BENTUK-BENTUK UPAYA HUKUM
Pada kenyataannya kekeliruan dan kekhilafan selalu terjadi
pada diri setiap orang. Salah satu penyebabnya adalah karena keterbatasan dan
kelemahan manusia. Demikian juga dengan putusan hakim tidak luput dari hal
tersebut. Tidak selalu semua pihak yang bersengketa merasa puas terhadap
putusan hakim. Oleh karena itu, demi kebenaran dan keadilan, setiap putusan
hakim perlu diperiksa ulang agar kekeliruan dan kehilafan yang terjadi pada
putusan dapat diperbaiki dalam bentuk suatu upaya hukum.(Djamanat Samosir,
Hukum Acara Perdata/2011:302)
Upaya hukum adalah upaya yang diberikan kepada seseorang
atau badan hukum melawan putusan hakim untuk suatu hal tertentu dalam
memperoleh atau mempertahankan keadilan, perlindungan dan kepastian hukum,
sesuai dengan undang-undang. Mukti Arto memberikan pengertian upaya hukum
sebagaj suatu usaha bagi setiap pribadi atau badan hukum yang merasa haknya
dirugikan atas suatu kepentingannya untuk memperoleh keadilan dan
perlindungan/kepastian hukum menurut cara-cara yang ditetapkan dalam
undang-undang. (Mukti Arto/2000:279)
Dalam hukum acara perdata (doktrin) dikenal ada 2 (dua)
macam upaya hukum, yaitu:
Pertama, Upaya hukum biasa
Upaya hukum biasa, yaitu upaya hukum yang pada
dasamya menangguhkan eksekusi kecuali apabila ada putusan dijatuhkan dengan
ketentuan putusan dapat dilaksanakan terlebih dahulu (Ubv), yang terdiri dari
perlawanan (verzet), Banding, dan Kasasi. Upaya hukum biasa yang dimungkinkan
terhadap putusan-putusan yang belum mempunyai kekuatan hukum tetap, melalui
verzet, banding atau kasasi.
Kedua, Upaya hukum luar biasa
Upaya hukum luar biasa, yaitu upaya hukum yang pada
dasamya tidak menangguhkan eksekusi, terdiri atas peninjauan kembali (request
civil) dan perlawanan pihak ketiga (derden verzet). Upaya hukum luar biasa ini
dimungkinkan hanya terhadap putusan yang telah mempunyai hukum tetap.
adapun penjabaran dari bentuk-bentuk upaya hukum ialah sebagai berikut:
1. Verzet
Upaya hukum verzet (perlawanan) adalah upaya hukum terhadap
putusan yang dijatuhkan Pengadilan Negeri/Pengadilan Tingkat Pertama karena
Tergugat tidak hadir pada sidang pertama dan tidak mengirimkan wakilnya untuk
mcnghadap di persidangan, walapun sudah dipanggil dengan patut dan tanpa alasan
yang sah. Perlawanan (verzet) merupakan hak diberikan oleh undang-undang kepada
Tergugat terhadap putusan yang dijatuhkan atas ketidakhadirannya (Pasal 125
ayat (3) HIR/149 ayat (3) Rbg Jo. 129 ayat (1) HIR/Pasal 153 ayat (1) RBg.
ladi, verzet perlawanan atau bantahan terhadap verstek. Pasal 125 ayat (3)
HIR/149 ayat (3) RBg: Iika gugatan diterima, maka atas perintah ketua diberikan
putusan itu kepada pihak yang dikalahkan, serta diterangkan kepadanya. bahwa ia
berhak mengajukan perlawanan (verstek) tahadap putusan tak hadir itu kepada
pengadilan negeri itu, dalam tempo dan dengan cara seperhti ditentukan dalam
Pasal 129 HIR/Pasal 153 RBg.
2. Banding
Apabila putusan dirasa kurang memuaskan penggugat, penggugat
dapat mengajukan banding. Upaya hukum banding adalah upaya hukum untuk memohon
supaya perkara yang telah diputus oleh PN diperiksa ulang oleh PT. Alasan
permohonan banding, karena tidak puas terhadap hasil putusan hakim
PN/Pengadilan Tingkat Pertama. Upaya hukum banding adalah mengulang sebagai
judex pactie. Dengan permohonan banding maka perkara menjadi mentah dan putusan
tersebut belum mempunyai kekuatan hukum yang tetap, belum mengikat sehingga
belum dapat dilaksanakan (eksekusi). Upaya hukum Banding diatur dalam UU No. 20
Tahun 1947 tentang Peradilan Ulangan, yang berlaku untuk Jawa dan Madura, Pasal
199-Pasal 205 RBg, UU No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman. Semula
upaya hukum banding diatur dalam Pasal 188 Pasal 194 HIR (untuk Jawa dan Madura)
dan Pasal 199-Pasal 205 RBg (untuk daerah luar Jawa dan Madura). Tetapi, dengan
sejak diundangkannya UU No 20 tahun 1947 tentang Peradilan Ulangan di Jawa dan
Madura maka Pasal 188-Pasal 194 HIR tidak berlaku lagi
3. Kasasi
Upaya hukum kasasi dalah upaya hukum yang dilakukan oleh
pihak-pihak terutama pihak yang tidak puas terhadap putusan banding. Upaya
hukum kasasi dilakukan oleh MA sebagai puncak peradilan.
