Tuesday, February 26, 2019

KUASA MENURUT HUKUM


Kuasa menurut hukum disebut juga wettelijke vertegenwoordig atau legal mandatory (legal representative). Maksudnya, undang-undang sendiri telah menetapkan seseorang atau suatu badan untuk dengan sendirinya menurut hukum bertindak mewakili orang atau badan tersebut tanpa memerlukan surat kuasa. Jadi, undang-undang sendiri yang menetapkan bahwa yang bersangkutan menjadi kuasa atau wakil yang berhak bertindak untuk dan atas nama orang atau badan itu. Salah satu contoh, Pasal 1 angka 4 dan Pasal 82 Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 (UU Perseroan Terbatas) yang menegaskan: 
Direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan. 
Berdasarkan ketentuan ini, undang-undang sendiri menentukan, direksi bertindak sebagai kuasa menurut hukum untuk mewakili kepentingan perseroan di dalam dan di luar pengadilan tanpa memerlukan surat kuasa dari perseroan. 
Di dalam HIR atau RBg, disinggung juga mengenai kuasa menurut hukum. Pada Pasal 123 ayat (2) HIR dan Pasal 147 ayat (2) RBg dijelaskan: 
Pegawai Negeri yang karena peraturan umum menjalankan perkara untuk pemerintah Indonesia sebagai wakil negeri tidak perlu memakai surat kuasa khusus yang demikian itu.
Memperhatikan ketentuan ini, bagi orang yang berkedudukan dan berkapasitas sebagai kuasa menurut hukum, kehadiran dan tampilnya ia sebagai wakil atau kuasa, tidak memerlukan surat kuasa khusus (bijzondere schriftelijke machtiging, power of attorney) dari pemerintah atau instansi yang bersangkutan. Di bawah ini, dideskripsi beberapa kuasa menurut hukum yang dapat bertindak mewakili kepentingan orang atau badan tanpa memerlukan surat kuasa khusus dari orang atau badan tersebut. 
1. Wali terhadap Anak di Bawah Perwalian 
Wali dengan sendirinya menurut hukum menjadi kuasa untuk bertindak mewakili kepentingan anak yang berada di bawah perwalian sesuai dengan ketentuan Pasal 51 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 (UU Perkawinan). 
2. Kurator atas Orang yang Tidak Waras 
Menurut Pasal 229 HIR, seseorang yang sudah dewasa tetapi tidak bisa memelihara dirinya dan mengurus barangnya karena kurang waras, dapat diminta untuk diangkat seorang kurator. Dengan demikian, kurator sah dan berwenang bertindak mewakili kepentingan orang yang berada di bawah pengawasan tersebut sebagai kuasa menurut hukum. 
3. Orang Tua terhadap Anak yang Belum Dewasa 
Berdasarkan Pasal 45 ayat (2) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, orang tua dengan sendirinya menurut hukum berkedudukan dan berkapasitas sebagai wali anak-anak sampai mereka dewasa. Oleh karena itu, orang tua adalah kuasa yang mewakili kepentingan anak-anak yang belum dewasa kepada pihak ketiga maupun di depan pengadilan tanpa memerlukan surat kuasa khusus dari anak tersebut. 
4. BPH sebagai Kurator Kepailitan 
Menurut Pasal 13 ayat (1) huruf b, Undang-Undang No. 4 Tahun 1998 (UU Kepailitan): dalam putusan pernyataan pailit, harus diangkat kurator. Selanjutnya, 
menurut Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang dimaksud: 
  • jika debitur atau kreditur tidak mengajukan usul pengangkatan kurator kepada pengadilan, dengan sendirinya menurut hukum, BHP (Balai Harta Peninggalan) bertindak sebagai kurator.  
  • jadi yang dapat bertindak sebagai kurator dalam kepailitan, adalah kurator yang ditetapkan pengadilan berdasarkan usul debitur atau kreditur. Dalam hal debitur atau kreditur tidak mengajukan usul, dengan sendirinya menurut hukum, BHP yang bertindak sebagai kurator. Mengenai tugas kurator diatur dalam Pasal 67:
  1. melaksanakan pengurusan dan/atau pemberesan harta pailit,
  2. dalam melakukan tugas, tidak diharuskan memperoleh persetujuan dari atau menyampaikan pemberitahuan terlebih dahulu kepada debitur atau salah satu orang debitur, meskipun dalam keadaan di luar kepailitan, persetujuan atau pemberitahuan demikian disyaratkan. 
Memperhatikan penjelasan di atas, BHP atau kurator dalam kepailitan berkedudukan dan berkapasitas sebagai kuasa menurut hukum (legal mandatory) untuk melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit, dan tugas itu dilakukan berdasarkan perintah undang-undang tanpa memerlukan surat kuasa dari debitur. 
5. Direksi atau Pengurus Badan Hukum 
