Saturday, August 24, 2019

PENGERTIAN CLASS ACTION ATAU GUGATAN PERWAKILAN KELOMPOK


https://pixabay.com/photos/human-audience-mass-people-334110/
Istilah class action pertama kali diperkenalkan di negara yang menganut sistem hukum common law (Inggris), yang dalam perkembangan telah dianut oleh negara-negara lain, seperti Kanada, India, Amerika Serikat, Australia, dan juga Indonesia. Class action, bagi negara-negara yang menganut sistem common law, mempakan suatu terobosan hukum untuk kepraktisan dan menjamin rasa keadilan.
Di Indonesia, istilah class action dikenal dengan istilah gugatan perwakilan kelompok sebagaimana disebut pada PERMA No. 1 Tahun 2002, yaitu judul perma tersebut. Di Indonesia pengakuan class action sudah ada sejak tahun 1997, yaitu dengan adanya pengaturan class action yang diatur dalam beberapa perundang-undangan. Dengan pengakuan itu, gugatan class action di Indonesia menjadi sering digunakan oleh para pencari keadilan.
Indonesia menganut class action dalam hukum positifnya mulai sejak diundangkannya UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, kemudian diatur pula dalam UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan UU No. 41 tentang Kehutanan pada Tahun 1999.
Meskipun pengaturan class action masih terbatas dan hanya dalam beberapa pasal saja, gugatan class action dilaksanakan melalui prosedur yang sama dengan gugatan perdata biasa. Pada tahun 2002, MA mengeluarkan PERMA No. 1 Tahun 2002 tentang Acara Gugatan Perwakilan Kelompok. Dengan dikeluarkannya peraturan Mahkamah Agung tersebut, di Indonesia secara formil diatur secara khusus mengenai acara dan prosedur class action.
Di Indonesia, sebelum PERMA No. 1 Tahun 2002 dikeluarkan, gugatan class action sebenarnya sudah pernah dipraktikkan, yaitu pertama kali dimulai pada tahun 1987 terhadap kasus R.O Tambunan melawan Bentoel Remaja, perusahaan iklan, dan radio swasta niaga Prambors. Perkara Bentoel Remaja ini diajukan di PN Jakarta Pusat. Kemudian menyusul kasus Muchtar Pakpahan melawan Gubemur DKI Jakarta & Kakanwil Kesehatan DKI (kasus endemi demam berdarah) di PN Jakarta Pusat pada tahun 1988 dan kasus YLKI melawan PT PLN Persero (kasus pemadaman listrik se-Jawa Bali tanggal 13 April 1997) pada tahun 1997 di PN Jakarta Selatan (Emerson Yunto, 2005: 12). Sayangnya, ketiga kasus class action tersebut semuanya tidak dapat diterima oleh pengadilan, terutama karena belum ada hukum positif yang mengatur mengenai gugatan class action. Class action hanya dikenal di negara yang menganut sistem hukum Anglosaxon, sementara di Indonesia menganut tradisi hukum yang lebih dominan dipengaruhi Eropa kontinental. Selain itu, pengadilan di kita masih terdapat adagium hukum yang berlaku bahwa tidak ada kepentingan maka tidak ada aksi, yang mengindikasikan bahwa gugatan itu harus dilakukan oleh orang yang memiliki hubungan hukum dan diperlukan surat kuasa khusus.
Dilihat dari sejarahnya, class action pertama sekali dikenal di Inggris pada abad ke 18. Dalam perkembangannya dianut oleh negara-negara persemakmuran Inggris, kemudian berbagai negara mangadopsinya, seperti Amerika Serikat dan Indonesia (Emerson Yunto 2005: 9-11). Negara Inggris memperkenalkan prosedur class action berdasarkan judge made law dan kusus untuk perkara-perkara berdasarkan equity yang diperiksa oleh Court of Chancery. Saat itu Court of any mengadili perkara yang melibatkan pihak penggugat yang jumlahnya puluhan dan ratusan secara kumulasi. Pengadilan secara administrasi mengalami kesulitan untuk melakukan pemanggilan dan pemeriksaan terhadap gugatan tersebut. Sejak saat itu, mulailah pengadilan menciptakan prosedur class action, di mana puluhan atau ratusan orang yang mempunyai kepentingan yang sama tersebut tidak semuanya maju ke pengadilan, melainkan cukup diwakili oleh satu atau beberapa orang saja.
