP, Pasal 419 KUHP dan 420 KUHP (penyuapan pasif) yang diadopsi dari Pasal 177, Pasal 178 Ned. WvS menjadi Pasal 209 KUHP dan Pasal 210 KUHP (penyuapan aktif) dan Pasal 362, 363, dan 364 Ned. WvS menjadi Pasal 418 KUHP, Pasal 419 dan 420 KUHP (penyuapan pasif) sudah menjelaskan, bahwa yang dimaksud dengan suap termasuk semua yang membawa manfaat atau kenikmatan. Jadi, pemberian peladenan seks juga termasuk penyuapan atau gratification. Hoge Raad (Mahkamah Agung) Nederland, sudah memutuskan pada 31 Mei 1994, NJ. 1994, No. 673, bahwa pemberian peladenan seks (sexuele gunsten) termasuk suap. Demikian pula hukum pidana adat Bugis, yang menyatakan, bahwa suap termasuk pemberian uang, barang dan pinggul yang disodorkan pada waktu malam. 
Hal lain yang tidak dimengerti para ahli hukum kita, ialah dalam Penjelasan Ned. WvS mengenai suap itu, dikatakan tidak ada percobaan menyuap. jika sesorang memberi suap dan ditolak oleh orang yang akan disuap, maka terjadilah delik suap bagi pemberi suap, bukan percobaan menyuap. Tentu pegawai negeri yang akan disuap itu tidak mencoba menerima suap, karena menolak suapan. 
1. Delik Suap Berpasangan Pemberi Suap dan Penerima Suap
Jadi, delik suap itu berpasangan, pemberi suap (penyuapan aktif) dan penerima suap (penyuapan pasif).
Penyuapan Aktif (Penerima Suap)                 Penyuapan Pasif (Penerima Suap) 
  •  ...........................--------------------------------->  Pasal 418 KUHP  
  • Pasal 209 KUHP --------------------------------->  Pasal 419 KUHP  
  • Pasal 210 KUHP --------------------------------->  Pasal 420 KUHP
Pasal 418 KUHP (penyuapan pasif) tidak ada pasangannya untuk pemberi hadiah karena menurut pandangan pembuat undang-undang (KUHP) di Nederland perbuatan orang yang memberi hadiah kepada pegawai negeri hanya karena ada jabatan, tidak bermaksud supaya pegawai negeri itu berbuat sesuatu yang berlawanan dengan kewajibannya.
Subjek Pasal 418 KUHP ialah: “pegawai negeri” (ambtenaar). Bagian inti delik (delictsbestanddelen) Pasal 418 KUHP ialah: 
  • Menerima hadiah atau janji (gift of belofte) 
  • Berhubungan dengan jabatannya (in zijn bedizening)  
Subjek Pasal 419 KUHP ialah “pegawai’ negeri” (ambtenaar). Bagian inti delik (delictsbestanddelen) Pasal 419 KUHP ialah: 
  • Menerima hadiah atau janji (gift of belofte) 
  • Berhubungan dengan jabatannya (in zijn bedizening) 
  • Berlawanan dengan kewajibannya (in strijd met zijn plicht)
Jadi, Pasal 419 KUHP sama dengan Pasal 418, hanya ditambah satu bagian inti delik, yaitu “berlawanan dengan kewajibannya" sehingga pidananya naik dari enam bulan (Pasal 418 KUHP) menjadi lima tahun penjara. Inilah disebut delik berkualifikasi (gekwalificieerde delict).
Jika hakim yang menerima suap (hadiah atau janji), maka pidananya naik lagi berdasarkan Pasal 420 KUHP menjadi sembilan tahun penjara.
Delik berkualifikasi (gekwalificieerde delict) sama dengan delik pencurian, Pasal 362 KUHP ancaman pidananya lima tahun. Jika pencurian itu dilakukan pada malam di suatu rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya (Pasal 363 KUHP), maka pidananya naik menjadi tujuh tahun penjara. Jika pencurian itu dilakukan dengan kekerasan (biasa disebut perampokan), maka pidananya naik lagi menjadi pidana mati, atau seumur hidup atau maksimum 20 tahun.