Direksi atau pemimpin (pengurus) badan hukum berkedudukan dan berkapasitas sebagai kuasa menurut hukum (legal mandatory) mewakili kepentingan badan hukum yang bersangkutan: 
  • Pasal 1 angka 4 jo. Pasa182 Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 (UU tentang Perseroan Terbatas) menegaskan, direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan. 
Jauh sebelum undang-undang ini lahir, praktik peradilan pun sudah menegaskan sikap ini. Salah satu contoh adalah Putusan MA No. 2332 K/Pdt/1985, yang mengatakan, direktur suatu badan hukum (perseroan terbatas) dapat bertindak langsung mengajukan gugatan, dan tidak perlu lebih dahulu mendapat kuasa khusus dari presiden direktur dun para pemegang saham, karena PT sebagai badan hukum dapat langsung diwakili oleh direktur.
  • Pengurus yayasan, menurut Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang No. 16 Tahun 2001 (UU tentang Yayasan), bertanggung jawab penuh atas kepengurusan yayasan untuk kepentingan dan tujuan yayasan serta berhak mewakili yayasan, baik di dalam maupun di luar pengadilan. 
Berdasarkan ketentuan ini, bukan pembina atau pengawas yang bertindak sebagai legal mandatory, tetapi organ pengurus tanpa memerlukan persetujuan dan surat kuasa dari siapa pun. 
  • Pengurus koperasi, bertindak sebagai kuasa mewakili kepentingan koperasi di dalam dan di luar pengadilan. Hal itu ditegaskan dalam Pasal 30 ayat (2) huruf a Undang-Undang No. 25 Tahun 1992, yang menyatakan, pengurus berwenang mewakili koperasi di dalam dan di luar pengadilan. Dengan demikian, pengurus berkedudukan sebagai kuasa menurut hukum mewakili kepentingan koperasi tanpa surat kuasa dari siapapun. 
6. Direksi Perusahaan Perseroan (Persero) 
Perusahaan Perseroan (Persero) menurut Pasal 1 angka 2 PP No. 12 Tahun 1998, adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang No. 9 Tahun 1969, yaitu berbentuk Perseroan Terbatas sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 yang seluruh atau sedikitnya 51% saham yang dikeluarkan, dimiliki oleh negara melalui penyertaan modal secara langsung. 
Kemudian Pasal 3 PP tersebut menegaskan, bahwa prinsip-prinsip Perseroan Terbatas sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 berlaku terhadap BUMN sebagai Persero. Oleh karena itu, Direksi berkedudukan sebagai 4 kuasa menurut hukum untuk mewakili perseroan di dalam dan di luar pengadilan tanpa memerlukan surat kuasa dari pihak mana pun. Ketentuan mengenai kuasa menurut hukum yang diberikan undang-undang kepada Persero, penerapannya tidak hanya terbatas pada BUMN, tetapi meliputi Perusahaan Daerah (PD). Pendapat ini diperkuat dalam praktik peradilan. Antara lain ditegaskan dalam Putusan MA No. 2539 K/Pdt/1985 yang menyatakan, bahwa ternyata PD Panca Karya adalah badan hukum dan menurut Pasal 16 ayat (1) Perda Tingkat 1 Maluku No 5/1963, direksi perusahaan daerah mewakili perusahaan di dalam dan di luar pengadilan, oleh karena itu direksi dapat bertindak sebagai pihak tanpa kuasa dari pemda
7. Pimpinan Perwakilan Perusahaan Asing 
Perkembangan hukum di Indonesia, telah membenarkan ”pimpinan perwakilan” perusahaan asing, berkedudukan dan berkapasitas sebagai kuasa menurut hukum untuk mewakili kepentingan kantor perwakilan perusahaan tersebut di dalam dan di luar pengadilan tanpa memerlukan surat kuasa khusus dari kantor pusat (head office) yang ada di luar negeri. Dalam putusan ini, pimpinan perwakilan perusahaan asing yang ada di Indonesia, dinyatakan sebagai legal mandatory yang disejajarkan dengan wettelijke vertegenwoordig.
8. Pimpinan Cabang Perusahaan Domestik 
Praktik peradilan juga telah mengakui, bahwa pimpinan cabang perusahaan domestik, berkedudukan dan berkapasitas sebagai kuasa menurut hukum untuk mewakili cabang perusahaan tersebut di dalam dan di luar pengadilan, sesuai dengan batas kualitas pelimpahan wewenang yang diberikan Perusahaan Pusat kepada cabang tersebut. Demikian penegasan Putusan MA No. 779 K/Pdt/1992, bahwa pimpinan cabang suatu bank berwenang bertindak untuk dan atas pimpinan pusat tanpa memerlukan surat kuasa untuk itu. Oleh karena itu, kuasa yang diberikan pimpinan cabang kepada seorang kuasa adalah sah. (M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata: Jakarta; Sinar Grafika/8-12)

0 komentar:

Post a Comment