IJARAH (SEWA MENYEWA)
1.
Pengertian
Ijarah
menurut ulama Hanafi adalah transaksi terhadap suatu manfaat dengan imbalan.
Menurut ulama Syafi'i adalah transaksi terhadap suatu manfaat yang dituju,
tertentu, bersifat mubah, dan dapat dimanfaatkan dengan imbalan tertentu.
Sedangkan, menurut ulama Maliki dan Hambali adalah pemilikan manfaat sesuatu
yang dibolehkan dalam waktu tertentu dengan suatu imbalan. Berdasarkan beberapa
definisi tersebut, akad ijarah tidak boleh dibatasi oleh syarat. Akad ijarah
itu hanya ditujukan kepada adanya manfaat pada barang maupun bersifat jasa.
2.
Dasar Hukum
Dasar
dibolehkannya akad ijarah terdapat pada:
a.
al-Qur'an
QS.
al-Zukhruf/43: 32.
اَهُمْ يَقْسِمُوْنَ رَحْمَتَ رَبِّكَۗ نَحْنُ قَسَمْنَا بَيْنَهُمْ
مَّعِيْشَتَهُمْ فِى الْحَيٰوةِ الدُّنْيَاۙ وَرَفَعْنَا بَعْضَهُمْ فَوْقَ بَعْضٍ
دَرَجٰتٍ لِّيَتَّخِذَ بَعْضُهُمْ بَعْضًا سُخْرِيًّا ۗوَرَحْمَتُ رَبِّكَ خَيْرٌ
مِّمَّا يَجْمَعُوْنَ
Terjemahnya
:
Apakah
mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kamilah yang menentukan penghidupan
mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas
sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat memanfaatkan
sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka
kumpulkan.
QS.
al-Thalaq/65: 6.
اَسْكِنُوْهُنَّ مِنْ حَيْثُ سَكَنْتُمْ مِّنْ وُّجْدِكُمْ وَلَا
تُضَاۤرُّوْهُنَّ لِتُضَيِّقُوْا عَلَيْهِنَّۗ وَاِنْ كُنَّ اُولَاتِ حَمْلٍ
فَاَنْفِقُوْا عَلَيْهِنَّ حَتّٰى يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّۚ فَاِنْ اَرْضَعْنَ لَكُمْ
فَاٰتُوْهُنَّ اُجُوْرَهُنَّۚ وَأْتَمِرُوْا بَيْنَكُمْ بِمَعْرُوْفٍۚ وَاِنْ
تَعَاسَرْتُمْ فَسَتُرْضِعُ لَهٗٓ اُخْرٰىۗ
Terjemahnya
:
Tempatkanlah
mereka (para istri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan
janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. Dan jika
mereka (istri-istri yang sudah ditalak) itu sedang hamil, maka berikanlah
kepada mereka nafkahnya sampai mereka melahirkan, kemudian jika mereka menyusukan
(anak-anak)mu maka berikanlah imbalannya kepada mereka; dan musyawarahkanlah di
antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan, maka
perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya.
QS.
al-Qhashas/28: 26.
قَالَتْ اِحْدٰىهُمَا يٰٓاَبَتِ اسْتَأْجِرْهُ ۖاِنَّ خَيْرَ مَنِ
اسْتَأْجَرْتَ الْقَوِيُّ الْاَمِيْنُ
Terjemahnya
:
Dan
salah seorang dari kedua (perempuan) itu berkata, “Wahai ayahku! Jadikanlah dia
sebagai pekerja (pada kita), sesungguhnya orang yang paling baik yang engkau
ambil sebagai pekerja (pada kita) ialah orang yang kuat dan dapat dipercaya.”
QS.
al-Baqarah/2: 233.