Pada awal diperkenalkannya prosedur class action di Court of Chancery, tuntutan yang diajukan hanyalah tuntutan yang didasarkan atas keadilan saja, misalnya tuntutan accounting, declaration, atau injunction. Accounting adalah tuntutan permintaan pertanggungjawaban berdasarkan suatu hubungan yang bersifat fiduciary. Declaration adalah tuntutan yang berupa pernyataan atau pengakuan hak-hak para penggugat, pengakuan adanya tanggung jawab dari tergugat, pengakuan terhadap dasar gugatan, dan sebagainya. Injuction adalah tuntutan yang berupa perintah bagi tergugat untuk tidak melakukan sesuatu atau bersifat preventif.
Setelah adanya penggabungan antara law and equity, di Inggris prosedur class action kemudian akhirnya digunakan untuk perkara-perkara yang didasarkan pada equity maupun law (misalnya tuntutan ganti rugi) dan telah diatur dalam Supreme Court of Judicature Act pada tahun 1973, yang kemudian diubah dan diatur kembali dalam The English Rules of the Supreme Court (ERCS) pada tahun 1965. Dengan pengaturan class action dalam Supreme Court of Judicature Act 1973 tersebut memberikan kewenangan bagi pengadilan untuk menjatuhkan putusan yang bersifat deklaratif atas pemulihan yang adil (equitable remedies), yaitu berupa pemulihan terhadap suatu hal yang diderita kelompok yang anggotanya berjumlah banyak (numerous). Setelah diubah dengan Supreme Court 1965, reprensentative action diatur dengan berpatokan pada syarat berikut.
  1. Numerous members (anggota kelompoknya banyak). 
  2. Same interest in one action (terdapat kesamaan kepentingan).
  3. Such acion on behalf of the benefit of all members (gugatan itu untuk kepentingan seluruh anggota).
Kanada, yang dalam perkembangan ketentuan class action banyak meniru ketentuan class action di negara Inggris, pertama kali mulai mengenai prosedur class action di Provinsi Ontario dengan keluarkannya The Ontario Indicature Act 1881, yang kemudian diperbarui dengan Supreme Court of Ontario Rules of Practice (SCORP) 1980. Ketentuan yang lebih lengkap kemudian diatur dalam Ontario Class Proceedings Act (OCPA) 1992, di mana pengaturan class action mencakup adanya sejumlah orang yang mempunyai permasalahan hukum yang sama. Permasalahan hukum itu timbul dari fakta atau peristiwa yang sama Dalam hal seperti itu, satu atau lebih anggota kelompok, dapat tampil mengajukan gugatan, mewakili seluruh anggota kelompok yang bersangkutan. Untuk mewujudkan class action yang seragam dan berlaku di seluruh propinsi di Kanada, the Uniform Law Conference of Canada telah berhasil membuat class Proceeding Act 1996.
India, pengakuan terhadap prosedur class action mulai dikenal pada tahun 1908 dan diatur dalam Rule 8 of Order 1 of Civil Procedure 1908. Kemudian, diubah dan disempurnakan pada tahun 1976. Menurut ketentuan tersebut, yang dimaksud dengan class action adalah gugatan yang diajukan oleh atau terhadap orang seorang yang merupakan anggota dari suatu kelompok untuk mewakili seluruh kepentingan kelompok tersebut dengan syarat ada sejumlah besar orang, mempunyai kepentingan yang sama, pengadilan mengizinkan orang tersebut untuk menjadi wakil kelompok, dan ada kewajiban memberitahukan kepada seluruh anggota kelompok.
