HUKUMAN MATI DAN HUKUMAN DENDA
Oleh Gatot Supramono (Wakil Ketua
Pengadilan Tinggi Padang) dalam Varia Peradilan (majalah hukum Tahun
XXXI No. 370 September 2016, h. 70-73)
A. PENDAHULUAN
Hukuman
mati pada perkara narkotika dahulu banyak dijatuhkan di Pengadilan
Negeri Tangerang pada beberapa tahun setelah memasuki abad milenium,
sehingga banyak orang waktu itu mengatakan bahwa hukuman mati merupakan
mahkota dari pengadilan tersebut. Track record-nya sudah puluhan pelaku
kejahatan tersebut yang dihukum mati. Siapa pun yang tersangkut perkara
narkoba kala itu pada umumnya merasa ngeri apabila perkaranya diadili di
Pengadilan Negeri Tangerang sebab apabiIa nasibnya tidak beruntung
nyawanya tidak akan kembali lagi.
Hukuman mati dijatuhkan hakim
dipandang sudah sesuai dengan bobot perbuatannya. Perbuatan pelaku
dinilai sudah keterlaluan selain berakibat meresahkan masyarakat, juga
membahayakan kepentingan bangsa dan negara. Bahaya narkoba sangat
merusak kesehatan manusia, orang menjadi ketergantungan obat, perilaku
orang menjadi berubah ke arah negatif, orang menjadi tidak cerdas dan
daya kerja menjadi menurun. Akibat yang lebih buruk Iagi penggunaan
narkotika dapat meruntuhkan negara dari dalam. Hal ini tentu tidak
diinginkan oleh kita semua.
Hukuman terberat yang diterapkan,
karena dimaksudkan sebagai penanggulangan kejahatan dari segi preventif
dan represif. Dari segi preventif, tujuannya untuk mencegah akan
terjadinya kejahatan di bidang tersebut, karena warga masyarakat yang
mengetahui adanya hukuman mati diharapkan akan mengurungkan niatnya
melakukan kegiatan yang berhubungan dengan narkoba. Sedangkan dari segi
represif. terutama bagi pelaku kejahatan tersebut agar menjadi kapok
untuk menjauhi barang berbahaya itu lagi.
Sehubungan dengan hukuman mati tersebut yang ingin diangkat menjadi permasalahannya adalah apakah pelaku kejahatan di bidang narkotika
dapat dijatuhi hukuman mati sekaligus dengan hukuman denda? Di kalangan
hakim tampaknya sampai sekarang masih ada 2 (dua) pendapat berbeda.
Yang pertama pendapatnya kedua hukuman itu dapat dijatuhkan karena
mengacu kepada undang-undang hukumannya bersifat kumulatif. Sedangkan
kalangan hakim yang lainnya berpendapat, hukuman denda tidak perlu lagi
dijatuhkan karena hukuman mati sudah dijatuhkan akan sulit mengeksekusi
hukuman dendanya jika terpidana sudah dieksekusi mati.
B. KETENTUAN UU NARKOTIKA
Apabila
dilihat dari peraturannya, pelaku yang terlibat perkara narkotika tidak
seluruhnya dapat dihukum dengan pidana mati, karena di dalam UU No. 35
Tahun 2009 tentang Narkotika (UU Narkotika) hukuman itu ditujukan terbatas kepada pelaku pelaku yang diancam dengan ketentuan Pasal 113 ayat (2), Pasal 114 ayat (2), Pasal 118 ayat (2), dan Pasal 119 ayat (2) pada pokoknya hukuman mati sebagai pemberatan hukuman.
Para
pelaku yang terancam hukuman mati intinya adalah mereka yang melakukan
perbuatan berupa memproduksi dan memperdagangkan narkotika. Untuk jenis
narkotika golongan I didasarkan pada Pasal 113 ayat (2) dan Pasal 114 ayat (2), sedangkan untuk narkotika golongan ll pada Pasal 118 ayat (2), dan Pasal 119 ayat (2) UU Narkotika.
Selain
diancam dengan hukuman mati terhadap pelakunya juga diancam dengan
hukuman pidana denda. Hukuman dendanya tergolong sangat tinggi dan masih
harus ditambah sepertinganya sehingga jumlahnya sampai puluhan miliar
rupiah. Pengaturan yang demikian memang sudah dikenal di dalam
delik-delik khusus yang sengaja diatur menyimpang dari ketentuan aturan
umumnya karena sifatnya eksepsional demi untuk menekan kuantitas
kejahatan bersangkutan.
C. HUKUMAN POKOK
Mengacu pada
Pasal 10 KUHP dikenal adanya macam-macam hukuman pidana. Hukuman mati
dan hukuman denda merupakan 2 (dua) hukuman yang berbeda tetapi keduanya
termasukjenis hukuman pokok dalam perkara pidana. Hukuman mati sebagai
hukuman badan sedangkan hukuman denda sebagai hukuman pembayaran
sejumlah uang.
