Saturday, February 23, 2019

PENGIKUTSERTAAN PIHAK KETIGA DALAM PROSES PERSIDANGAN



Dalam suatu proses pemeriksaan perkara perdata yang sedang berjalan sangat dimungkinkan masuknya pihak ketiga ke dalam proses persidangan. Pihak ketiga yang turut mencampuri atas prakarsa sendiri atau ditarik oleh salah satu pihak itu disebut ”intervensi”. Masalah intervensi tidak ada pengaturannya dalam HIR/RBg, melainkan hanya diatur dalam Rv. Meskipun Rv sudah dicabut, tetapi karena kebutuhan praktik masih tetap digunakan. Kalau dalam praktik dibutuhkan, hakim wajib mengisi kekosongan hukum (Pasal 393 HIR/721 RBg). Lembaga ini dapat digunakan dengan berpedoman pada Pasa1279 Rv dan seterusnya, dan Pasal 70 Rv dan seterusnya.
Apakah yang dimaksud dengan intervensi? Beracara dengan intervensi di pengadilan dapat berpedoman pada Pasal 279 Rv dan Pasal 70 Rv. Adapun vrijwaring terdapat dalam Pasal 70-76 Rv. Menurut Pasal 279 Rv, barang siapa yang mempunyai kepentingan dalam suatu perkara yang sedang diperiksa di pengadilan dapat ikut serta dalam perkara tersebut dengan jalan menyertai (voeging) atau menengahi (tussenkomst).
Dengan berpedoman kepada ketentuan Pasal 279 Rv, maka yang dimaksud dengan intervensi adalah pengikutsertaan pihak ketiga dalam suatu perkara yang sedang berlangsung yang berkaitan dengan suatu kepentingan. Jadi, dalam intervensi disyaratkan ”ada kepentingan”. Intervensi itu dapat dilakukan dengan jalan menyertai salah satu pihak. Keikutsertaan dari pihak ketiga itu adalah karena kepentingannya terganggu. Selain itu, bahwa kepentingan itu harus datang dari pihak ketiga.
Dalam ketentuan Rv terdapat tiga macam bentuk intervensi, yaitu voeging, tussenkomst, dan vrijwaring. Adapun pihak ketiga disebut Intervenient atau ”penggugat intervensi”. Untuk dikabulkan atau tidak hanya acara intervensi ini harus dengan ”putusan sela”.
1. Voeging (Menyertai)
Voeging dapat diartikan sebagai ikut sertanya pihak ketiga dalam perkara yang sedang berlangsung antara penggugat dan tergugat dengan sikap memihak kepada satu pihak. Syaratnya harus ada kepentingan hukum dengan pokok perkara. Voeging terjadi selama dalam sidang pertama atau sidang sedang berlangsung. Contoh: A meminjam uang B dengan perjanjian akan dibayar lunas pada bulan Desember yang akan datang. Untuk menjamin pembayaran utangnya itu X selaku pihak ketiga menggadaikan barangnya kepada si B. Apabila B menggugat A, X dapat mencampuri utang piutang antara A dan B dengan membela A karena kepentingannya.
2. Tussenkomst (Menengahi) 
Tussenkomst adalah ikut sertanya pihak ketiga dalam perkara yang sedang berlangsung antara penggugat dan tergugat dengan sikap membela kepentingan diri sendiri. Di sini pihak ketiga menuntut haknya sendiri terhadap penggugat dan tergugat. Jadi, ia melawan penggugat dan tergugat untuk memperjuangkan kepentingannya sendiri. Ini semacam gabungan/kumulasi gugatan. Contoh: A dan B sama-sama mengaku sebagai pemilik sebidang tanah, yang sebenarnya tanah tersebut adalah milik si X. Maka X sebagai pihak ketiga dapat mengajukan permohonan untuk mencampuri perkara A dan B dengan mengambil sikap membela kepentingan diri sendiri dengan menyatakan bahwa tanah yang sedang disengketakan itu bukan milik A dan B, tetapi miliknya sendiri.
3. Vrijwaring (Penanggungan)
Vrijwaring adalah ikut sertanya pihak ketiga dalam suatu perkara karena diminta salah satu pihak yang beperkara sebagai penanggung atau pembebas. Pihak ketiga sengaja ditarik oleh penggugat atau tergugat. Maksudnya adalah agar yang menarik itu terbebas oleh adanya pihak ketiga. Jadi, pihak ketiga sengaja ditarik oleh penggugat atau tergugat sehingga ia turut berproses di sidang PN. Contoh: A menggugat B agar menyerahkan sebuah rumah dan tanah yang didiaminya. Dalam perkara tersebut B menarik X sebagai pihak ketiga yang dulunya menjual rumah dan tanah itu kepadanya. Penarikan pihak ketiga dimaksudkan untuk menjamin atau menanggung pembeli B dari tuntutan A.
Pengajuan vrijwaring dilakukan dengan cara mengajukan permohonan oleh pihak tergugat dalam jawabannya secara lisan atau tertulis yang memohon kepada majelis hakim agar diperkenankan untuk memanggil seseorang sebagai pihak yang turut beperkara dalam perkara yang sedang diperiksa oleh majelis hakim dalam rangka melindungi kepentingan tergugat. Pihak ketiga yang turut mencampuri, yang disebut intervensi, dapat diajukan atau diterima selama dalam proses jawab-menjawab, yaitu sampai dengan duplik atau sebelum diajukan alat-alat bukti (pembuktian). Kalau ketiga acara itu diajukan pada proses pembuktian, acara itu tidak dapat diterima, tetapi masih dapat diajukan lagi dengan gugatan biasa.
Melihat maksud dan tujuan keikutsertaan pihak dalam perkara yang sedang diproses itu, pihak ketiga bukanlah intervensi. Permohonan semacam ini disebut gugatan insidentil dan akan diputus dengan putusan sela. Putusan sela adalah putusan insidentil, yaitu putusan sementara/pertengahan dalam suatu perkara. Dikatakan demikian karena datangnya inisiatif bukan dari pihak ketiga melainkan datang dari salah satu pihak yang beperkara. Kalau hal itu terjadi, gugat perdata disebut gugat pokok dan gugatan kedua disebut gugatan insidentil. Dalam gugatan pokok, penggugat dan tergugat semula tetap menjadi penggugat dan tergugat, sedangkan dalam gugatan insidentil tergugat menjadi penggugat, penggugat menjadi penggugat penjamin dan tergugat penjamin. Kedua gugatan tersebut diperiksa secara bersama dan diputus oleh hakim sekaligus. (Djamanat Samosir, Hukum Acara Perdata: Bandung Aulia/2011, h.155-157)

0 komentar:

Post a Comment