BARANG BUKTI DAN PENGATURANNYA DI DALAM KUHAP DAN KUHP
Tentang pengertian barang bukti, Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana tidak memberikan pengertian, dalam praktiknya barang bukti adalah barang yang diduga ada hubungannya dengan suatu tindak pidana baik itu alat yang digunakan untuk melakukan tindak pidana maupun barang yang dihasilkan dalam suatu tindak pidana. Menurut Andi Hamzah benda yang dapat disita adalah berupa “yang dipergunakan melakukan delik" yang dikenal dengan ungkapan “dengan mana delik dilakukan dan “benda yang menjadi objek delik" serta dikenal dengan ungkapan “mengenai mana delik dilakukan". [1]
lstilah
yang umum yang digunakan dalam praktik penanganan suatu perkara pidana
terhadap barang bukti yang dimaknai sebagai alat/benda baik yang
digunakan untuk melakukan suatu tindak pidana maupun barang yang
diperoleh dari hasil kejahatan. Secara umum benda yang dapat disita
dibedakan menjadi:
- Benda yang dipergunakan sebagai alat untuk melakukan tindak kejahatan (di dalam ilmu hukum disebut “instrumental delicti").
- Benda yang diperoleh atau dari hasil suatu tindak pidana (disebut juga “corpora delicti”).
- Benda-benda lain yang secara tidak langsung mempuyai hubungan dengan tindak pidana tetapi mempunyai alasan yang kuat untuk alasan pembuktian.
- Barang buku pengganti misaInyn objek yang dicuri itu adalah uang, kemudian dengan uang tersebut pelaku membeli sebuah radio misalnya. dalam hal ini radio tersebut disita sebagai barang bukti pengganti. [2]
Dalam Pasal 39 ayat (1) KUHAP dlsebutkan yang dapat dikenakan penyitaan adalah:
- Benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruhnya atau sebagian diduga diperoleh dari tindak pldana atau sebagai hasil dari tindak pidana;
- Benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya:
- Benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyidikan tindak pidana;
- Benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana;
- Benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan;
Benda
yang berada dalam sitaan karena perkara Perdata atau karena pailit
dapat juga disita untuk kepentingan penyidikan, penuntutan dan mengadili
perkara, sepanjang memenuhi ketentuan Pasal 39 ayat (2) KUHAP).
Dengan
demikian acuan suatu benda/barang jika hendak dirampas harus mengacu
pada ketentuan Pasal 39 KUHAP, yaitu: benda-benda kepunyaan terpidana
yang diperoleh dari kejahatan, benda-benda yang dipergunakan untuk
melakukan kejahatan dengan sengaja (dolusi), sedangkan terhadap
benda-benda terpidana yang melakukan kejahatan karena kelalaian/kealpaan
atau pelanggaran tidak bisa dilakukan penyitaan kecuali dalam tindak
pidana tertentu yang telah diatur dalam undang-undang;
Pada
umumnya sifat-sifat perampasan barang bersifat fakultatif (boleh
dirampas) tetapl kadang-kadang harus dirampas (imperatif) misalnya dalam
Pasal 250 bis, Pasal 261, dan Pasal 275 KUHP. Barang yang
dapat dirampas berdasarkan putusan hakim (Pasal 10 huruf b angka 2
KUHP) sebagai hukum tambahan, adalah barang-barang yang dapat disita
oleh penyidik.
Menurut Andi Hamzah pembatasan Pasal 39 ayat (1)
tersebut adalah bahwa “telah dengan sengaja dipakai untuk melakukan
kejahatan" diperluas oleh ayat (2) yang memungkinkan delik yang
dilakukan tidak dengan sengaja atau pelanggaran pidana, perampasan
barang-barang tertentu dapat dijatuhi kepada pelaku asal telah
ditentukan oleh undang-undang, maksudnya adalah perundang-undangan
terhadap tindak pidana khusus seperti Undang-Undang Tindak Pidana
Ekonomi. Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, dan Undang-Undang Tindak
Pidana Narkotika, dan Iain-lain. [3]
Catatn kaki
Catatn kaki
1 Andi Hamzah. “Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia” (Jakarta: Pradnya Paramita. 1993)hlm. 150.
2 Soesilo Yuwono. Penyelesaian perkara Pidana Berdasarkan KUHAP Sistem dan Prosedur (Bandung: Alumni. 1982), hlm. 95.
3 Andi Hamzah, Op. Cit, hlm. 152.
Saya di masuk kan polisi sabu sabu di dalam celana saya & di suruh mengakui barang tersebut.sejrang masih dalam persidangan
ReplyDelete