Kebalikan dari delik berkualiflkasi (gekwalificieerde delict) disebut delik verprevilege (gpreviligieerde delict). Suatu rumusan delik jika ditambah dengan satu bagian inti delik lagi, justru pidananya turun. Misalnya, Pasal 338 KUHP delik pembunuhan, diancam dengan pidana 15 tahun penjara, jika pembunuhan itu atas permintaan sendiri korban, maka justru pidananya turun menjadi 12 tahun penjara. Jika seorang ibu membunuh anaknya sendiri yang baru dilahirkan karena takut ketahuan, maka pidananya turun menjadi tujuh tahun penjara.
Bagi pemberi suap (hadiah atau janji) yang tidak bermaksud supaya pegawai negeri itu berbuat berlawanan dengan kewajibannya, maka tidak dipidana menurut KUHP. Mungkin pembuat undang-undang Belanda dahulu pikir hal itu ringan untuk dipidana, seperti perkenalan kepada pegawai negeri itu saja atau sebagai investasi, siapa tahu suatu waktu dia mempunyai urusan dengan pegawai negeri itu. Akan tetapi, pegawai negeri yang menerima hadiah atau janji itu hanya berhubungan dengan kewajibannya, tidak berlawanan dengan kewajibannya, diancam dengan pidana berdasarkan Pasal 418 KUHP karena dia sudah mendapat gaji mengapa menerima lagi hadiah atau janji dari masyarakat. Pasal 419 KUHP ancaman pidananya naik menjadi lima tahun karena pegawai negeri penerima itu berbuat yang berlawanan dengan kewajibannya, misalnya penyidik atau penuntut umum yang membebaskan tersangka karena menerima hadiah atau janji. Jika hakim yang menrima suap (hadiah atau janji) mengenai perkara yang dia tangani, maka pidananya naik menjadi sembilan tahun penjara.
2. Sumber Pasal-Pasal Suap dalam KUHP
Pasal 209 KUHP pemberi suap kepada pegawai negeri supaya pegawai negeri itu berbuat sesuatu yang berlawanan dengan kewajibannya, yang ancaman pidananya dua tahun delapan bulan penjara berasal dari Pasal 177 Ned. WvS dengan ancaman pidana empat tahun atau denda kategori IV (dahulu maksimum 2 tahun penjara).
Pasal 210 KUHP pemberi suap kepada hakim untuk memengaruhi hakim dalam putusannya, ancaman pidananya maksimum tujuh tahun penjara, berasal dari Pasal 178 Ned. WvS dengan ancaman pidana enam tahun penjara atau denda kategori IV.
Pasal 418 KUHP pegawai negeri yang menerima suap, yang berhubungan dengan jabatannya, ancaman pidananya enam bulan penjara (karena dahulu di Nederland ancaman pidananya hanya tiga bulan penjara) berasal dari Pasal 362 Ned. WvS dengan ancaman pidana dua tahun penjara atau denda kategori V.
Pasal 419 KUHP pegawai negeri yang menerima suap, yang berhubungan dengan jabatannya, berlawanan dengan kewajbannya, dengan ancaman pidana lima tahun penjara berasal dari Pasal 363 Ned. WvS, dengan ancaman pidana empat tahun penjara atau denda kategori V.
Pasal 420 KUHP hakim menerima suap mengenai perkara yang ditanganinya, dengan ancaman pidana sembilan tahun, berasal dari Pasal 364 Ned. WvS dengan ancaman pidana untuk perkara pidana 12 tahun penjara atau denda kategori V.
Untuk perkara nonpidana, dengan ancaman pidana sembilan tahun penjara atau denda kategori V.  (Andi Hamzah, Gratifikasi dan pertanggungjawaban korporasi pelaku tindak pidana korupsi, dalam varia peradilan no. 330 Mei 2013, h. 18-21)


0 komentar:

Post a Comment