PENGIKUTSERTAAN PIHAK KETIGA DALAM PROSES PERSIDANGAN
Dalam
suatu proses pemeriksaan perkara perdata yang sedang berjalan sangat dimungkinkan
masuknya pihak ketiga ke dalam proses persidangan. Pihak ketiga yang turut
mencampuri atas prakarsa sendiri atau ditarik oleh salah satu pihak itu disebut
”intervensi”. Masalah intervensi tidak ada pengaturannya dalam HIR/RBg,
melainkan hanya diatur dalam Rv. Meskipun Rv sudah dicabut, tetapi karena
kebutuhan praktik masih tetap digunakan. Kalau dalam praktik dibutuhkan, hakim
wajib mengisi kekosongan hukum (Pasal 393 HIR/721 RBg). Lembaga ini dapat
digunakan dengan berpedoman pada Pasa1279 Rv dan seterusnya, dan Pasal 70 Rv
dan seterusnya.
Apakah
yang dimaksud dengan intervensi? Beracara dengan intervensi di pengadilan dapat
berpedoman pada Pasal 279 Rv dan Pasal 70 Rv. Adapun vrijwaring terdapat dalam
Pasal 70-76 Rv. Menurut Pasal 279 Rv, barang siapa yang mempunyai kepentingan
dalam suatu perkara yang sedang diperiksa di pengadilan dapat ikut serta dalam
perkara tersebut dengan jalan menyertai (voeging) atau menengahi (tussenkomst).
Dengan
berpedoman kepada ketentuan Pasal 279 Rv, maka yang dimaksud dengan intervensi
adalah pengikutsertaan pihak ketiga dalam suatu perkara yang sedang berlangsung
yang berkaitan dengan suatu kepentingan. Jadi, dalam intervensi disyaratkan
”ada kepentingan”. Intervensi itu dapat dilakukan dengan jalan menyertai salah
satu pihak. Keikutsertaan dari pihak ketiga itu adalah karena kepentingannya
terganggu. Selain itu, bahwa kepentingan itu harus datang dari pihak ketiga.
Dalam
ketentuan Rv terdapat tiga macam bentuk intervensi, yaitu voeging, tussenkomst,
dan vrijwaring. Adapun pihak ketiga disebut Intervenient atau ”penggugat
intervensi”. Untuk dikabulkan atau tidak hanya acara intervensi ini harus
dengan ”putusan sela”.
1.
Voeging (Menyertai)
Voeging
dapat diartikan sebagai ikut sertanya pihak ketiga dalam perkara yang sedang
berlangsung antara penggugat dan tergugat dengan sikap memihak kepada satu
pihak. Syaratnya harus ada kepentingan hukum dengan pokok perkara. Voeging
terjadi selama dalam sidang pertama atau sidang sedang berlangsung. Contoh: A
meminjam uang B dengan perjanjian akan dibayar lunas pada bulan Desember yang
akan datang. Untuk menjamin pembayaran utangnya itu X selaku pihak ketiga
menggadaikan barangnya kepada si B. Apabila B menggugat A, X dapat mencampuri
utang piutang antara A dan B dengan membela A karena kepentingannya.
2.
Tussenkomst (Menengahi)
Tussenkomst
adalah ikut sertanya pihak ketiga dalam perkara yang sedang berlangsung antara
penggugat dan tergugat dengan sikap membela kepentingan diri sendiri. Di sini
pihak ketiga menuntut haknya sendiri terhadap penggugat dan tergugat. Jadi, ia
melawan penggugat dan tergugat untuk memperjuangkan kepentingannya sendiri. Ini
semacam gabungan/kumulasi gugatan. Contoh: A dan B sama-sama mengaku sebagai
pemilik sebidang tanah, yang sebenarnya tanah tersebut adalah milik si X. Maka
X sebagai pihak ketiga dapat mengajukan permohonan untuk mencampuri perkara A
dan B dengan mengambil sikap membela kepentingan diri sendiri dengan menyatakan
bahwa tanah yang sedang disengketakan itu bukan milik A dan B, tetapi miliknya
sendiri.
