Tuesday, February 26, 2019

HUKUMAN MATI DAN HUKUMAN DENDA


Oleh Gatot Supramono (Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Padang) dalam Varia Peradilan (majalah hukum Tahun XXXI No. 370 September 2016, h. 70-73)

A. PENDAHULUAN
Hukuman mati pada perkara narkotika dahulu banyak dijatuhkan di Pengadilan Negeri Tangerang pada beberapa tahun setelah memasuki abad milenium, sehingga banyak orang waktu itu mengatakan bahwa hukuman mati merupakan mahkota dari pengadilan tersebut. Track record-nya sudah puluhan pelaku kejahatan tersebut yang dihukum mati. Siapa pun yang tersangkut perkara narkoba kala itu pada umumnya merasa ngeri apabila perkaranya diadili di Pengadilan Negeri Tangerang sebab apabiIa nasibnya tidak beruntung nyawanya tidak akan kembali lagi.
Hukuman mati dijatuhkan hakim dipandang sudah sesuai dengan bobot perbuatannya. Perbuatan pelaku dinilai sudah keterlaluan selain berakibat meresahkan masyarakat, juga membahayakan kepentingan bangsa dan negara. Bahaya narkoba sangat merusak kesehatan manusia, orang menjadi ketergantungan obat, perilaku orang menjadi berubah ke arah negatif, orang menjadi tidak cerdas dan daya kerja menjadi menurun. Akibat yang lebih buruk Iagi penggunaan narkotika dapat meruntuhkan negara dari dalam. Hal ini tentu tidak diinginkan oleh kita semua.
Hukuman terberat yang diterapkan, karena dimaksudkan sebagai penanggulangan kejahatan dari segi preventif dan represif. Dari segi preventif, tujuannya untuk mencegah akan terjadinya kejahatan di bidang tersebut, karena warga masyarakat yang mengetahui adanya hukuman mati diharapkan akan mengurungkan niatnya melakukan kegiatan yang berhubungan dengan narkoba. Sedangkan dari segi represif. terutama bagi pelaku kejahatan tersebut agar menjadi kapok untuk menjauhi barang berbahaya itu lagi.
Sehubungan dengan hukuman mati tersebut yang ingin diangkat menjadi permasalahannya adalah apakah pelaku kejahatan di bidang narkotika dapat dijatuhi hukuman mati sekaligus dengan hukuman denda? Di kalangan hakim tampaknya sampai sekarang masih ada 2 (dua) pendapat berbeda. Yang pertama pendapatnya kedua hukuman itu dapat dijatuhkan karena mengacu kepada undang-undang hukumannya bersifat kumulatif. Sedangkan kalangan hakim yang lainnya berpendapat, hukuman denda tidak perlu lagi dijatuhkan karena hukuman mati sudah dijatuhkan akan sulit mengeksekusi hukuman dendanya jika terpidana sudah dieksekusi mati.
B. KETENTUAN UU NARKOTIKA
Apabila dilihat dari peraturannya, pelaku yang terlibat perkara narkotika tidak seluruhnya dapat dihukum dengan pidana mati, karena di dalam UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (UU Narkotika) hukuman itu ditujukan terbatas kepada pelaku pelaku yang diancam dengan ketentuan Pasal 113 ayat (2), Pasal 114 ayat (2), Pasal 118 ayat (2), dan Pasal 119 ayat (2) pada pokoknya hukuman mati sebagai pemberatan hukuman.
Para pelaku yang terancam hukuman mati intinya adalah mereka yang melakukan perbuatan berupa memproduksi dan memperdagangkan narkotika. Untuk jenis narkotika golongan I didasarkan pada Pasal 113 ayat (2) dan Pasal 114 ayat (2), sedangkan untuk narkotika golongan ll pada Pasal 118 ayat (2), dan Pasal 119 ayat (2) UU Narkotika.
Selain diancam dengan hukuman mati terhadap pelakunya juga diancam dengan hukuman pidana denda. Hukuman dendanya tergolong sangat tinggi dan masih harus ditambah sepertinganya sehingga jumlahnya sampai puluhan miliar rupiah. Pengaturan yang demikian memang sudah dikenal di dalam delik-delik khusus yang sengaja diatur menyimpang dari ketentuan aturan umumnya karena sifatnya eksepsional demi untuk menekan kuantitas kejahatan bersangkutan.
C. HUKUMAN POKOK
Mengacu pada Pasal 10 KUHP dikenal adanya macam-macam hukuman pidana. Hukuman mati dan hukuman denda merupakan 2 (dua) hukuman yang berbeda tetapi keduanya termasukjenis hukuman pokok dalam perkara pidana. Hukuman mati sebagai hukuman badan sedangkan hukuman denda sebagai hukuman pembayaran sejumlah uang.