Amerika Serikat mulai mengenal class action sejak tahun 1938, yang waktu itu mengatur prosedur class action untuk sistem peradilan federal, yakni United State of of Civil Prosedure (FRCP) 1938 yang mengatur prosedur class action untuk sistem peradilan federal, dengan memperkenalkan tiga class action, yaitu true class action, hybrid class action dan spurious class action. Kemudian aturan ini direvisi pada tahun 1966 dengan hanya mengenal satu jenis class action sebagaimana diatur dalam Rule 23 the United State of Federal Rules of Civil Prosedure 1966. Dalam peraturan ini dijelaskan bahwa class action adalah gugatan yang diajukan oleh atau terhadap satu atau lebih yang merupakan anggota dari suatu kelompok (class) yang bertindak untuk mewakili seluruh anggota kelompok tersebut dengan syarat ada sejumlah besar orang, mempunyai permasalahan hukum, fakta serta tuntutan yang sama, serta wakil yang representatif.
Perkembangan class action terutama didukung oleh penyusunan Rule 23 the United State of Federal Rules of Civil Prosedure 1966 sehingga lebih menunjang pelaksanaan suatu gugatan dengan cara class action. Jadi, persyaratan umum yang harus dipenuhi jika melakukan class action di Amerika serikat adalah gugatan yang diajukan telah mencakup semua kepentingan orang banyak yang mempunyai ciri adanya kesamaan kepentingan serta diharapkan bahwa gugatan class action lebih efektif daripada gugatan individual, karena tidak perlu setiap orang ikut serta dalam proses gugatan tersebut.
Adapun Australia, pertama kali mengakui prosedur class action adalah pada tahun 1970 di negara bagian New South Wala, yang diatur dalam New South Wala Supreme Court Rules. Kemudian peradilan federal Australia mengaturnya dalam Federal Court of Australia Act 1976. Akhimya, class action berkembang meliputi seluruh yurisdiksi negara bagian Australia dan pada umumnya diatur sebagai salah satu ketentuan prosedur beperkara di dalam undang-undang yang mengatur hukum acara perdatanya.
Istilah class action mempakan sinomim dari class suit atau representative action. Di Indonesia istilah class action diadopsi dengan sinonim gugatan perwakilan (Pasal 37 ayat (1) UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup), gugatan kelompok (UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen), gugatan perwakilan (Pasal 38 ayat (1) UU No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi, gugatan perwakilan (Pasal 71 ayat (1) UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan), dan gugatan perwakilan kelompok (PEMA No. 1 Tahun 2002 tentang Acara Gugatan Perwakilan Kelompok).
Pengertian class action dapat dikemukakan antara lain menurut Meriam Webster Colegiate Dictionare (1994), yang menyebutkan class action: a legal action under taken by one or more plaintiffs on behalf of themselves and all other persons havings an identical interest in allegend wrong. Black’law Dictionary menyebutkan class action adalah sekelompok besar orang yang berkepentingan dalam suatu perkara; satu atau lebih dapat menuntut atau dituntut mewakili kelompok besar orang tersebut tanpa perlu menyebut satu peristiwa satu anggota yang diwakili. Clorilier Multi Media Encyclopedia menyebutkan bahwa class action adalah gugatan yang diajukan oleh seorang atau lebih anggota kelompok masyarakat mewakili seluruh anggota kelompok masyarakat. Acmad Santosa (1997) memberikan pengertian class action adalah gugatan perdata (biasanya terkait dengan permintaan injunction atau ganti kerugian) yang diajukan oleh sejumlah orang (dalam jumlah yang tidak banyak, misalnya satu atau dua orang) sebagai perwakilan kelas (class representatif) untuk mewakili kepentingan mereka, sekaligus mewakili kepentingan ratusan atau ribuan orang lainnya yang juga sebagai korban. Ratusan atau ribuan orang yang diwakili tersebut diistilahkan sebagai class members. Emerson Yunto (2005: 1) menyebutkan class action adalah suatu gugatan perdata yang diajukan oleh satu orang atau lebih yang mewakili kelompok yang dirugikan untuk mengajukan gugatan ke pengadilan karena adanya kesamaan fakta dan dasar hukum antara satu orang atau lebih yang mewakili keompok dengan kelompok yang diwakili.