Kedua hukuman tersebut sesuai aturan KUHP hanya
dapat dijatuhkan hakim salah satu jenis saja. Hukuman badan atau hukum
denda, tidak boleh kedua-duanya. Berbeda dengan ketentuan-ketentuan
pidana di luar KUHP yang merupakan delik khusus, sengaja diatur hukuman
badan dan hukuman denda untuk dijatuhkan sekaligus di dalam putusan
hakim, sejalan dengan hukuman yang bersifat kumulatif. Pengaturan yang
demikian dikarenakan bobot perbuatannya sangat membahayakan kepentingan
masyarakat dan merugikan kepentingan negara.
Dalam hukuman yang bersifat kumulatif seperti pada Pasal 113 ayat (2), Pasal 114 ayat (2), Pasal 118 ayat (2), dan Pasal 119
ayat (2) UU Narkotika, maka hakim wajib menjatuhkan kedua hukuman itu
terhadap terdakwa, hakim tidak boleh menjatuhkan salah satunya. Oleh
karena itu hakim tidak dimungkinkan untuk menyimpangi karena kaidahnya
bersifat imperatif. Jika dilakukan penyimpangan maka hakim bersangkutan
akan dikualifikasikan sebagai unprofessional conduct.
D. EKSEKUSINYA DIPERHATIKAN
Kembali
kepada permasalahan di atas, apakah pelaku kejahatan narkotika tersebut
dapat dijatuhi hukuman mati sekaligus hukuman denda? Dilihat dari segi
aturannya di dalam UU Narkotika tampak ketentuan Pasal 113 ayat (2), Pasal 114 ayat (2), Pasal 118 ayat (2), dan Pasal 119
ayat (2) merupakan jenis delik kumulatif yang sifatnya mengikat hakim
untuk menjatuhkan 2 (dua) hukuman pokok secara bersamaan. Ketentuan yang
mewajibkan ini tidak dapat dikesampingkan apa pun alasannya.
Apabila
dipertanyakan, bagaimana seorang pelaku kejahatan yang dihukum mati dan
tetap dijatuhi hukuman denda diharapkan tetap dapat melakukan
pembayaran dendanya? Hal ini dilatarbelakangi pemikiran bahwa jika
dieksekusi pelakunya sudah meninggal tentu tidak dapat dilakukan
eksekusi hukuman denda.
Sehubungan dengan itu jaksa selaku
pelaksana putusan hakim. tentu diharapkan tidak boleh hanya terjebak
pada kalimat yang tercantum di dalam amar putusan yang menyatakan
terdakwa dihukum mati dan dihukum denda, sehingga eksekusinya sesuai
dengan urutan kata tersebut, hukuman mati dilaksanakan dulu baru hukuman
denda.
Seorang jaksa yang pandai dan cerdas pasti memerhatikan
eksekusi dapat dilakukan secara efektif dan efisien. Jaksa dapat memilih
melakukan eksekusi hukuman denda terlebih dahulu, Ialu
berikutnya dilanjutkan dengan eksekusi hukuman mati. Terpidana perlu
diberi kesempatan pertama untuk membayar denda sewaktu hukuman mati
belum dilaksanakan, sehingga hukuman denda dapat dipenuhi dengan baik.
Dengan
uraian tersebut penulis tidak sependapat dengan pihak yang mengatakan
kalau terdakwa sudah dijatuhi hukuman mati tidak dapat dijatuhi hukuman
denda, karena putusan yang dijatuhkan menyimpangi penerapan aturan delik
kumulatif yang memerintahkan kedua hukuman wajib dijatuhkan hakim
secara bersamaan. Demikian pula eksekusinya tidak harus dilakukan
bersamaan melainkan eksekutor mempunyai pilihan terbaik untuk menentukan
eksekusinya, hukuman denda yang dahulu dilaksanakan. Pilihan eksekusi
yang demikian juga tidak bertentangan dengan hukum acara yang berlaku.
E. KESIMPULAN
Dari
seluruh uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hukuman mati dan hukuman
denda terutama dalam perkara narkotika, penjatuhan kedua hukuman
tersebut dilakukan secara bersamaan sesuai dengan delik kumulatif.
Hukuman mati tidak dapat digunakan untuk menutup keberadaan hukuman
denda karena eksekusinya dapat dilakukan lebih dahulu. Terdakwa perlu
diberi kesempatan untuk membayar denda sebelum dilakukan eksekusi
hukuman mati.
Disarankan kepada para hakim untuk tidak ragu
menerapkan kedua hukuman di atas terhadap para pelaku kejahatan di
bidang narkotika yang memang terbukti memiliki perbuatan yang
keterlaluan berakibat merusak kesehatan bangsa dan negara. Diharapkan
pihak eksekutor dapat mengeksekusi hukuman mati setelah hukuman denda
dapat dijalankan dengan baik.
0 komentar:
Post a Comment