۞ وَالْوَالِدٰتُ يُرْضِعْنَ اَوْلَادَهُنَّ حَوْلَيْنِ
كَامِلَيْنِ لِمَنْ اَرَادَ اَنْ يُّتِمَّ الرَّضَاعَةَ ۗ وَعَلَى الْمَوْلُوْدِ
لَهٗ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِۗ لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌ اِلَّا وُسْعَهَا ۚ لَا
تُضَاۤرَّ وَالِدَةٌ ۢبِوَلَدِهَا وَلَا مَوْلُوْدٌ لَّهٗ بِوَلَدِهٖ وَعَلَى
الْوَارِثِ مِثْلُ ذٰلِكَ ۚ فَاِنْ اَرَادَا فِصَالًا عَنْ تَرَاضٍ مِّنْهُمَا
وَتَشَاوُرٍ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا ۗوَاِنْ اَرَدْتُّمْ اَنْ تَسْتَرْضِعُوْٓا
اَوْلَادَكُمْ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ اِذَا سَلَّمْتُمْ مَّآ اٰتَيْتُمْ
بِالْمَعْرُوْفِۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ وَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ بِمَا
تَعْمَلُوْنَ بَصِيْرٌ
Terjemahnya
:
Dan
ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, bagi yang ingin
menyusui secara sempurna. Dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian
mereka dengan cara yang patut. Seseorang tidak dibebani lebih dari
kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita karena anaknya dan jangan pula
seorang ayah (menderita) karena anaknya. Ahli waris pun (berkewajiban) seperti
itu pula. Apabila keduanya ingin menyapih dengan persetujuan dan
permusyawaratan antara keduanya, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika
kamu ingin menyusukan anakmu kepada orang lain, maka tidak ada dosa bagimu
memberikan pembayaran dengan cara yang patut. Bertakwalah kepada Allah dan
ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.
QS.
al-Nisa/4: 29.
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَكُمْ
بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ اِلَّآ اَنْ تَكُوْنَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِّنْكُمْ
ۗ وَلَا تَقْتُلُوْٓا اَنْفُسَكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيْمًا
Terjemahnya
:
Wahai
orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan
jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas
dasar suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu.
Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu.
b.
Hadis
احْتَجَمَ النبيُّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ، وأَعْطَى الحَجَّامَ
أَجْرَهُ،
Artinya:
Ketika
Nabi Muhammad saw. berbekam, nabi memberikan upah kepada tukang bekam tersebut
c. Ijtihad
Para
ulama fiqih tidak membolehkan ijarah terhadap nilai tukar uang karena
menyewakan itu menghabiskan materinya. Sedangkan dalam ijarah yang dituju
hanyalah manfaat dari suatu benda. Selain itu menyewakan uang berarti adanya
kelebihan pada barang ribawi yang cenderung kepada riba yang jelas diharamkan.
3.
Rukun dan syarat ijarah
Sebagai
buah transaksi umum, ijarah baru dianggap sah apabila telah memenuhi rukun dan
syaratnya. Adapun syarat-syarat akad ijarah adalah sebagai berikut:[1]
- Kedua belah pihak yang berakad menyatakan kerelaannya untuk melakukan akad ijarah.
- Manfaat yang menjadi objek ijarah harus diketahui secara sempurna, sehingga tidak muncul perselisihan di kemudian hari
- Orang yang menyewa barang berhak memanfaatkan untuk menggunakan manfaat tersebut, ia boleh memanfaatkan untuk dirinya sendiri atau untuk orang lain, baik dengan cara menyewa atau meminjamkan. Artinya, barang yang disewa dapat disewakan lagi pada orang lain, misalnya seorang menyewa rumah dapat digunakan untuk dirinya atau disewakan lagi pada orang lain. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa pemilikan tidak hanya terbatas pada pembelian tetapi juga sewa dan terhadap barang yang telah dimiliki ataupun hak kepemilikannya telah dikuasai dapat diperjualbelikan, dipinjamkan ataupun disewakan.
- Pada ijarah yang bersifat jasa atau pekerjaan seseorang, objek ijarah bukan merupakan suatu kewajiban bagi ornag tersebut. Misalnya, menyewa orang untuk melakukan shalat, menyewa orang yang belum haji untuk menggantikan hajinya. Mengenai fee atau gaji pada suatu pekerjaan yang bukan fardhu ‘ain tetapi kewajiban kolektif seperti mengajar mengaji, ulama pada umumnya membolehkan berdasarkan hadis rasul: Upah yang lebih berhak kamu ambil dari mengajarkan kitan Allah.
- Objek ijarah merupakan suatu yang bisa disewakan.
- Upah/sewa dalam akad ijarah harus jelas, tertentu, dan sesuatu yang bernilai.
- Ulama Hanafi mengatakan upah/sewa itu tidak sejenis dengan menfaat yang disewa. Bisa saja sewa menyewa pada barang yang sama tetapi jika berbeda dalam nilai dan manfaat dibolehkan. Dengan demikian ijarah bisa dikenakan atas manfaat barang atau jasa yang dibutuhkan dan terhadap jasa tersebut dapat diambilkan fee atau upahnya.
------------
1. Gemala Dewi, dkk, Hukum Perikatan Islam, (Jakarta: Kencana, 2007), h. 114-115.
0 komentar:
Post a Comment