Menurut Yahya Harahap (2002: 139), class action mempakan sinonim dari class suit atau representatif action yang berarti 
  1. gugatan yang berisi tuntutan melalui proses pengadilan yang diajukan oleh satu orang atau beberapa orang yang bertindak sebagai wakil kelompok (class representative);
  2. perwakilan kelompok yang bertindak mengajukan gugatan tidak hanya untuk dan atas nama mereka, tetapi sekaligus untuk dan atas nama kelompok yang mereka wakili, tanpa memerlukan surat kuasa dari anggota kelompok; 
  3. dalam pengajuan gugatan tersebut, tidak perlu disebutkan secara individual satu per satu identitas anggota kelompok yang diwakili;
  4. yang penting, asal kelompok yang diwakili dapat didefinisikan identifikasi anggota kelompok secara spesifik;
  5. selain itu, antara seluruh anggota kelompok dengan wakil kelompok terdapat kesamaan fakta atau dasar hukum yang melahirkan  
  • kesamaan kepentingan (common interest),  
  • kesamaan penderitaan (common grievance), dan 
  • apa yang dituntut memenuhi syarat untuk kemanfaatan bagi seluruh anggota.
Bagaimana pengaturan class action di Indonesia? Sebelum class action diatur dengan keluarnya PERMA No. 1 Tahun 2002, sebenarnya class action sudah terdapat dalam perundang-undangan Indonesia, di antaranya UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, UU No. 18 Tahun 1999 tentang Iasa Konstruksi, dan UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
Menurut UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, pengertian class action dapat dijumpai dalam penjelasan Pasal 37 ayat (1), yang menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan class action adalah hak sekelompok orang kecil masyarakat untuk bertindak mewakili masyarakat dalam jumlah besar yang dirugikan atas dasar kesamaan permasalahan, fakta hukum, dan tuntutan yang ditimbulkan karena pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup. Setelah diterbitkannya PEMA No. 1 Tahun 2002 tentang Acara Gugatan Perwakilan Kelompok, perumusan gugatan perwakilan kelompok adalah suatu tata cara pengajuan gugatan, di mana satu orang atau lebih yang mewakili kelompok mengajukah gugatan untuk dirinya sendiri dan sekaligus mewakili sekelompok orang yang jumlahnya banyak dan memiliki kesamaan fakta atau kesamaan dasar hukum antara wakil kelompok dan anggota kelompoknya.
Lebih lanjut PERMA No. 1 Tahun 2002 menjelaskan sebagai berikut
  1. Wakil kelompok adalah satu orang atau lebih yang menderita kerugian yang mengajukan gugatan dan sekaligus mewakili kelompok orang yang lebih banyak jumlahnya.
  2. Anggota kelompok adalah sekelompok orang dalam jumlah banyak yang menderita kerugian yang kepentingannya diwakli oleh wakil kelompok di pengadilan. Sub kelompok adalah pengelompokan anggota kelompok ke dalam kelompok yang lebih kecil dalam satu gugatan berdasarkan perbedaan tingkat penderitaan dan/atau jenis kerugian.
  3. Class action ada juga yang memandang sebagai penggabungan gugatan di pengadilan yang terdiri dari banyak orang untuk mengajukan gugatan yang mensyaratkan satu orang atau lebih mewakili kelompok yang mengajukan gugatan. Gugatan yang diajukan selain untuk diri sendiri, sekaligus mewakili sekelompok orang yang memiliki kesamaan fakta atau kesamaan dasar hukum antara wakil kelompok dan anggota kelompoknya.
Berdasarkan uraian tersebut, class action dapat diartikan sebagai suatu tata cara mengajukan gugatan perdata yang diajukan oleh satu orang atau lebih yang mewakili kelompok yang dirugikan ke pengadilan karena adanya kesamaan fakta dan dasar hukum antara satu orang atau lebih yang mewakili kelompok dengan kelompok yang diwakili.
Manfaat gugatan perwakilan kelompok dapat dilihat dari berbagai segi yaitu berikut ini.