Dasar hukum kewenangan mengadili kasasi diatur dalam Pasal
20 ayat (2) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Pasal 28 ayat
(1), Pasal 29 UU No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. Berdasarkan
ketentuan ini MA berwenangan mengadili, memeriksa, dan memutus perkara perdata
terhadap putusan pengadilan banding atau Tingkat terakhir dari semua lingkungan
Peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung kecuali undang-undang menentukan
lain.
4. Peninjauan Kembali
Upaya hukum peninjauan kembali (PK) atau request civil
merupakan upaya hukum luar biasa sebagai upaya hukum terhadap putusan yang
telah mempunyai kekuatan tetap. Permohoan PK selalu ada kemungkinan untuk
dilakukan meskipun putusan telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap, bahkan
putusan itu sudah dilaksanakan (dieksekusi). Permohonan PK terjadi apabila ada
alasan untuk itu dan dirasakan tidak adil.
Upaya hukum PK merupakan upaya hukum luar biasa yang
diberikan oleh undang-undang kepada pihak-pihak beperkara yang keberatan dan
dirugikan oleh sesuatu putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Upaya
ini terjadi apabila pihak-pihak yang beperkara keberatan dan dirugikan oleh
putusan-putusan yang telah mempunyai hukum tetap. (Sudikno Mertokusumo/1999:
205) mengatakan bahwa putusan yang dijatuhkan dalam tingkat terakhir dan
putusan yang dijatuhkan di luar hadirnya tergugat (verstek) dan tidak ada
kemungkinan untuk mengajukan perlawanan dapat ditinjau kembali atau permohonan
orang yang pernah menjadi salah satu pihak di dalam perkara yang telah diputus
dapat dimintakan peninjauan kembali (PK).
Peninjauan kembali adalah suatu upaya hukum meninjau kembali
putusan perdata yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Putusan yang dapat
dimintakan PK hanyalah kepada putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap. Jika putusah itu belum mempunyai hukum tetap maka upaya hukum yang dapat
dilakukan adalah upaya hukum biasa.
PK diatur dalam Pasal 66 sampai Pasal 76 UU No. 14 Tahun
1985, yang dubah dengan UU No. 5 tahun 2004 Tentang Perubahan Atas
Undang-undang No. 14 Tahun 1985, yang diubah lagi dengan UU 3 Tahun 2009
Tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung. Dalam
perubahan kedua UU perubahan tersebut, ketentuan sebagai dasar pengaturan PK
tidak ada yang diubah.
Dalam pemeriksaan PK, yang penting diperhatikan adalah
berikut ini:
Permohonan diajukan secara tertulis oleh pihak yang
berperkara sendiri atau kuasanya.
Permohonan PK hanya diajukan satu kali.
Pengajuan PK tidak menangguhkan atau menghentikan
pelaksanaan putusan pengadilan.
Permohonan PK dapat dicabut selama belum diputus. dan
apabila dicabut tidak dapat diajukan lagi.
5. Perlawanan Pihak Ketiga
Derden verzet (perlawanan pihak ketiga) adalah upaya hukum
yang diajukan oleh pihak ketiga yang merasa keberatan dan merugikan haknya atas
suatu putusan yang merugikan haknya. Pihak ketiga terbuka kemungkinan untuk
mengajukan derden verzet yang kepentingannya dirugikan. Dalam hal ini verzet
yang diajukan pihak ketiga bukan ditujukan kepada putusan verstek, tetapi
diajukan terhadap putusan yang telah memunyai kekuatan tetap. Apabila dalam
eksekusi pengadilan telah meletakkan sita jaminan, yang oleh pihak ketiga
diklaim sebagai miliknya, maka ia dapat mengajukan perlawanan dengan
menempatkan pihak pemohon eksekusi sebagai Terlawan.
Pengajuan perlawanan hanya dapat diajukan apabila eksekusi
belum dilaksanakan dengan meminta kepada pengadilan agar mencabut atau
mengangkat sita yang bersangkutan. Kalau pemohon mengajukan perlawanan sesudah
dilaksanakan eksekusi maka perlawanan itu tidak dapat lagi diajukan, dan karena
itu, pihak ketiga hanya dapat mengajukan upaya hukum biasa dengan mengajukan
gugatan biasa. Pihak ketiga dapat mengajukan perlawanan terhadap putusan
apabila hak-haknya dirugikan oleh satu satu pihak. Perlawanan derden verzet
diajukan kepada Pengadilan yang menjatuhkan putusan yang dilawan itu dengan
menggugat para pihak dengan cara biasa.
0 komentar:
Post a Comment