Sunday, June 28, 2020

ULASAN LENGKAP TENTANG TEORI PENGAYOMAN


Suatu peristiwa penting dalam proses pembinaan hukum nasional, adalah ditemukannya lambang keadilan yang serasi dengan kepribadian bangsa kita oleh Menteri Kehakiman Sahardjo berupa pohon beringin sebagai lambang pengayoman. Lambang pengayoman ini dimaksudkan guna menggantikan simbol keadilan negara Barat yang dirupakan oleh Dewi Themis (puteri Ouranos dan Gala) sebagai dewi keadilam.[1]
Secara logika mémang suatu kemustahilan seorang dewi cantik dalam kondisi mata tertutup karena dibalut kain hitam, tangan kiri memegang sebuah pedang, dan tangan kanan memegang sebuah dacin mampu menegakkan keadilan. Barangkali alasan itulah yang menyebabkan di negara Indonesia lambang dewi keadilan diganti oleh lambang pengayoman.
Dengan demikian, menurut teori pengayoman tujuan hukum adalah untuk mengayomi manusia baik secara aktif maupun secara pasif. Secara aktif dimaksudkan sebagai upaya untuk menciptakan suatu kondisi kemasyarakatan yang manusiawi dalam proses yang berlangsung secara wajar. Sedangkan yang dimaksudkan secara pasif, adalah mengupayakan pencegahan atas tindakan yang sewenang-wenang dan penyalahgunaan hak.
Usaha mewujudkan pengayoman tersebut termasuk di dalamnya adalah: 
  1. Mewujudkan ketertiban dan keteraturan; 
  2. Mewujudkan kedamaian sejati;
  3. Mewujudkan keadilan;
  4. Mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial.[2]
Dari upaya tersebut kita dapat menyimak, bahwa kedamaian sejati dapat terwujud apabila warga masyarakat telah merasakan suatu ketenteraman baik lahir maupun batin. Begitu pula halnya dengan ketenteraman, dianggap sudah ada, apabila warga masyarakat merasa yakin bahwa kelangsungan hidup dan pelaksanaan hak tidak bergantung pada kekuatan fisik maupun nonfisik belaka. Selanjutnya selama tidak melanggar hak dan merugikan ofang lain, warga masyarakat tanpa rasa khawatir akan:
  1. Secara bebas melakukan apa yang dianggapnya benar;
  2. Secara bebas akan dapat mengembangkan bakat dan minatnya;
  3. Merasa selalu mendapat perlakuan yang wajar, begitu juga ketika ” ia telah melakukan suatu kesalahan.[3]
Download File Doc
Referensi

[1] Fockema Andreae, Kamus Istilah Hukum, (Bandung: Binacipta, 1983), h. 568.
[2] PIH-FH-Unpar, Pengantar Ilmu Hukum, (Bamdung: Unpar, 1995), h. 36.
[3] Dudu Duswara Machmudin, Pengantar Ilmu Hukum, (Bandung: Refika Aditama, 2010), h. 29.

0 komentar:

Post a Comment