MAKNA PERMOHONAN BANDING
Putusan
pengadilan tingkat pertama itu belum dapat dinyatakan mempunyai
kekuatan hukum yang pasti atau tetap atau in kracht van gwijsde, apabila
upaya hukum yang tersedia, yaitu upaya hukum untuk banding oleh para
pihak berperkara diajukan oleh salah satu atau oleh kedua belah pihak
berperkara dimohonkan banding, oleh karena yang bersangkutan tidak dapat
menerima atau tidak dapat menyetujui akan putusan pengadilan tingkat
pertama tersebut.
Putusan pengadilan tingkat pertama yang
dimohonkan banding tersebut, menjadikan pengadilan tingkat banding
berkewajiban untuk mengulang pemeriksaan dan mengadili kembali perkara
para pihak itu.
Pemeriksaan ulang pengadilan tingkat banding
bertujuan supaya pengadilan tingkat banding dapat menyimak maksud,
tujuan dan inti yang sebenarnya terjadi dalam sengketa para kedua pihak
berperkara, sehingga dapat menyusun uraian-uraian didalam tentang
hukumnya, yang dapat secara jelas mencerminkan kecermatan pengadilan
tingkat banding terhadap sengketa para pihak berperkara, yang mungkin
saja tidak sekedar gugatan penggugat kepada tergugat, tetapi juga
gugatan balik dari tergugat kepada penggugat.
Kecermatan dari
pengadilan tingkat banding, dalam menyusun uraian didalam tentang
hukumnya adalah merupakan pertanggungan jawab dari pengadilan tingkat
banding, khususnya kepada para pihak berperkara, atau kepada masyarakat
yang berkepentingan atas putusan banding, bahwa putusan yang diambil
oleh pengadilan tingkat banding mempunyai nilai yang adil dan objektif.
Oleh
karenanya putusan banding tersebut, tidak dapat lepas dari apa yang
telah diputuskan oleh pengadilan tingkat pertama itu, berarti tidak
dapat terlepas dari apa yang sebenamya menjadi tuntutan dalam gugatan
penggugat, yang berarti juga tidak dapat lepas dari apa yang menjadi
jawaban pihak tergugat, sebagai pihak lawannya, fakta-fakta apa atau
kejadian-kejadian apa yang terungkap didalam persidangan pengadilan
serta bagaimana pengadilan tingkat pertama menerapkan kedudukan hukum
atas kejadian-kejadian yang terungkap.
Fakta-fakta kejadian yang
terungkap didalam persidangan tidak selamanya harus menjadi pokok
masalah yang harus dipertimbangkan oleh pengadilan pertama ataupun
pengadilan tingkat banding, karena fakta-fakta kejadian yang diajukan
oleh pihak berperkara, misalnya fakta kejadian yang diajukan oleh
penggugat tentang jual beli tanah pekarangan, apabila tidak dibantah
atau diakui oleh pihak lawannya sudah merupakan hukum bagi pihak-pihak
berperkara, sehingga pihak pengadilan tidak perlu mempertimbangkan lagi
status jual beli tanah pekarangan yang menjadi obyek sengketa.
Lebih
lanjut dengan sendirinya harus dicari dan ditemukan apa yang menjadi
pokok sengketa, tidak saja berdasarkan gugatan pihak penggugat, akan
tetapi bagaimana jawaban pihak tergugat, bagaimana pula pengadilan
tingkat pertama menentukan fokus pokok sengketa kedua belah pihak
berperkara, bagaimana pula pertimbangan tentang hukumnya dari pengadilan
tingkat pertama dalam menemukan hukum, dan bagaimana pengadilan tingkat
pertama menyimpulkannya sebagai tersebut didalam amar putusan
pengadilan tingkat pertama.
Terutama dalam hal terjadinya
gugatan konpensi dan gugatan rekonpensi, supaya dengan cermat
menguraikan pertimbangan hukum dengan memilah-milah, yang mana merupakan
pertimbangan hukum terhadap gugatan konpensi, yang mana mengenai
gugatan rekonpensi. (Hensyah Syahlani, Beracara Perdata
dalam memeriksa = mengadili & menyusun putusan banding/Jakarta: CV.
Grafgab Lestari, 2007, h. 35-36)
0 komentar:
Post a Comment