Tuesday, July 2, 2019

PENGERTIAN HUKUM ACARA EKONOMI SYARIAH


Image from Adobe Post/Hukum Acara Ekonomi Syariah
Secara umum, hukum acara ekonomi syariah merupakan bagian dari hukum acara perdata atau hukum perdata formal. Oleh sebab itu, selain diatur secara khusus dan spesifik oleh Peraturan Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah, maka hukum acara yang berlaku dalam penyelesaian sengketa ekonomi syariah juga merujuk kepada hukum acara perdata lainnya yang telah diatur menurut peraturan perundang-undangan di Indonesia. Berkenaan dengan hal tersebut, dalam memahami hukum acara ekonomi syariah mesti memahami hukum acara perdata terlebih dahulu. Dalam hal ini, terdapat di berbagai pengertian hukum acara perdata yang dipaparkan oleh para ahli hukum.
Pada prinsipnya, hukum acara merupakan peraturan-peraturan yang memuat cara bagaimana orang harus berbuat dalam mengajukan gugatan perkara di muka pengadilan dan cara bagaimana pula pengadilan itu harus melakukan tindakan dari menerima, memeriksa, dan mengadili dalam menjalankan hukum perdata materiil yang diajukan orang ataupun subjek hukum. Menurut Wirjono Prodjodikoro, hukum acara perdata adalah peraturan-peraturan yang memuat cara bagaimana orang harus bertindak di muka pengadilan dan bagaimana pengadilan harus bertindak satu sama lain untuk melaksanakan jalannya peraturan-peraturan hukum perdata.1
Selanjutnya, R. Suparmono memberikan definisi hukum acara perdata adalah keseluruhan peraturan hukum yang mengatur tentang cara-cara bagaimana mempertahankan, melaksanakan, dan menegakkan hukum perdata materiil melalui proses peradilan. Adapun Soedikno Mertokusumo menyatakan hukum acara perdata mengatur tentang cara bagaimana mengajukan tuntutan hak, memeriksa serta memutusnya dan pelaksanaan dari putusan. Lebih jelas beliau menguraikan, bahwa pengertian hukum acara perdata ialah peraturan hukum yang mengatur bagaimana cara menjamin ditaatinya hukum perdata materiil dengan perantara hakim atau peraturan hukum yang menentukan.2 
Retnowulan Sutantio menjelaskan hukum acara perdata disebut juga hukum perdata formal yaitu kaidah-kaidah hukum yang memuat dan mengatur cara bagaimana melaksanakan hak-hak dan kewajiban perdata sebagaimana yang diatur dalam hukum perdata materiil.3 Tidak jauh berbeda, Darwan Sprints mengkostruksikan bahwa gugatan adalah suatu upaya atau tindakan untuk menuntut hak atau memaksa pihak lain untuk melaksanakan tugas atau kewajibannya, guna memulihkan kerugian yang diderita oleh penggugat melalui pengadilan.4 
Lebih jelas diungkapkan bahwa, hukum acara perdata adalah hukum yang mengatur bagaimana ditegakannya hukum perdata materiil. Dalam hal ini, hukum acara perdata mengatur bagaimana cara berperkara di pengadilan, bagaimana cara mengajukan gugatan dan lain sebagainya di dalam hukum perdata.5 Menurut M.H. Tirtaamidjaja, pengertian hukum acara perdata adalah suatu akibat yang ditimbulkan dari hukum perdata materiil.6 
Menurut R. Subekti, hukum acara itu mengabdi kepada hukum materiil, setiap perkembangan dalam hukum materiil itu sebaiknya selalu diikuti dengan penyesuaian hukum acaranya.7 Oleh karena itu, hukum perdata diikuti dengan penyesuaian hukum acara perdata dan hukum pidana diikuti dengan penyesuaian hukum acara pidana. Adapun Soepomo menegaskan bahwa dalam peradilan perdata tugas hakim adalah mempertahankan tata hukum perdata (Burgerlijke rechts orde), serta menetapkan apa yang ditentukan oleh hukum dalam suatu perkara.8 Dari pengertian hukum acara perdata tersebut dapat dipahami bahwa hukum acara perdata adalah hukum yang mengatur bagaimana ditegakkannya suatu hukum perdata materiil. 
Hukum acara perdata menurut Zainal Asikin adalah peraturan hukum yang mengatur proses penyelesaian perkara perdata melalui hakim (di pengadilan) sejak diajukan gugatan, diperiksanya gugatan, dan diputus sengketa sampai pelaksanaan putusan.9 Menurut Wantjik K. Saleh hukum acara perdata sebagai ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang bagaimana caranya beperkara perdata di muka pengadilan.10 Sejalan dengan deflnisi tersebut, Lilik Mulyadi menyebutkan bahwa hukum acara perdata merupakan peraturan hukum yang mengatur bagaimanakah proses seseorang untuk beperkara perdata di depan sidang pengadilan serta bagaimana proses hakim (pengadilan) menerima, memeriksa, mengadili, dan memutuskan perkara serta bagaimana proses pelaksanaan putusan dalam rangka mempertahankan eksistensi hukum perdata materiil.11
Abdul Kadir Muhammad menyebutkan bahwa hukum acara perdata adalah peraturan hukum yang berfungsi untuk mempertahankan berlakunya hukum perdata materiil sebagaimana mestinya melalui pengadilan (hakim).12 Soeroso mendefinisikan hukum acara perdata sebagai kumpulan ketentuan dengan tujuan memberikan pedoman dalam usaha mencari kebenaran dan keadilan bila terjadi permasalahan hukum perdata materiil.13
Dengan demikian, hukum acara perdata adalah hukum yang berfungsi untuk menegakkan, mempertahankan, dan menjamin ditaatinya hukum perdata materiil dalam praktik. Oleh karena itu, bagi orang yang merasa hak perdatanya dilanggar, tidak boleh diselesaikan dengan cara menghakimi sendiri (eigenrichting), tetapi ia dapat menyampaikan perkaranya ke pengadilan, yaitu dengan mengajukan tuntutan hak (gugatan) terhadap pihak yang dianggap merugikannya agar memperoleh penyelesaian sebagaimana mestinya. 
Selanjutnya, pemahaman terhadap hukum acara perdata secara umum sebagaimana telah dijelaskan di atas, perlu dimaknai dengan hukum acara peradilan agama karena penyelesaian sengketa ekonomi syariah menjadi kompetensi absolut Pengadilan Agama. 
Menurut Abdul Manan, hukum acara peradilan agama adalah rangkaian peraturan-peraturan yang memuat cara bagaimana orang harus bertindak di muka pengadilan yang terdiri dari cara mengajukan tuntutan dan mempertahankan hak, cara bagaimana pengadilan harus bertindak untuk memeriksa serta memutus perkara dan cara bagaimana melaksanakan putusan tersebut di lingkungan peradilan agama.” Juga disebut sebagai hukum perdata formal karena ia mengatur tentang proses penyelesaian perkara melalui pengadilan sesuai dengan norma-norma yang telah ditentukan secara formal. 
Sampai saat ini, belum terdapat rumusan yang komprehensif tentang hukum acara ekonomi syariah di Indonesia. Hal tersebut disebabkan karena keberadaan hukum ekonomi syariah masih terbilang baru di Indonesia, Secara yuridis formal, hukum ekonomi syariah baru diatur melalui Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2008 tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) yang ditetapkan pada tanggal 10 September 2008. Idealnya, hukum acara itu mengabdi kepada hukum materiil, setiap perkembangan dalam hukum materiil itu sebaiknya selalu diikuti dengan penyesuaian hukum acaranya. Berdasarkan hal tersebut, lahirlah Peraturan Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah. 
Pada dasarnya, Peraturan Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah tidak mempertegas pengertian tentang hukum acara ekonomi syariah. Namun substansinya adalah hukum acara ekonomi syariah. Hanya saja dapat dipahami dan disimpulkan bahwa hukum acara ekonomi syariah adalah hukum yang mengatur bagaimana cara menyelesaikan sengketa-sengketa yang timbul di bidang ekonomi syariah, tata cara mengajukan tuntutan hak, memeriksa serta memutusnya dan pelaksanaan dari putusan, serta bagaimana menegakkan hukum ekonomi syariah itu sendiri. 
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyelesaian Perkara Ekonomi Syariah menegaskan bahwa pemeriksaan perkara ekonomi syariah dilakukan dengan berpedoman pada hukum acara yang berlaku kecuali yang telah diatur secara khusus dalam PERMA tersebut. Adapun definisi yang dirumuskan pada Draf Kompilasi Hukum Acara Ekonomi Syariah menyebutkan bahwa hukum acara ekonomi syariah adalah peraturan hukum yang mengatur bagaimana caranya menjamin ditaatinya hukum materiil ekonomi syariah dengan perantaraan badan peradilan (hakim).
Perlu dipahami bahwa penegakan hukum pada intinya adalah menegakkan nilai-nilai keadilan yang terkandung di dalamnya. Dalam perkara perdata dikatakan bahwa hakim cukup menemukan kebenaran formal belaka, sedangkan dalam perkara pidana barulah hakim diwajibkan mencari dan menemukan kebenaran materiil yang menyangkut nilai-nilai keadilan yang harus diwujudkan dalam peradilan pidana. Namun demikian, hakikat tugas hakim itu sendiri memang seharusnya mencari dan menemukan kebenaran materiil untuk mewujudkan keadilan materiil. Kewajiban demikian berlaku, baik dalam bidang pidana maupun di lapangan hukum perdata. 