3.
Vrijwaring (Penanggungan)
Vrijwaring
adalah ikut sertanya pihak ketiga dalam suatu perkara karena diminta salah satu
pihak yang beperkara sebagai penanggung atau pembebas. Pihak ketiga sengaja
ditarik oleh penggugat atau tergugat. Maksudnya adalah agar yang menarik itu
terbebas oleh adanya pihak ketiga. Jadi, pihak ketiga sengaja ditarik oleh
penggugat atau tergugat sehingga ia turut berproses di sidang PN. Contoh: A
menggugat B agar menyerahkan sebuah rumah dan tanah yang didiaminya. Dalam
perkara tersebut B menarik X sebagai pihak ketiga yang dulunya menjual rumah
dan tanah itu kepadanya. Penarikan pihak ketiga dimaksudkan untuk menjamin atau
menanggung pembeli B dari tuntutan A.
Pengajuan
vrijwaring dilakukan dengan cara mengajukan permohonan oleh pihak tergugat
dalam jawabannya secara lisan atau tertulis yang memohon kepada majelis hakim
agar diperkenankan untuk memanggil seseorang sebagai pihak yang turut beperkara
dalam perkara yang sedang diperiksa oleh majelis hakim dalam rangka melindungi
kepentingan tergugat. Pihak ketiga yang turut mencampuri, yang disebut
intervensi, dapat diajukan atau diterima selama dalam proses jawab-menjawab,
yaitu sampai dengan duplik atau sebelum diajukan alat-alat bukti (pembuktian).
Kalau ketiga acara itu diajukan pada proses pembuktian, acara itu tidak dapat
diterima, tetapi masih dapat diajukan lagi dengan gugatan biasa.
Melihat maksud dan tujuan keikutsertaan pihak dalam perkara yang sedang diproses itu, pihak ketiga bukanlah intervensi. Permohonan semacam ini disebut gugatan insidentil dan akan diputus dengan putusan sela. Putusan sela adalah putusan insidentil, yaitu putusan sementara/pertengahan dalam suatu perkara. Dikatakan demikian karena datangnya inisiatif bukan dari pihak ketiga melainkan datang dari salah satu pihak yang beperkara. Kalau hal itu terjadi, gugat perdata disebut gugat pokok dan gugatan kedua disebut gugatan insidentil. Dalam gugatan pokok, penggugat dan tergugat semula tetap menjadi penggugat dan tergugat, sedangkan dalam gugatan insidentil tergugat menjadi penggugat, penggugat menjadi penggugat penjamin dan tergugat penjamin. Kedua gugatan tersebut diperiksa secara bersama dan diputus oleh hakim sekaligus. (Djamanat Samosir, Hukum Acara Perdata: Bandung Aulia/2011, h.155-157)
Melihat maksud dan tujuan keikutsertaan pihak dalam perkara yang sedang diproses itu, pihak ketiga bukanlah intervensi. Permohonan semacam ini disebut gugatan insidentil dan akan diputus dengan putusan sela. Putusan sela adalah putusan insidentil, yaitu putusan sementara/pertengahan dalam suatu perkara. Dikatakan demikian karena datangnya inisiatif bukan dari pihak ketiga melainkan datang dari salah satu pihak yang beperkara. Kalau hal itu terjadi, gugat perdata disebut gugat pokok dan gugatan kedua disebut gugatan insidentil. Dalam gugatan pokok, penggugat dan tergugat semula tetap menjadi penggugat dan tergugat, sedangkan dalam gugatan insidentil tergugat menjadi penggugat, penggugat menjadi penggugat penjamin dan tergugat penjamin. Kedua gugatan tersebut diperiksa secara bersama dan diputus oleh hakim sekaligus. (Djamanat Samosir, Hukum Acara Perdata: Bandung Aulia/2011, h.155-157)
0 komentar:
Post a Comment