Kedua hukuman tersebut sesuai aturan KUHP hanya dapat dijatuhkan hakim salah satu jenis saja. Hukuman badan atau hukum denda, tidak boleh kedua-duanya. Berbeda dengan ketentuan-ketentuan pidana di luar KUHP yang merupakan delik khusus, sengaja diatur hukuman badan dan hukuman denda untuk dijatuhkan sekaligus di dalam putusan hakim, sejalan dengan hukuman yang bersifat kumulatif. Pengaturan yang demikian dikarenakan bobot perbuatannya sangat membahayakan kepentingan masyarakat dan merugikan kepentingan negara.
Dalam hukuman yang bersifat kumulatif seperti pada Pasal 113 ayat (2), Pasal 114 ayat (2), Pasal 118 ayat (2), dan Pasal 119 ayat (2) UU Narkotika, maka hakim wajib menjatuhkan kedua hukuman itu terhadap terdakwa, hakim tidak boleh menjatuhkan salah satunya. Oleh karena itu hakim tidak dimungkinkan untuk menyimpangi karena kaidahnya bersifat imperatif. Jika dilakukan penyimpangan maka hakim bersangkutan akan dikualifikasikan sebagai unprofessional conduct.
D. EKSEKUSINYA DIPERHATIKAN
Kembali kepada permasalahan di atas, apakah pelaku kejahatan narkotika tersebut dapat dijatuhi hukuman mati sekaligus hukuman denda? Dilihat dari segi aturannya di dalam UU Narkotika tampak ketentuan Pasal 113 ayat (2), Pasal 114 ayat (2), Pasal 118 ayat (2), dan Pasal 119 ayat (2) merupakan jenis delik kumulatif yang sifatnya mengikat hakim untuk menjatuhkan 2 (dua) hukuman pokok secara bersamaan. Ketentuan yang mewajibkan ini tidak dapat dikesampingkan apa pun alasannya.
Apabila dipertanyakan, bagaimana seorang pelaku kejahatan yang dihukum mati dan tetap dijatuhi hukuman denda diharapkan tetap dapat melakukan pembayaran dendanya? Hal ini dilatarbelakangi pemikiran bahwa jika dieksekusi pelakunya sudah meninggal tentu tidak dapat dilakukan eksekusi hukuman denda.
Sehubungan dengan itu jaksa selaku pelaksana putusan hakim. tentu diharapkan tidak boleh hanya terjebak pada kalimat yang tercantum di dalam amar putusan yang menyatakan terdakwa dihukum mati dan dihukum denda, sehingga eksekusinya sesuai dengan urutan kata tersebut, hukuman mati dilaksanakan dulu baru hukuman denda.
Seorang jaksa yang pandai dan cerdas pasti memerhatikan eksekusi dapat dilakukan secara efektif dan efisien. Jaksa dapat memilih melakukan eksekusi hukuman denda terlebih dahulu, Ialu berikutnya dilanjutkan dengan eksekusi hukuman mati. Terpidana perlu diberi kesempatan pertama untuk membayar denda sewaktu hukuman mati belum dilaksanakan, sehingga hukuman denda dapat dipenuhi dengan baik.
Dengan uraian tersebut penulis tidak sependapat dengan pihak yang mengatakan kalau terdakwa sudah dijatuhi hukuman mati tidak dapat dijatuhi hukuman denda, karena putusan yang dijatuhkan menyimpangi penerapan aturan delik kumulatif yang memerintahkan kedua hukuman wajib dijatuhkan hakim secara bersamaan. Demikian pula eksekusinya tidak harus dilakukan bersamaan melainkan eksekutor mempunyai pilihan terbaik untuk menentukan eksekusinya, hukuman denda yang dahulu dilaksanakan. Pilihan eksekusi yang demikian juga tidak bertentangan dengan hukum acara yang berlaku.
E. KESIMPULAN
Dari seluruh uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hukuman mati dan hukuman denda terutama dalam perkara narkotika, penjatuhan kedua hukuman tersebut dilakukan secara bersamaan sesuai dengan delik kumulatif. Hukuman mati tidak dapat digunakan untuk menutup keberadaan hukuman denda karena eksekusinya dapat dilakukan lebih dahulu. Terdakwa perlu diberi kesempatan untuk membayar denda sebelum dilakukan eksekusi hukuman mati.
Disarankan kepada para hakim untuk tidak ragu menerapkan kedua hukuman di atas terhadap para pelaku kejahatan di bidang narkotika yang memang terbukti memiliki perbuatan yang keterlaluan berakibat merusak kesehatan bangsa dan negara. Diharapkan pihak eksekutor dapat mengeksekusi hukuman mati setelah hukuman denda dapat dijalankan dengan baik.

0 komentar:

Post a Comment