Catatan Kaki
1 Wirjono Prodjodikoro, Hukum Acara Perdata di Indonesia, Sumur Bandung, Bandung, 1975, hlm. 13. 
2 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1979, hlm. 2. 
3 Retnowulan Sutantio, Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktik, Alumni Bandung, hlm. 2. 
4 Darwan Sprints, Strategi Menyususn dan Menangani Gugatan Perdata, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1992, hlm. 1. 
5 Moh. Taufik Makarao, Pokok-pokok Hukum Acara Perdata, Rineka Cipta, Jakarta, 2009, hlm. 55. 
6 M.H. Tirtaamidjaja, Kedudukan Hakim dan Jaksa, Fasco, Jakarta, 1955, hlm. 115. 
7 R. Subekti, Hukum Pembuktian, Pradnya Paramita, Jakarta, 1975, hlm. 63. 
8 Supomo, Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri, Pradnya Paramita, Jakarta, 1972, hlm. 12. 
9 Zainal Asikin, Hukum Acara Perdata di Indonesia, Prenadamedia, Jakarta, 2015, hlm. 1. 
10 K Wantjik Saleh, Hukum Acara Perdata, Ghalia, Jakarta, 1977, hlm. 7. 
11 Muhammad Saleh dan Lilik Mulyadi, Bunga Rampai Hukum Acara Perdata, Alumni, Bandung, 2012, hlm. 3. 
12 Abdul Kadir Muhammad, Hukum Acara Perdata Indonesia, Bandung, 2000, hlm 5 
13 Soeroso, Hukum Acam Perdata, Tata Cara dan Proses Persidangan, Sinar Grafika, Jakarta, 2003, hlm. 3. 
14 Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama, Al Hikmah, Jakarta, 2000, hlm. 45.

0 komentar:

Post a Comment