  1. Prosedur class action lebih efisien dan ekonomis (judicial eficience dun judicial economy). Efisien maksudnya adalah bahwa dengan class action dapat menghindari dari pengajuan perkara yang berulang-ulang secara individual dan dapat menghindari putusan yang saling bertentangan atau berbeda-beda atau putusan yang tidak konsisten dalam perkara yang sama. Ekonomis maksudnya adalah bahwa seluruh anggota kelompok dapat mengabungkan diri bersama-sama, sehingga biaya dapat lebih ringan (ditanggung secara renteng).
  2. Akses terhadap keadilan (acses to justice). Bahwa dengan menggunakan class action dianggap lebih mudah dibandingkan dengan pengajuan gugatan secara individual. Kalau gugatan dilakukan secara individual akan menimbulkan beban bagi Penggugat yang sering menjadi pengambat untuk memperjuangkan haknya ke pengadilan. Namun kalau dilakukan dengan menggabungkan diri secara bersama-sama akan mengurangi hambatan bagi penggugat individual yang pada umumnya berkedudukan dalam posisi yang lemah secara ekonomis, pikologis, dan kemampuannya tentang hukum. Selain itu dalam class action hdak mensyaratkan pengindentifikasian nama. sehingga dapat mencegah adanya intimidasi terhadap anggota kelompok.
  3. Mendorong perubahan sikap berperilaku pelanggaran (behaviour modification). Dengan class action. bagi penderita korban akan memberikan arti yang lebih luas untuk memperjuangkan keadilan, bagi pihak yang bersalah agar bertanggung jawab dengan pemberian ganti kerugian. Dengan penghukuman ini akan mendorong setiap pelaku usaha (pemerintah atau swasta) untuk bertindak lebih hati-hati dan ini akan dapat menimbulkan deterrent effect (penjera).
Menurut John Banten Q.C. sebagaimana dikutip oleh Emerson Yuntho (2005: 4) terdapat lima manfaat yang diperoleh apabila mengaiukan dengan class action yaitu berikut ini.
  1. Mengatur menyelesaikan perkara yang tidak dapat diajukan secara individual.
  2. Memastikan bahwa tuntutan untuk ganti kerugian yang kecil serta dana yang terbatas diperlukan dengan sepantasnya.
  3. Mencegah putusan yang bertentangan untuk permasalahan yang sama.
  4. Penggunaan administrasi peradilan yang lebih efisien.
  5. Mengembangkan proses penekan hukum. 
Menurut Emerson, manfaat dan kelemahan dalam prosedur class action (2005: 5-6) adalah sebagai berikut.
Manfaat:
  1. Proses perkara menjadi sangat ekonomis (judicial Economy).
  2. Akses keadilan (acces to justice).
  3. Mendorong bersikap hati-hati (behavieour modification) dan mengubah sikap pelaku pelanggar.
Kelemahan:
  1. Kesulitan dalam mengelola. Hal ini terjadi terutama pada pemberitahuan dan pendistribusian ganti rugi karena jumlah anggota kelompok banyak dan menyebar di beberapa wilayah yang tidak sama serta memerlukan biaya yang tidak sedikit.
  2. Dapat menyebabkan ketidakadilan. Hal ini terkait dengan penentuan keanggotaan kelompok beserta daya ikatnya dari putusan hakim. Apabila prosedur yang dipilih adalah Opt in, tentunya tidak ada pernyataan masuk sebagai bagian dari anggota kelompok, yang sesungguhnya mempunyai kesamaan kepentingan oleh karena tidak mengetahui adanya pemberitahuan, dapat mengakibatkan hilangnya hak mereka untuk menikmati keberhasilan gugatan class action. Oleh karena itu, putusan hakim hanya mempunyai akibat hukum bagi mereka yang masuk sebagai anggota kelompok.
  3. Dapat menyebakan kebangkrutan bagi tergugat. 
  4. Publikasi gugatan class action dapat menyudutkan pihak tergugat.
Dengan demikian, dilihat dalam perkembangannnya class action merupakan suatu terobosan baru untuk menghindari keputusan yang berbeda-beda, sehingga penyelesaiannya cepat, biayanya ringan, dan waktu administrasi di persidangan lebih efektif dan lebih efisien.


0 komentar:

Post a Comment